Ogan memboyong Lematang ke sebuah kafe. Mereka sedang menikmati minuman dingin berupa white coffee. Mereka duduk di meja persegi, tepat di pinggir jalan raya. berhadapan dengan dua gelas berisi cairan dingin warna coklat. Lematang menatap Ogan hingga prajurit itu merasa percaya diri. Ogan senyam-senyum sendiri, namun tangannya terus mengaduk, terdengar suara es kristal sedang beradu di dalam gelas.
"Kenapa kau menatapku seperti itu?"
"Bolehkah aku tanya sesuatu?" Lematang malah balas pertanyaan. Ogan berkedip.
"Apa itu?" Ogan mengaduk minuman.
"Apa benar kau adalah prajurit Sriwijaya yang tersisa. Yah, aku sempat bertemu dengan Beni, dia mengungkapkan bahwa kau ada hubungannya dengan Sriwijaya. Aku pikir kau punya informasi tentang Trah Sriwijaya."
Ogan tersenyum sebentar seraya terus mengaduk. Lagak bertele-tele wajahnya penuh sensasi.
"Sebenarnya kami berlima namun aku tidak tahu keberadaan teman-temanku. Aku, Yaraja, Nalanda, Cudamani dan Lagiri adalah garda depan Sriwijaya ketika masa kejayaan Sriwijaya.
"Apakah kau mengetahui keturunan Sriwijaya yang tinggal di kota ini?"
Pertanyaan sedikit sulit, sebab Ogan telah lama tertidur, bahkan kabar teman seperjungannya pun tidak tahu apalagi pihak kedatuan. Kerajaan salah satu empire terbesar di nusantara itu hanya meninggalkan jejak prasasti, bangunan kuno dan perkakas yang lain. Wajahnya menunduk, seraya berkata yang sebenarnya.
"Tidak sama sekali, Aku telah tidur selama 1.166 tahun. Aku tak ingat apa pun ketika bangun Sriwijaya juga telah runtuh hanya tinggal peninggalannya saja," pungkas Ogan.
"Kenapa kau tanya seperti itu?"
"Tidak." Lematang melebarkan senyum. Lantas meneguk sisa minuman yang tinggal 75 persen. Ogan pun melanjutkan, terik siang itu memang cukup menimbulkan haus. Minuman dingin adalah obatnya.
***
Mauli baru saja tiba di toko. Wanita itu dengan wajah senang membawa makan siang untuk sang kekasih. Ia mendekati kasir, Indri terlihat sedang tidak ada di tempat. Mauli memanggil, "Halo!" Suara tersebut menyebabkan Indri segera keluar dari ruang dalam dengan membawa sekotak cincin.
"Ke mana bosmu?"
Wajah indri aneh, matanya larak-lirik seperti menyembunyikan sesuatu. "Ogan ke mana?" Mauli mengeraskan suara. Pekerja tersebut susah berkata-kata karena tak ingin ungkapkan fakta, hal tersebut karena tidak ingin Mauli sakit hati. Indri beri kebohongan belaka.
"Dia sedang pergi keluar membeli sesuatu." Indri senyum paksa. Ia bergerak lalu meletakkan kotak tersebut di atas etalase. Mauli malah pergi ke ruang produksi. Hanya mendapati Sangkut sedang melakukan finishing sebuah karya berbentuk piramida.
"Karya baru?" Sambil melipat tangan, langkahnya santai, Mauli memperhatikan gerak-gerik Sangkut. Kakinya berhenti sambil menyentuh dagu, bentuk benda itu menarik perhatiannya.
"Ini adalah orgonit, Bos Ogan mencoba sesuatu yang berbeda kali ini."
"Tidak seperti biasanya bentuknya unik di dalamnya terdapat berbagai material," tutur Mauli.
"Benda ini dipercaya bisa menghalau radiasi gelombang elektromagnetik," cetus Sangkut.
Mauli mengambil satu batu yang berjejer rapi di meja. Ia mengamati dengan mendekatkan wajahnya. Terlihat berbagai macam warna batu yang ditata rapi hingga terlihat menarik.
Usai meletakan Mauli bertanya, "Ogan ke mana?"
Sangkut diam sebentar sambil berpikir. "Tidak tau, tadi ada di sini." Sangkut menoleh ke Mauli. Wanita itu justru keluar ruangan lalu duduk di luar menunggu kedatangan sang kekasih.
Melihat Mauli duduk, Indri terlihat gerah, Sangkut datang menghampiri Indri. "Kenapa kau? Aneh." Sangkut menyenggol tubuh Indri. Tak lama muncul beberapa pelanggan sedang berkunjung. Mereka melirik barisan gelang dengan kilauan warna merah.
Terdengar suara pelanggan itu meminta Indri mengeluarkan benda itu dari etalase. Kemudian Mauli mengeluarkan ponsel. Jari-jemarinya mengetik sesuatu dan mengirim pesan kepada Ogan.
Tuling!
Suara pesan dari Mauli berbunyi. Namun, karena asyik sedang berbicara, Ogan mengabaikan pesan tersebut. Mauli masih sabar menunggu balasan dari Ogan. Wanita itu duduk melipat kaki seraya menggigit jari sementara matanya menatap layar ponsel. Mauli telah tampil cantik, lebih cantik dari biasanya.
Setelah dua jam menunggu, Ogan muncul bersama Lematang bergandengan. Awalnya Ogan dan Mauli tidak saling mengetahui, namun justru Sangkut yang sedang membawa benda berbentuk piramid kaget. Saking kagetnya ia menjatuhkan benda itu hingga pecah.
Kelontang!
Semua orang tertuju pada Sangkut, karyawan itu buru-buru membereskan. Namun, Mauli berdiri menatap Ogan sambil berkaca-kaca. Ia melangkah pelan sambil menenteng rantang. Ogan gugup lalu segera membuang tangan Lematang.
"Mauli, ini tidak seperti yang kau lihat!"
Ogan mendekat. Pria itu tak tenang, dia sebisa mungkin menjelaskan bahwa adegan barusan hanya kebetulan. Tetapi sebagai wanita, bergandengan tangan adalah simbol kasih sayang, tentu Mauli lebih percaya dengan kedua matanya. Wanita itu cukup percaya dengan Ogan dua tahun ini, namun kali ini kepercayaannya itu mulai redup.
"Ternyata sedang kencan dengan wanita lain. Aku telah menunggu dua jam di sini hanya membawakan kau makan siang. Aku bahkan tampil cantik hanya untukmu, Ogan"
Tetesan air mata tumpah, dua matanya semakin banyak membuang air mata kesedihan. Tak percaya jika penantiannya sia-sia, dia berharap jika usahanya hari ini bakal menjadi yang spesial bagi kekasihnya, nyatanya terbalik.
Kelontang!
Ia membanting rantang tersebut kemudian melangkah keluar dengan kesal. Nasi yang berisi ikan dan tempoyak tersebut berhamburan di lantai. Cairan dengan bumbu kuning itu bagaikan lava yang keluar dari bumi, menyebar ke seluruh lantai. Aroma khas dari tempoyak menyebar, berbau wangi, tidak dengan Lematang. "Bau apa ini?" Lematang menutup hidung.
Sangkut mengambil pengepel, sedangkan Indri memungut sisa makanan mubazir tersebut. Usai Indri ke belakang, Sangkut mengayunkan tongkat pengepel.
"Dasar pengganggu," celetuk Sangkut. Lirikan sinis terlihat, ia terus menghapus jejak kuning di lantai putih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ogan | Trah Sriwijaya
Ficción históricaSetelah dua tahun bersama terungkap bahwa Ogan berasal dari Semesta Pranal. Dia bahkan bertemu dengan seorang evolus, sang pengendali elemen yang tak biasa. Bahkan prajurit tersebut bukanlah seorang manusia, dia adalah makhluk sekelas dewa. Seorang...