Ogan Tak Peka

1 0 0
                                    

Mauli tak bersuara. Dia justru berjalan ke tempat duduk semula. Dia menghela nafas, kemudian berusaha tenang. Dia sempat melihat sang pria gendut dari jauh masih berlari, meski pelan. Iwan mendekat serta diiringi oleh dua ekor binatang kesayangannya.

Pria itu duduk di samping kanan, wajahnya terus menatap Mauli. Seakan ingin tahu betul, perkara yang barusan terjadi. "Kenapa?" Iwan menekan. Mauli akhirnya buka mulut.

"Unu, makhluk yang dikeluarkan oleh Saigon."

"Siapa Saigon?"

"Dia adalah orang yang akan menghancurkan Lamus. Mungkin, karena dia mempunyai kekuatan yang luar biasa. Dia ingin membangkitkan orang tuanya dari kematian."

Perkataan Mauli langsung disambut dengan asumsi. "Mungkin dia adalah Profesor Garung berikutnya?" Lelaki itu masih ingin Mauli bicara lebih banyak, seperti narasumber terkenal bersama wartawan.

"Bahkan dengan Kitab Walas ini, dia mengungkap bahwa aku adalah garis keturunan dari Sriwijaya, dia menggunakan diriku untuk membuka simbol untuk memberikan kekuaran padanya."

"Gawat, aku harus kasih tau Beni."

"Tidak perlu."

Iwan kaget, dia tidak paham kenapa Mauli bisa berkata demikian. Hingga dengan berani wanita tersebut berkata tegas, mantap pula. Lantas, Iwan berikan kalimat selidik.

"Kenapa?"

"Karena Beni sudah tau. Dia bersama Lematang untuk berusaha menghentikan Saigon."

"Siapa dia?"

Kalimat Iwan sedikit membuat Mauli kesal, cukup banyak pertanyaan yang dilontarkan sehingga cukup lelah Mauli untuk menjelaskan. Namun, dia tetap berusaha menjelaskan meski sedikit berat.

"Huh, begini, Lematang adalah adik dari Saigon. Tetapi dia berkhianat karena apa yang dilakukan kakaknya itu memang salah. Makanya, dia berpihak pada kami."

"Tetapi itu juga berat bagiku karena wanita itu..."

"Kenapa?"

Iwan penasaran tetapi Mauli malah berhenti setelah dua orang datang. Pendatang itu adalah Ogan dan Lematang. Saat itu Mauli memberitau Iwan, sosok yang bernama Lematang berada di depannya.

Iwan sedikit mengerti setelah melihat wujud Lematang, tetapi Ogan merasa ada yang aneh dengan area tersebut. Seketika Mauli menerangkan bahwa barusan apa seekor unu kemudian dia berhasil membunuhnya.

"Bahaya!"

Kalimat singkat, padat yang bikin penasaran. Ogan melihat bangkai unu, namun pikiran mempunyai pendapat setelah mendengar penjelasan Mauli.

Apa yang ada di kepala Ogan?

Pak tua itu menjelaskan bahwa jika unu masih tersisa mungkin bisa membuat bencana lagi di kota tersebut. Hewan itu cukup merepotkan hingga perlu diwaspadai. Setelah pertarungannya dengan Saigon, prajurit tersebut punya firasat jika bakal terjadi sesuatu. "Hewan itu harus dimusnahkan, jika tidak dia bisa mencelakai orang-orang." Wajah tak tenang muncul, sedangkan Lematang terlihat cemas pula.

"Aku berpikir demikian pula. Bisa jadi masih ada unu yang berkeliaran di luar sana."

Sementara, Iwan terlihat lebih bersemangat. Lelaki yang pernah hampir mati dua tahun lalu makin berani. Setelah melawan adrenalin, kini rasa takutnya mulai hilang. Kini dia mempunya dua hewan yang cukup cerdik, mereka bisa mendengar ucapan Iwan. Untuk itulah Dogi dan Jalu menjadi salah satu keluarganya di rumah, selain Beni.

Mauli membuang wajah sebentar usai menatap Lematang. Ogan tidak sadar jika dia masih membuat hati Mauli terluka dengan membawa Lematang. Wajahnya cuek, kurang senang melihat mereka berdua, apalagi di depannya. Tentu saja, tidak ada wanita yang rela kekasihnya bermesraan dengan perempuan lain, dan itu cukup normal.

"Aku rasa kurang enak badan aku harus pulang."

Mauli pergi. Tetapi Ogan membiarkan begitu saja. Padahal sejak Mauli melangkah dia berharap Ogan mencegahnya. Tapi nyatanya, itu hanya mimpi. Mauli melangkah terus sementara Akuadron di sisi Ogan. Seperti wajah tak berdosa, Ogan mengajak pergi. Dia lupa dengan perasaan Mauli yang sebenar perlu perhatian.

"Aneh."

Iwan memperhatikan. Dia belum bergerak, matanya tertuju pada Ogan dan Lematang yang berjalan. Dia tau jika Mauli sedang cemburu, tetapi Ogan tak paham. Memang butuh kepekaan untuk melihat sisi lain wanita. Iwan mengerti karena dia cukup berpengalaman berhadapan dengan perempuan.

"Ayo, kau tunggu apalagi, kita harus cari habitat unu dan Saigon," ajak Ogan.

"Baiklah."

Dokter itu beranjak, sedangkan Dogi dan Jalu mengikuti dari belakang. Sejak dia datang Jalu hanya diam, matanya plarak-plirik, pamer kepala indah warna hitam seperti mengkilap. Tetapi, berbeda dengan Dogi yang sejak muncul bereaksi dengan menggonggong, bergerak-gerak, mengibarkan ekor serta menjulurkan lidah berulang kali.

"Jalu, ayo!"

Iwan memanggil. Hewan bersayap itu berjalan tanpa suara dengan dua langkah kaki berjari empat. Dogi pun mengipaskan ekor serta menjulurkan lidah pink. Perjalanan Iwan berjarak lima meter dari dua orang di depannya menuju ke suatu tempat, melewati jalan sepi dan pertigaan. Dia bahkan melewati penjual jagung, Iwan membelikan untuk Dogi dan Jalu. Dogi menggigit bonggol jagung sementara Jalu mematuk satu per satu biji jagung mengikuti Dogi.

Ogan | Trah SriwijayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang