Siapa yang Datang?

5 0 0
                                    

"Sebaiknya kami pulang karena ada sesuatu yang harus kami kerjakan."

Ogan tiba-tiba angkat bicara dan menarik tangan Mauli, wanita itu menatap aneh. Awalnya tak perduli, kemudian menyenggol tubuh Mauli dengan dengkul. Tak berapa lama Mauli bangkit kemudian meletakkan buku di lemari. Sedikit mencak-mencak karena mengganggu ketika sedang manjing. Namun, karena sudah menjadi perhatian oleh pemilik rumah, wanita itu pun beranjak.

"Kenapa buru-buru sekali? Ayam gorengnya masih ada."

Iwan menunjuk tiga potong ayam goreng. "Ada ukiran yang harus aku selesaikan hari ini." Ogan senyum. Dia mengelus area pelipis dengan telunjuk, muka sedikit cemas namun berani berseri. Mauli berdiri di belakangnya langsung menarik lengan Ogan. "Lain kali kita akan kembali lagi," cakap Mauli terakhir.

"Tapi aku bisa mengunyah sambil jalan."

Ogan menyambar satu potong lagi, Tanpa malu dia memakan makanan yang diperjualbelikan secara instan. Usai melangkah lima meter dari rumah, Mauli barulah ungkapkan kekesalannya.

"Kau memang menyebalkan." Mauli menggerutu.

"Memangnya aku salah, sebentar lagi gelap, apakah kau tidak ingin berdua denganku melihat kembang api malam?"

Mendengar kalimat Ogan, Mauli menghentikan langkah. Mendongak ke atas, hatinya gusar berubah riang tiba-tiba. Mauli tak paham maksud dia mengajak pergi, ternyata ada maksud tersembunyi, yaitu hal yang memang diinginkan oleh Mauli. Wajah berang tapi berubah bungah, Mauli ceria, lalu mencubit manja Ogan sambil tampil bahagia. Mereka menuju taman utama di Lamus. Tempat pertunjukan malam yang biasa disaksikan oleh sepasang kekasih. 

Beberapa langkah, Mauli melihat seorang anak kecil sedang jualan tisu. Jika dilihat dari perawakan, bocah tersebut masih SD, seorang anak laki-laki dengan wajah kusut menggendong kotak kayu yang berisi puluhan tisu. Mauli terpanggil untuk melarisi dagangan si bocah. Dia menghampiri lalu buang kalimat pertanyaan.

"Dek, berapa harga tisunya?" Mauli mengambil satu lalu memperlihatkan pada penjualnya.

"10 ribu."

Mauli memasukan ke dalam tas. Kemudian dia merogoh lebih dalam, cukup lama dia ngorek-ngorek isi tasnya sampai Ogan garuk-garuk telinga. Banyak sekali perlengkapan privasi Mauli sehingga untuk mengeluarkan uang segitu kesulitan. "Tidak usah!" Ogan menghentikan gerakan Mauli. Lantas si tampan dan gagah itu memberikan uang pas pada pedagangnya.

Transaksi kelar, mereka melanjutkan perjalanan hingga Ogan membuang tulang ke tong sampah sebelah kiri. Plung! Terdengar nyaring. 

"Tunggu! Kita duduk dulu," perintah Mauli.

"Kenapa?" Ogan selidiki maksud sang pasangan.

Mauli lebih dulu duduk, disusul Ogan dengan wajah pelik. Perempuan baik hati, perhatian pula adalah salah satu karakter Mauli. Dia mengeluarkan tisu dari tas. Tanpa basa-basi Mauli membersihkan mulut Ogan. Terlihat gemerlap cahaya pantulan sinar dari lampu-lampu memancar dari minyak yang menempel di bibir Ogan. "Kau tidak berubah ya!" Mauli menatap Ogan tajam sementara tangannya masih bergerak. Lelaki itu hanya memperlihatkan barisan gigi bahwasanya dia lupa sampai tak sadar mulutnya belepotan. Ogan diam sementara, matanya menatap Mauli balik. Mauli terlihat aneh, sedikit demi sedikit Mauli menjauhkan wajahnya. Namun, justru Ogan makin mendekat. Adegan hendak bercumbu terlihat. Perasaan Mauli dak-dik-duk, detak jantungnya tidak setabil, tapi sayang, itu hanya lelucon.

"Merasa akan dicium kan?" Ogan memperlihatkan gigi.

Mauli menepuk bahu Ogan, ia melontarkan senyum nakal, wanita tersebut merasa ditipu. Sedikit kesal tapi suka, Mauli mengembalikan tisu ke tas. Lalu menata tempat duduk, mereka duduk sejajar sedangkan Mauli bersandar di bahu Ogan.

"Kau tau tempat ini adalah tempat kedua kita waktu kita kencan pertama kali?"

"Kau masih ingat?" Mauli menggerakkan kepala sedikit.

"Ingatanku masih sempurna, aku selalu mengingat kejadian apa pun tentang hidupku," papar Ogan, dia menoleh ke arah Mauli sebentar.

Mereka menghadap membelakangi taman, sedangkan di depannya hanya jalan  sepi. Tak berapa lama suara ribut muncul. Sebuah cahaya meluncur ke udara dan menghasilkan percikan api hingga terlihat indah di langit Lamus. Mauli menoleh, dia girang cahaya mekar menghiasi malam.

"Lihat!"

Mereka berdua balik badan, Mauli tampak senang melihat pemandangan yang telah ia nanti-nanti. Wajah puas terlihat, Mauli mengepalkan  kedua tangan, mata tak berhenti menatap kilatan api yang mengudara.

"Indah sekali."

Setelah beberapa kali kembang api tersebut muncul, mereka memutuskan pulang ke rumah. "Kita pulang!" Mauli menarik. Sepertinya dia cukup untuk hari ini, keasyikan mereka berhenti di tengah jalan. Tetapi sebelum mereka pulang, mereka melihat seorang biksu melintas.

"Jangan terlalu terlena dengan dunia, tidak baik untuk kalian berdua," ucap sang biksu dengan senyuman. Tanpa balasan, biksu itu pergi. Mereka hanya mengangguk ketika sang biksu berkata.

"Siapa dia?"

"Nama terkenalnya Biksu Tani, kami kerap bertemu di kuil."

"Bijak sekali dia."

Mauli menarik lengan lagi. Perjalanan yang tidak lazim, berdua hanya jalan kaki. Jarang sekali ada pasangan yang kencan tanpa kendaraan. Biasanya menggunakan motor kalau tidak menggunakan mobil, tetapi Mauli tak mempermasalahkan itu. Tak terasa ayunan kaki hingga sampai di depan pintu. Ogan lontarkan kata-kata perpisahan. "Sebaiknya kau lekas tidur agar kau besok bangun dengan bugar!"

"Baiklah, aku pasti bangun lebih awal."

Kebiasaan orang lokal, selain kata perpisahan mereka menghormati pasangan dengan acara cium tangan. Begini yang dilakukan oleh Mauli, sebelum masuk ia menarik lengan Ogan lalu menempelkan di kening, bukan dicium.

Ogan pergi. Ia berjalan seorang diri menuju rumahnya. Ogan keluar masuk gang beberapa kali hingga keluar dan berjalan di pinggir jalan raya. Ogan menyeberang lampu merah kemudian berjalan ke timur.

Dari arah berlawanan Ogan melihat sosok wanita cantik dengan menutup kepala merah. Sekitar 20 m Ogan mengamati seperti mengenal sosok wanita tersebut. Setelah dekat, Ogan yakin bahwa wanita itu pernah ditemui, ia ingat bentul bentuk dan lekukan tubuh di tambah paras yang ayu. Awalnya wanita itu tak sadar kedatangan Ogan, dia menoleh ketika Ogan melontarkan kalimat pertama.

"Cika!"

Ogan | Trah SriwijayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang