Matanya justru membesar, itu akibat sekelompok unu muncul dengan jumlah cukup besar. Mauli telah kehabisan tenaga, dia tak berdaya. Cuma pasrah, hanya itu yang bisa dilakukan, seekor unu menerkam, Mauli hanya pejam mata seolah siap akan mati.
Tapi.
Duak!
Akuadron meluncur, dia menghentikan ruang gerak unu, enam unu menjadi amukan pusaka milik Ogan. Sang penyelamat muncul, dia pasang badan, menunjuk kedua mata musuh lalu beralih ke matanya. Mauli bangun lalu berdiri di samping Ogan.
"Jangan lakukan itu, Mauli. Aku tau aku tidak seperti laki-laki lain. Lematang itu hanya terpaksa mendekati aku, itu karena hanya ingin mencari dirimu."
"Kenapa kau mengungkit Lematang lagi?"
"Tolonglah, kita sedang dalam keadaan tidak baik. Kau tidak boleh ceroboh."
"Aku tidak ceroboh, aku hanya ingin membasmi para unu saja."
"Tapi tidak tanpaku, itu sangat membahayakan nyawamu. Jangan pikirkan dirimu saja, aku juga. Kau harus bersama tim bukan seorang diri," tegas Ogan.
Mauli diam. Tangannya mengeluarkan Walas. Akuadron berhenti di tangan yang penuh otot dan urat keras. Kini sepasang kekasih itu siap membantai para unu. Ogan berlari ke depan, lantas Mauli mendorong lelaki tersebut, cahaya kilat menjadi Ogan semakin cepat bergerak.
Sejauh 50 m Ogan terdorong, dia pun berhasil menaklukan satu unu. Hewan itu tergeletak lumpuh, sementara Ogan heran, dia menatap Mauli.
"Kau marah lagi padaku?"
"Tidak, aku tidak sengaja melakukan itu."
Tak pakai lama, Ogan menunggangi unu lalu berlari dari unu satu ke unu lain seraya berhenti di kepala unu sebagai tumpuan mendarat. Usai itu dia melompat ke kiri dan memukul leher, patahlah leher sepanjang kurang lebih 150 cm. Sedangkan Mauli hendak mengeksekusi, Beni dan Iwan muncul. Tim Lamus itu pun lengkap, senjata telah melengkapi tubuh dua bersaudara itu.
"Sepertinya aku ketinggalan pesta," Iwan menunjukkan Glock 17 sedangkan Beni menggendong Megazine AK-47.
"Aku bisa memuntahkan 30 butir peluru," ucap Beni.
"Bidik lehernya atau masukan bom ke dalam mulut."
Mauli bergerak. Iwan membuang peluru untuk menarik perhatian, kemudian melempar peledak di arahnya. Tepat di dekat leher Mauli menunjang. Wanita tersebut meledakan bom itu lebih cepat, Akibatnya berimbas leher pecah, mati dan lehernya menjulur. "Ya ampun menjijikan sekali setelah aku melawan Profesor," ungkap Iwan seraya melangkah. Di sisi lain Beni pun melontarkan sejumlah peluru sebesar batu beterai besar, dia membidik mata musuh. Cara ini sangat efektif untuk menghentikan langkah musuh, Sekitar dua unu meraung, matanya pecah. Mereka kesusahan melihat, bingung serta hanya bisa mengais kepalanya. Kesempatan itu dimanfaatkan oleh Iwan.
Bum!
Satu-satu bangsa unu mati, meski kekuatan mereka jauh lebih kuat, tetapi karena kecerdasan manusia, mereka kalah. Bahkan Ogan memukul bumi sekuat tenaga, dari hasil hentakan bumi itu bisa membuat unu takut, mereka jatuh dan sempoyongan. Mauli pun menambah penderitaan mereka dengan cahaya unik yang bisa melukai setiap bersentuhan.
Sontak mereka lari kocar-kacir. Untuk pertama kalinya bangsa unu pergi. Para penyelamat itu berkumpul, mereka tertuju para unu yang berlari seperti sekelompok kuda besar.
"Kalian luar biasa." Ogan lega.
"Kita adalah tim. Kita kembali berjuang untuk Lamus," balas Iwan.
"Hem, kau sekarang banyak bicara. Berapa banyak pasien wanita yang pernah kau tangani?" Beni melirik.
"Hah."
"Kalian ha..."
Kalimat Ogan berhenti setelah mendengar suara anjing marah. Terlihat Dogi menggigit bangkai unu. Sedangkan Jalu melebarkan sayap dan bulu leher hendak sambung. "Hai, kalian tidak boleh berkelani, hewan ternak tak boleh keluar kandang." Ogan melepas Akuadron lalu menggendong kedua hewan tersebut.
***
Usai kembali, Ogan meletakkan Dogi dan Jalu di bawah. Dia mencari makanan ke belakang. Di dapur Ogan sibuk mencari stok makanan, dia membuka lemari atas, tetapi tidak ada apa pun yang bisa dimakan. Ketika membuka lemari es, hanya terlihat sisa minuman, daun bawang, seledri, dan tomat yang mengerut.
"Kau mencari apa?" Suara Mauli ramah.
Tak seperti sebelumnya, setiap bertemu dia selalu tampil cuek kalo tidak jutek bermuka masam. Tidak untuk kali ini, dia memperhatikan tindakan Ogan dari luar, itu adalah rumah Ogan. Rumah tersebut kerap kali menjadi Mauli melakukan memasak untuk sang kekasih, dia cukup perhatian sehingga tahu betul kondisi rumah tersebut.
"Aku mencari roti tawar, kemarin aku lihat masih ada sisa untuk Dogi dan Jalu."
"Ini." Tiba-tiba Mauli memberikan sekantong roti tawar. Sedikit canggung, lelaki itu mengambil dengan sedikit senyuman.
Lantas pria itu memberikan pada kedua hewan tersebut. Seperti hewan miliknya sendiri, Dogi dan Jalu memakan cuilan roti yang diberikan Ogan. Namun, dia memperhatikan Jalu cukup aneh.
"Kenapa Jalu memiliki daun telinga?"
"Dia bukan ayam kampung, dia adalah ayam hutan. Ayam hutan memang memiki daun telinga dan bisa terbang seperti burung."
"Oh ya? Aku baru tau," balas Ogan seraya mengelus kepala Jalu.
Tampak di luar sana telah banyak bangsa unu. Baru saja makanan itu habis, Lematang telah sadar tetapi Sangkut dan Indri muncul dengan ketakutan.
"Gawat! Di hutan tepatnya di atas sana para unu mengamuk, mereka muncul dengan jumlah banyak."
Kalimat yang tak ingin didengar oleh semua orang, tetapi cuma itu berita yang dibawa oleh pekerja Ogan. "Sebanyak apa?" Ogan menghadap. "Tak terkira, mungkin bisa membentuk kerajaan raksasa."
"sebenarnya aku tidak ingin mendengar berita tersebut," kata Iwan.
"Mustahil aku bisa mengalahkan mereka."
"Tolong hentikan unu dan Saigon!" Lematang memohon pada Ogan.
"Itu mustahil."
"Inilah hari kiamat itu," kata Sangkut.
Kalimat singkat tetapi menakutkan, seakan ajal telah dekat, tidak ada lagi dunia, kesenangan dan kemewahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ogan | Trah Sriwijaya
Historical FictionSetelah dua tahun bersama terungkap bahwa Ogan berasal dari Semesta Pranal. Dia bahkan bertemu dengan seorang evolus, sang pengendali elemen yang tak biasa. Bahkan prajurit tersebut bukanlah seorang manusia, dia adalah makhluk sekelas dewa. Seorang...