Kemunculan Bidadari Bikin Hati Panas

3 0 0
                                    

Aguilar telah menyebabkan Lamus bagaikan kota mati. Kini ogan punya pikiran hendak menggunakan liontin merah itu untuk mengendalikan unu. "Kau tidak ingat, bahwa Profesor Garung menggunakan kalung itu, tetapi kesadarannya hilang dan berubah 360 derajat, kau tau?" Terang Mauli. Ogan langsung merespon, dia sempat menghela nafas, menunduk lalu memegang bahu sang kekasih.

"Aku harus mencobanya. Aguilar memang mempunyai energi negatif tetapi jika aku mampu mengendalikannya maka aku tetap dalam kesadaranku, Mauli."

Dari kejauhan pasukan Bram juga telah tak berdaya, terlihat Bram berlindung di mobil, sedangkan di luar unu tengah memburunya. Makhluk itu sulit ditaklukan. "Aku lebih khawatir jika Saigon telah membangkitkan kedua orang tuaku. Tapi aku tidak yakin, karena bisa saja itu adalah iblis yang bisa menimbulkan bencana lebih besar." Lematang mendekat. Wajah-wajah suram, Beni telah kehilangan Iwan, begitu pun mereka. Duka yang mendalam Beni rasakan. Masih dalam isakan, Beni mendapat dorongan mental dari Lematang. "Beni, Kau harus kuat, kita bisa perbaiki semua, maafkan aku jika tindakanku telah merenggut Iwan darimu." Hanya terdengar suara tangis seorang pria. Beni tak memberi tanggapan, dia menoleh sebentar.

"Ini bukan salahmu, Lematang. Dia telah pergi karena menyelamatkan aku," suaranya pelan.

Di sisi lain.

Sangkut masih memangku Pengot, sang paman, Karot juga terluka. Hal itu membuat Ogan melempar Akuadron ke langit, dari situ benda tersebut melibas semua unu. Tak habis di situ, dia juga hampir meratakan semua, makhluk-makhluk itu berjatuhan setelah disentuh dengan kekuatan besar, memang mereka jatuh dan sebagian mati. Tetapi jumlah yang datang juga semakin banyak. Usai benda itu sampai, dia menghampiri mereka semua.

"Aku akan menggunakan Aguilar untuk membangkitkan pasukan Bodem, hanya mereka yang bisa membantu. Sementara kita harus mengejar Saigon sebelum bencana besar datang."

Kalimat Ogan seolah ungkapan terakhirnya. Tentu itu sangat berat, bukan bagi Ogan tetapi untuk Mauli. "Jika kau berubah jahat maka kau tidak akan ingat tentangku." Lantas Ogan menarik lengannya, dia memeluk sang pujaan hati. Pelukan hangat itu cukup membuat Mauli tenang, dia harus rela jika nanti terjadi sesuatu pada Ogan. "Aku harus mencoba, karena hanya ini cara terakhir," ucap Ogan.

"Bagaimana kita pergi ke Bit?"

Pertanyaan bagus dari Mauli. Hal tersebut mengingatkan bahwa Ogan mempunyai teman lama. Hanya dia yang bisa membuka portal untuk bisa ke sana, sekaligus menambah lini pertahanan mereka. "Jika aku berhasil menggunakan Aguilar, aku juga akan memanggil Wadari." Cara terakhir itu harus Ogan coba, dia yakin karena dia bukan makhluk yang biasa.

"Kenapa kau yakin bisa mengendalikan Aguilar?"

"Karena aku bukan manusia. Aku adalah seorang asura, makhluk yang sekelas dewa. Aku mampu mengendalikan benda itu, Mauli. Asura adalah makhluk kuat."

Pernyataan Ogan meyakinkan, Kondisi memang membutuhkan pasukan besi tersebut. Tanpa pikir panjang sang pejuang itu mengayunkan tongkat. Pria berbadan besar itu pergi menuju tempat Aguilar disembunyikan. Rumah Ogan, di ruangan khusus, lemari kaca menjadi pelindung bagi benda tersebut.

"Aku membutuhkan Pasukan Bodem."

Langkah hampir ragu-ragu, dia membuka kaca, terlihat bercahaya merah, Aguilar seperti menyambut. Liontin tersebut langsung dipakai. Sementara Ogan memegang erat Akuadron, terjadi gejala awal, dia menggigil seraya memancarkan cahaya. Gabungan kekuatan Akuadron dan Aguilar, terbentuklah energi yang menyelimuti tubuh Ogan. Tubuhnya terlihat memiliki pelindung kuat dan semakin yakin. Lelaki itu melangkah keluar lalu menuju ke medan pertempuan. Area yang penuh pohon dan sedikit perumahan tersebut akhirnya getar, layaknya gempa bumi.

Ogan terbang tanpa berayun pada Akuadron, sedangkan cahaya merah amat silau. Sekelompok pasukan besi muncul, pasukan yang pernah berhadapan dengan orang Lamus kini berada di pihak mereka. Kini pasukan besi melawan pasukan unu, mereka mendapatkan lawan yang sepadan.

Mereka tercengang, para unu itu melawan Bodem yang tak bisa mati begitu saja. "Lawan yang sepadan, kawan," ucap Lematang seraya melihat dirinya dilangkahi. Ogan menggunakan kemampuan telepati untuk memanggil sang bidadari, makhluk cantik yang biasa menggunakan pakaian serba merah. Dalam hitungan detik, sebuah portal terbuka, lalu muncul seorang perempuan, parasnya tak bisa dibandingkan dengan manusia.

"Kenapa kau memanggilku di tengah pertempuran?" Wadari melirik sang prajurit.

"Aku butuh bantuanmu untuk membuka portal. Kami sedang memburu orang di semesta lain, tempat ini disebut Bit," sambut Ogan.

"Tampaknya kau butuh bantuan setelah ribuan tahun tidak ada kabar." Wadari menerbangkan selendang merah, kain itu terbang lalu mengikat tubuh unu sampai tubuh makhluk itu terpisah.

"Luar biasa!" Beni takjub dengan bidadari tersebut.

"Aku pikir kau lupa denganku setelah kau lari dari Pranal?"

"Aku terlibat peperangan beberapa kali ketika membela Sriwijaya, kali ini aku membutuhkanmu. Aku khawatir jika tidak dihentikan Saigon bisa jauh lebih buruk."

"Kenapa dia?"

"Dia hendak menghidupkan kedua orang tuanya dari kematian."

"Itu tidak baik."

Cus!

Seekor unu hendak menyerang tetapi Wadari lebih dulu melempar tusuk konde. Kepala yang keras itu mampu ditempus dengan benda kuning mengkilap, mereka heran. "Dia dengan mudahnya melukai unu," cetus Lematang. "Aku ikut kau, aku masih punya sisa amunisi." Kalimat yang muncul dari Beni. Bukan tak mau mengajak tetapi itu berbahaya hingga Ogan mencegahnya.

"Tidak, aku harus pergi sendiri."

"Aku ikut."

"Aku juga."

Ogan melirik Mauli dan Lematang. "Ini sangat berbahaya, kalian di sini saja mengurus unu, kalian dibutuhkan di sini." Wajah Mauli merengut, dia tak suka dipisahkan.

"Kau harus ingat, kita pernah berjuang bersama, kami tidak ingin meninggalkan kau sendiri. Aku tidak ingin kehilangan bantak teman setelah Iwan," terang Beni.

"Sebenarnya kau juga butuh pemandu, Bit itu semestaku, kawan," jelas Lematang.

Akhirnya mereka pergi berempat, Ogan harus ikhlas mengajak mereka. Sementara para Bodem beradu bersama Wadari melawan pasukan yang dibangkitkan oleh Saigon. Ketika hendak berangkat, Beni mengambil senjata dari Sangkut dan mengumpulkan sisa-sisa perlengkapan miliknya. Karot, Pengot, dan Sangkut justru berdiam menyaksikan pertempuran. Ketika hendak berangkat, portal pun telah terbuka, Ogan lontarkan kalimat pada Wadari.

"Aku rindu dengan selendangmu."

"Benar, kau pun hampir meniduri bukan?" tandas Wadari. Bidadari itu melangkah, sedangkan Ogan berwajah kaget.

Bukan kalimat yang tak ingin didengar oleh Ogan ketika berada di dekat pacarnya, Mauli mendengar itu langsung memperlihatkan wajah merah. Hatinya panas ketika wanita cantik itu ungkap kata-kata yang harusnya tak dilontarkan. "Apa? Berani sekali kau hendak meniduri wanita lain." Mauli menggigit gigi, tangannya meremas-remas. Bisa-bisa Ogan malah gagal memburu Saigon karena Mauli mengamuk.

"Itu tidak benar."

Ogan | Trah SriwijayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang