Mauli berjalan sedikit cepat. Hampir puluhan orang yang menyapanya kali ini. Tetapi, hanya dibalas dengan senyuman belaka, hal tersebut karena Mauli masih kesal. Manusia itu dikenal banyak orang karena telah menyelamatkan Lamus. Dia dan Ogan terkenal, kepopulerannya tersebut juga menunjang berjalannya bisnis Ogan.
Kenapa mereka popular?
Ogan beserta kawannya itu adalah pahlawan tanpa menggunakan topeng, tak menyembunyikan identitasnya sehingga wajah-wajah mereka dapat dikenali ketika bertarung dengan Profesor Garung. Mereka punya tempat baik di Lamus setelah kota tersebut pulih. Mereka menyayangi mereka sebagai pelindung serta penjaga Lamus dari segala ancaman. Begitu saat ini, bangsa unu tengah menebar ancaman, Ogan mencari solusi untuk menangani hal tersebut.
Hal menarik, Ogan pun betah tinggal di Lamus, dia telah tinggal di bumi semestai ribuan tahun hingga berubah zaman, ditambah keberadaan Mauli di sisinya, makin kuat tekadnya di Lamus.
Kini Mauli justru menuju toko, dia membuka pintu utama. Sontak Indri kaget melihat Mauli dengan wajah jutek. "Bu Bos!" Sangkut mengerutkan muka. Untung toko sedang semi, Mauli duduk dengan gelagat marah, tiba-tiba menarik makanan Indri.
Kretuk-kretuk!
Sangkut mendekat seraya mengelus-elus leher, terlihat Mauli kelaparan seminggu, semua makanan tersebut lenyap sesaat. "Mana lagi makananmu?" Mauli meminta makanan pada Indri. Karyawati itu lantas menarik tas, dia mengeluarkan sejumlah makanan ringan yang lain. Selain keripik singkong, terdapat coklat, kerupuk stik yang berasal dari kentang.
"Pak Bos kemana, Bu?" Indri buka suara.
"Entahlah, mungkin pergi ke diskotik dengan perempuan lain." Mulutnya masih penuh, sedangkan tangannya merah mata, terdapat sisa bumbu balado yang melekat. Mulutnya penuh layaknya monyet kelaparan.
"Aduh, kepalaran."
"Bukan, kepeleran."
Hus!"
"Bukan itu, maksudnya kelaparan." Sangkut menutup mulut dengan tangan. Sementara Indri melototinya.
"Minum!"
Indri mencubit Sangkut, intruksi untuk mengambil air. Lantas Sangkut pergi ke belakang, tak lama dia muncul dengan sebotol air mineral. Dua orang itu hanya jadi saksi, bagaimana Mauli seperti monster mengerikan ketika marah. Sebelumnya mereka tak pernah melihat Mauli seperti ini. Indri menarik Sangkut ke belakang, lelaki tersebut menurut saja. Mereka berbisik tentang Mauli.
"Ada apa dengan Bu Bos?"
"Mana aku tahu. Coba kau tanya dia, sesama perempuan harusnya bisa saling mengerti." Sangkut garuk-garuk dagu.
"Jika aku tau maka aku tidak bertanya padamu," tandas Indri.
Tiba-tiba.
Sekumpulan manusia menggeruduk tokok tersebut. Saking kagetnya, Mauli memuntahkan isi mulutnya. Dia batuk-batuk, lalu cepat-cepat membasahi tenggorokan. Indri pun langsung menyambut mereka, seperti pelayanan setiap ada pembeli datang. "Selamat datang di toko kami," kata Indri percaya diri. Tetapi Indri malah tak dianggap, ruangan tersebut semakin lama semakin padat.
Wajah mereka takut, keringat bercucuran, nafas pun tak teratur seperti habis lari. "Ada yang bisa kami bantu?" Indri mengulang mengajak mereka berkomunikasi. Namun, bingung dengan wujud mereka. Perasaan tak enak muncul, Mauli menyentuh lengan Indri. Dengan tak berdosa Sangkut buang kalimat pada nenek-nenek tua. "Nenek mau beli apa?" Nenek itu marah, dia langsung semprot Sangkut. "Aku tidak ingin membeli apa pun. Aku hanya numpang berlindung dari amukan binatang buas di luar sana." Sangkut bungkam, tak ada kata yang keluar setelah kalimat kasar tersebut terdengar.
"Monster?" Bulu roma Mauli berdiri.
"Ada apa Bos?" Indri malah memeluk Mauli erat.
"Unu. Binatang berkulit keras, bercakar tajam, giginya seperti silet."
"Busyet. Aku belum menikah, biarkan aku hidup lebih lama, Tuhan," rengek Sangkut.
"Masuk semua!"
Mauli bergerak, dia memastikan semua orang yang di luar untuk masuk. Wanita itu keluar ruangan, dari jarak kurang lebih 700 m, seekor unu ukuran lebih besar mengamuk. "Astaga!" Mauli menutup mulut. Dari belakang Sangkut muncul, pertama kalinya dia melihat iblis mengamuk. Bukannya membantu sebagai lelaki, Sangkut malah merepotkan.
Blek!
Sangkut jatuh pingsan. Hal tersebut membuat pikiran Mauli dan Indri runyam. Mau tak mau, Indri dan Mauli menyeret tubuh lemah itu. Mereka menutup pintu rapat-rapat. Karena pintu terbuat dari kaca, Mauli dan Indri memasang hordeng untuk menutupi pintu, hal tersebut agar mereka aman. Indri berlari ke belakang lalu membawa buntelan kain biru, dia lantas memasangnya cepat-cepat. Hampir saja dia selesai, Indri berhenti. Matanya tertuju di luar ruangan. Tindakan tersebut membuat Mauli heran, lantas dia pun melihat objek yang ditatap Indri.
"O o!
Sosok makhluk hitam menatap. Tatapan maut, siap menerkam, terdengar suara mengerang layaknya seekor anjing yang terancam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ogan | Trah Sriwijaya
Historical FictionSetelah dua tahun bersama terungkap bahwa Ogan berasal dari Semesta Pranal. Dia bahkan bertemu dengan seorang evolus, sang pengendali elemen yang tak biasa. Bahkan prajurit tersebut bukanlah seorang manusia, dia adalah makhluk sekelas dewa. Seorang...