Sisi Lain Wanita

2 0 0
                                    

Seorang ibu-ibu berdiri di toko, terlihat tengah menggendong tas merah, perhiasan gemerlap di lengan, leher, dan telinga. Ibu itu menggunakan make up tebal, bahkan bibirnya merah menyala, alis setebal pensil. Matanya memperhatikan depan toko seakan ragu-ragu.

"Kenapa ibu itu?"

"Mana aku tau, coba kau tanya sendiri, kalian sama-sama ibu-ibu. Ups!"

"Sangkut!" Indri geram.

Dua orang itu malah bercanda, untungnya ibu tersebut tak tahu. Jika tahu, mungkin mereka sudah kena semprot, mengingat ibu-ibu zaman sekarang suka sekali mengoceh, seperti burung tengah kontes. Muka Indri sedikit masam, hal itu akibat ulah Sangkut. Dia tak senang jika disamakan dengan ibu-ibu, jika itu terjadi pastilah berang. Wanita yang dikenal banyak bicara tersebut cukup menarik perhatian apalagi jika diajak bercanda, sangat membuat Sangkut gembira.

"Aku tidak suka disamakan dengan ibu-ibu ya." Indri menepuk lengan Sangkut. Justru lelaki itu melebarkan mulut, terlihat gigi kuning bagaikan emas murni.

"Kalian itu sama-sama wanita, masa tidak mau disamakan dengan ibu-ibu?"

"Ya beda. Aku itu masih muda, mulus, glowing, masih unyuk-unyuk. Ibu-ibu kan udah keriput," ucapnya sinis.

"He em!"

Suara seperti hantu, datang tak diundang pulang tak diantar, tapi bukan jailangkung. Dua orang itu pasti heran, karena saking asyiknya tak sadar ibu tersebut telah berdiri seperti hendak menagih hutang. Wajahnya tampil tak enak, apalagi dua orang itu ketika berucap ibu-ibu keriput, Indri merasa bersalah.

"Anda bicara apa barusan?"

"B-bukan Bu, anu itu. I-itu terong teman saya Sangkut sudah keriput."

Bukan jawaban yang apik, justru bikin panas.

"Apa pula maksudmu, Indri? Terongku masih mulus, glowing karena setiap hari aku rawat," pungkasnya.

"Sudah, diam saja kau. Ssstt!" Indri memperlihatkan telunjuk sambil mengeluarkan suara layaknya ular.

Dua karyawan tersebut malah membuat ibu-ibu tersebut bingung. Sebenarnya dia tak mendengarkan pembicaraan mereka tadi, hanya saja mereka sudah sadar diri duluan. "Kalian aneh, bicara ngawur, aku ke sini hendak membeli batu akik untuk suamiku." Kedua matanya membesar, tatapan tajam, Sangkut dan Indri merasa tak enak.

"Hehehe, besok suamiku ulang tahun. Dia suka sekali batu akik, makanya aku mau membelikannya hadiah."

"B-baiklah, ibu pilih saja yang mana? Semua ukuran tersedia." Indri senyum paksa.

Sang calon pembeli tersebut bergerak, dia melihat-lihat benda di balik etalase. Sekumpulan batu akik tersebut tampil menarik, matanya jeli dengan hati senang. "Aku ingin melihat yang ini!" Ibu itu menunjuk cincin dengan batu mulia hijau muda.

Indri mengambilnya, sementara pengunjung tersebut mengamati benda incarannya, Sangkut mengelap etalasi sebelah utara. Kemudian mengelap patung Borobudur, Sangkut tak perduli dengan Indri, sedangkan karyawati tersebut selalu sabar melayani pengunjung. Padahal dia sebenarnya dongkol, dari tadi ibu tersebut memilah benda tetapi selalu banyak tanya seperti berikut:

"Ini batu apa kok seperti warna lumut?"

"Itu dari batu giok, selain bagus juga dipercaya untuk kesehatan."

"Memangnya batu ini dokter kok bisa buat kesehatan. Suamiku kan masih sehat? Coba aku ingin melihat yang ini!"

Indri memberikan benda yang dimaksud.

"Ini batu apa?"

"Bacan," jawab Indri singkat, mulai kesal.

"Ini dokter juga?"

"Tidak. Hanya saja bisa digunakan untuk touchscreen."

"Apa itu?" ibu itu terus bertanya karena memang tak tahu.

"Bisa menggerakan layar HP," ucap Indri tetap ramah.

"Waduh bahaya itu. Nanti kalo di-hack gimana? Jangan-jangan! Aneh sekali." Dia meletakan cincin tersebut.

"Kalo di-hack kan bahaya, nanti video-video bo..."

Kalimatnya terhenti, seperti melakukan kesalahan, sedangkan dua manusia di depannya telah shock, pikiran mereka telah traveling, yang ada di pikiran mereka mengarah hal yang negatif. Sang ibu menutup mulut, wajahnya merah, namun dia berupaya mencari alasan.

"Video apa bu?"

"Hus!" Indri memotong.

"Anu, video bocah, iya video bocah kalo di-hack kan kasihan."

"Ooo video bocah," ucap Sangkut dan Indri bersamaan.

"Kirain video bo..."

"Heh!" Indri meninggikan nada suara.

"Maaf-maaf Bu, teman saya memang suka gitu," kata Indri.

"Iya. Kalo gitu aku pesan patung itu saja." Dia menunjuk patung Borobudur ukuran 10x10 cm.

Pesanan tersebut langsung diproses, usai menyelesaikan transaksi, ibu itu pergi buru-buru. Sangkut heran bukan kepalang, dia membuang lap lalu mendekati Indri, sedangkan matanya menatap orang tadi. Seperti orang kesambet, tindakan Sangkut mendapat perhatian. Tatapan tajam itu membuat Indri plonga-plongo seraya garuk-garuk. Dia tela menjawil beberapa kali tetapi tak direspon.

Plak!

"Aduh!"

"Kenapa kau begitu? Pikiranmu selalu jorok, dasar laki-laki mesum," ungkap Indri judes.

"Kau pikir, hanya aku saja yang berpikiran demikian tentang ucapan ibu tadi, hah?"

"Aku sih berpikiran sama, wajahnya terlihat panik, aku pikir memang video bokep."

"Huh dasar, mulutmu terlalu tajam mengatakan pada orang lain padahal pikiranmu juga sama." Sangkut menyingkir.

"Wajar saja namanya juga perempuan, mulutnya ada dua."

Ups.

Kalimat itu membuat Indri malu, dia keceplosan, Sangkut hanya diam. Keduanya tau mengarah ke mana kalimat tersebut. Indri larak-lirik seraya mengambil cemilan di balik laci, usai itu dia duduk santai, mulutnya terus disumpal dengan keripik singkong.

Ogan | Trah SriwijayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang