Menuju Semesta Angkara

1 0 0
                                    

Kekuatan kombinasi tersebut cukup besar. Pukulan dari Akuadron dapat menghancurkan portal yang belum sempurna. Hanya terlihat wajah menyeramkan dari dalam. Portal itu menghilang karena dasar tanah tempat portal dibangun tersebut hancur. Tempatk itu morat-marit, wajah Saigon marah, pupus sudah harapannya. Cita-cita ingin menyatukan kembali kelurganya gagal. Ledakan bagaikan letusan gunung itu menutup Portal Kematian. Ogan bolak-balik badan menyentuh permukaan bumi.

"Tidak!"

"Aaaa. Berani sekali kau menggagalkan rencanaku!"

Ogan yang baru bagun langsung disambar oleh partikel-partikel Saigon. Tubuh kekar itu menabrak sejumlah bongkahan batu. "Kau telah memupus harapanku, cita-citaku, kaulah monster kawan." Saigon beringas, berjalan mendekati Ogan.

"Bukan begitu maksudku, Saigon. Aku melihat sendiri bahwa di dalam sana terdapat iblis, dia bukan orang tuamu," sangkal Saigon.

"Kau berkata seolah kau adalah orang bijak, padahal kau hanya makhluk mitos yang tak pernah ada, kerajaanmu juga runtuh."

"Saigon, kau adalah orang baik."

Saat itu Saigon mengumpulkan partikel dalam jumlah besar, di udara telah menggumpal layaknya awan hitam. Dia bakal menyelesaikan untuk membunuh Ogan. Marahnya Saigon karena dia tak bisa membuka portal kedua kalinya. Energinya telah berkurang. Sambaran menukik, itu mengharuskan Ogan pindah tempat. Dia meminjam kekuatan Aguilar untuk menahan serangan tersebut. Sinar merah membentuk perisai dan berbentuk seperti payung. Namun, sinar tersebut tak bisa lebih lama menahannya, Ogan harus berpikir lebih keras untuk menghindari. Dia mengayunkan Akuadron lalu melesat dari mala petaka.

Kedua kakinya mengerem sampai membentuk jejak dua garis sepanjang 20 m. Ogan mengincar kepalanya, duak! Kepala Saigon terbentur ujung pusakanya. Akuadron melawan arus dan kembali, sedangkan Saigon membersihkan daun kering dan rumput-rumput hijau. Bahkan gundukan tanah besar pun terbelah. Terdapat cap bulat di kening, jejak luka itu semakin membuat Saigon murka. Sempat membuang ludah, lalu menunjuk sang asura perkasa, penolong bagi umat manusia.

"Bedebah kau, Ogan."

Bukan harapan Saigon, bukan pula kehendak sang evolus gundul tersebut. Dari sisi kiri muncul Lematang menyerang, sedangkan di sebelah kanan Mauli menahan dengan sinar andalan. Kini Saigon di tekan dari dua sisi, tak habis di situ, Ogan pun melancarkan tekanan dari depan. Energi besar menekan dada Saigon hingga pria itu meraung, kesakitan sudah jelas. Laki-laki itu menguapkan energi alam dari bangsa unu, bahkan dari Walas pun. Tubuh Saigon makin mengecil tanpa tenaga penuh. Beberapa menit mereka berhenti setelah Saigon tak berdaya. Dia menjatuhkan lutut dengan wajah pucat, putih hampir seputih kapas.

"Kenapa begitu keras kepala?" Saigon bersuara, terlihat cukup menderita.

Mereka berkumpul dan berdiri di muka Saigon.

"Apa pun yang kau rencanakan itu hanya bisikan iblis belaka. Tidak ada pembangkitan dari kematian. Itu hanya iblis yang ingin bebas dari dunia kegelapan," terang Ogan.

"Aku sayang denganmu. Hanya kau keluargaku yang masih tersisa, tidakkah kau buka mata hatimu untuk melihat yang mana yang baik," sahut Lematang.

"Tetapi kau tidak mendukungku," bantah Saigon.

"Karena aku tidak ingin kau berada di jalan yang salah," bentak Lematang.

Hanya dibalas senyuman sinis, wajahnya tak senang dengan ucapan saudarinya tersebut. Sedangkan Lematang telah membuang air mata. Saigon berdiri dan membiarkan Jagat Majemuk di tergeletak. Dia berjalan seperti orang tua, lambat dan mengkhawatirkan, bila disentuh pasti sudah terjungkal. Tetapi, mereka membiarkan Saigon berkeliaran, mulutnya buang kata-kata penyesalan. "Seandai aku tidak memaksamu, maka aku sudah pasti telah membawa mereka ke rumah." Saigon berhenti lalu melirik Lematang, wanita itu terisak-isak, tak sanggup menampilan Saigon yang kurus dan rentan.

Di belakang Saigon terdapat Portal Unu yang masih terbuka. Mereka bertiga belum sadar soal rencana Saigon selanjutnya. Yang jelas Portal Kematian telah musnah, Tidak akan bencana keluar, sang iblis itu gagal keluar. "Kalian tidak akan paham menjadi seorang anak yang kesepian." Kalimat tersebut seolah Saigon adalah makhluk yang paling menderita. Padahal di seluruh alam semesta ini masih ada derita yang jauh lebih pedih darinya.

"Bayangkan jika kalian di posisiku, pasti kalian akan melakukan hal serupa, bukan?"

"Tidak ada jalan yang lebih benar kecuali kembali pada tuhannya," sambung Mauli.

"Hem, bangsa manusia pun bisa melakukan segala cara untuk mendapatkan apa pun yang mereka mau. Apa bedanya dengan manusia?"

"Tolong jangan lakukan itu! Kita bisa membuka lembaran baru, di Bima Sakti lebih cocok untuk kita tinggali, kita akan membentuk keluarga besar." Lematang menatap Mauli dan Ogan.

"Aku belum selesai."

Kalimat terakhir terucap. Saigon menyelesaikan kehidupannya di Bit. Sosok tersebut sempat buang senyuman, tubuhnya terjatuh di lubang. Usai badan Saigon tengggelam, Lematang berusaha meraih tangannya. Tetapi terlambat, perempuan itu hanya histeris memanggil nama kakaknya. "Kakak!" keluarga satu-satunya tersebut terjebak di semesta Angkara. "Lematang!" Ogan melihat keanehan, portal tersebut akan mengatup, dia menarik tubuh Lematang.

Hanya isakan belaka, tatapan kosong, melihat semua portal telah tertutup. Mauli mendekat lalu beri kalimat, "Kau harus sabar, mungkin kita masih bisa menjakau kakakmu. Kami akan membantumu." Mauli melihat ke arah Ogan sebentar. Mauli memeluk Lematang, ogan hanya bisu, layaknya tiang listrik, hanya pajangan waktu itu. Adegan haru tak berlangsung lama. Lematang justru seperti kesambet. "Benar, kau benar, kita bisa menemukan kakakku." Lematang berdiri.

"Kau mencari apa?" Ogan heran.

Lematang mencari-cari, belum tahu dia mencari apa? Tetapi matanya amat serius seperti menjadi koin 500 rupiah, sayangnya bukan. Wanita itu teringat benda sakti, hanya benda itu yang bisa membawanya ke sana, tempat kegelapan yang sama sekali tidak ada kebaikan, semesta Angkara. Matanya terpaku sejenak, Lematang menemukan benda yang mirip jam tangan.

"Dengan alat ini aku bisa menemukan Saigon."

Lematang memasang Jama di lengan kiri. Setelah itu dia membuka layar kemudian menekan keyboard. Di layar dia menulis "Pencarian Saigon". Tiga makhluk itu diam memperhatikan benda segi empat tersebut. Lalu muncul suara mesin yang memberikan ungkapan penting.

"Pencarian berhasil. Saigon ditemukan di semesta Angkara. Dalam beberapa detik portal akan terbuka."

Muncul lingkaran, di dalamnya seperti area pegunungan yang sedang aktif. Ketiganya melangkah, tatapan silau muncul, secarik kain terbakar sebagian di lava panas. Lematang bersimpuh, dia memeluk sehelai kain yang dikira merupakan pakaian Saigon. Ketika dua wanita itu kembali dalam suasana sedih, Ogan menatap langit hitam, aura mencekam karena suasana tak biasa, suara gunung seperti meletus bersahutan, bahakan saura petir pun trdengar di sana-sini.

Ogan | Trah SriwijayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang