"Aku pulang."
Suara lemah nan lesu terdengar menyapa indra pendengaran seorang wanita tua yang rambutnya dipenuhi dengan uban. Tubuhnya gempal dan dipenuhi lemak pada bagian lengan dan perutnya. Perutnya berlipat-lipat terlihat dengan baju pink bermotif bunga yang ia kenakan.
Wanita tua yang dipenuhi keriput itu seketika melepaskan kacamatanya ketika mendengar suara Lowi. Dirinya yang sedang duduk di depan mesin jahit itu perlahan bangkit, berjalan bungkuk ke arah ruang tamu.
"Lowi, kenapa suaramu tampak sangat tidak bersemangat seperti itu?" Suara yang terdengar parau—seperti sulit untuk berbicara itu menyapa indra pendengaran Lowi.
Gadis berambut hitam legam, dikepang dua itu tampak menunduk lesu dengan bibir yang ia kerucutkan.
"Al, tak kunjung ditemukan," katanya dengan wajah sedih. "Teman-teman di sekolah jadi menyalahkanku."
Sontak wanita tua itu langsung menangkup kepala gadis berkepang dua itu. Membawanya ke dalam pelukannya.
"Sstt, tidak apa-apa. Itu semua bukan salahmu. Yakinlah seperti yang kau bilang, Al masuk ke dalam lubang peri," katanya berusaha menenangkan. "Peri-peri itu baik, jadi pasti Al akan baik-baik saja. Mereka akan menjaga Al."
Lowi terus mengerucutkan bibirnya sedih. Karena dirinya, Alerina menghilang. Orang-orang terus menyalahkannya dan memarahinya, terutama kakak Alerina—Jasver Rune.
"Bagaimana kalau dia tidak baik-baik saja, Bibi?" kata gadis itu lirih. Ia benar-benar merasa bersalah.
"Tidak, jangan berpikir begitu. Al akan baik-baik saja. Bukankah katamu, Al adalah gadis yang kuat? Kau bilang Al sekuat kakaknya."
Lowi mengangguk. "Iya! Al itu kuat! Tapi aku tetap saja khawatir—"
"Pak, tolong jika kau melihat anak ini, segera hubungi nomor yang ada disini, ya? Terima kasi."
Samar-samar suara lelaki terdengar di telinga mereka. Suara yang sangat Lowi kenali.
Sontak Lowi menarik tubuhnya dari pelukan sang nenek. Mengintip lewat jendela rumahnya untuk melihat keluar, ternyata benar. Dia adalah Jasver.
Jasver terlihat memberhentikan beberapa orang yang berlalu-lalang, menyerahkan sebuah poster berisi wajah Alerina serta nomor telepon miliknya. Jasver sendiri. Hanya sendiri.
Melihat perjuangan kakak Al, Lowi kembali bersedih.
•••
Hutan lebat nan menjulang di Kota Merlin. Hutan yang diselimuti kabut tebal yang datang entah darimana, memberikan kesan gelap dan menyeramkan.
Samar-samar, bayang-bayang seseorang terlihat dari jauh. Tubuh yang menjulang begitu tinggi, diselimuti oleh kabut. Sosok dengan topi berwarna moka itu terlihat berjongkok di samping sebuah pohon yang sudah ia tandai berhari-hari.
Pohon yang ia datangi berhari-hari, mengharapkan kehadiran sang adik agar kembali. Dia Jasver Rune.
Sore ini, Jasver kembali memasuki kawasan hutan, tempat dimana adiknya menghilang. Ia berjongkok tepat di sebuah jamur merah yang melingkar itu, menatapnya lamat-lamat dengan mata memicing penuh intimidasi.
Jamur itu—jamur yang sama tepat seperti belasan tahun yang lalu. Tepat saat temannya menghilang.
Mata Jasver memicing. Bukankah seharusnya jamur ini sudah membusuk atau mengering? Atau bahkan hilang? Tapi, karena ia bukan ahli jamur, ia mengabaikan pertanyaan random di otaknya itu.
"Jangan-jangan, adikku memang berada di dunia peri seperti yang Lowi katakan—akhh! Kau ini bicara apa! Dasar bodoh! Kau sudah tidak waras ternyata, ya!" Jasver langsung menampar dirinya sendiri dan memaki dirinya ketika menyadari bahwa ia mulai mempercayai ucapan anak tiga belas tahun itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fae Circle
Teen FictionBerawal dari mencari sebuah jamur melingkar saat sedang melaksanakan perkemahan, yang konon katanya merupakan jalur masuknya para peri ke dunia mereka. Alerina, gadis yang sama sekali tidak mempercayai mitos itu tiba-tiba masuk ke dalam dunia peri...