15. florence

392 75 0
                                        

"Al? Apakah kau baik-baik saja?"

Mavi bertanya, menyentuh bahu Alerina yang sedang terdiam dengan tatapan mata kosong.

Saat ini, mereka sedang berada di atas kapal. Mereka ditugaskan untuk membersihkan kapal. Er sedang membuang-buang air laut yang masuk ke dalam kapal. Sage mendorong-dorong tong kayu dan menyusunnya di satu tempat. Lucy menyapu lantai kapal yang terbuat dari kayu. Mavi mengangkat-angkat batu bata, menarik jangkar dan merapikan tali-tali yang berhamburan. Sedangkan Alerina bertugas mengepel lantai.

Tapi gadis itu malah diam di tempat dengan memandang kosong ke satu arah. Seperti ada yang ia pikirkan.

Omong-omong, mereka tidak membersihkan berlima saja. Ada bajak laut lainnya yang ikut membersihkan karena kapal ini sangat besar. Juga, ada Makito—bajak laut berperut besar sedang mengawasi mereka.

Mereka semua dirantai di bagian kaki agar tidak bisa kabur kemanapun. Terkecuali Mavi dan Lucy. Mereka berdua dirantai di bagian kaki dan leher, karena ada dua sayap yang masih berfungsi, jadi mereka tidak bisa kemana-mana. Mereka hanya bisa terbang dua jengkal dari kapal. Er? Satu sayapnya sudah tidak berfungsi. Sayang sekali.

"Eh? Ah iya, aku tidak apa-apa. Aku baik-baik saja, kok," jawabnya cepat karena terkejut.

Mavi memicingkan matanya curiga. "Aku tau kau berbohong, Al."

Sontak Alerina menggeleng cepat dan tersenyum. "Tidak, Vi. Aku baik-baik saja. Ayo kembali bekerja."

Setelah mengatakan itu, Alerina meninggalkan Mavi yang menatapnya dengan tatapan tak bisa diartikan. Alerina pergi mengepel di dekat Er. Gadis itu mulai mengepel, tidak peduli bahwa Mavi masih terus menatapnya. Sampai akhirnya Mavi sudah kembali bekerja.

Alerina berbalik, Mavi sudah tidak menatapnya. Entahlah, Mavi dan Er adalah orang yang sangat peka.

Omong-omong tentang Er, pemuda yang tadinya sibuk menguras air laut kini malah terdiam tanpa pergerakan, membuat Alerina yang sedang membungkuk mengepel pun curiga bahwa ada sesuatu yang tidak beres dengan Er.

Gadis itu langsung berdiri tegak dan berbalik ke belakang. Benar saja, Er tidak sedang melakukan tugasnya. Pemuda itu menatap fokus satu tempat, membuat Alerina mengikuti arah pandang Er.

Yang ia lihat adalah rambut hitam bergelombang sedang membungkuk menyapu. Itu Lucy.

"Apakah kau menyukainya?" Celetukan Alerina yang tiba-tiba itu membuat Er tersentak kaget dan langsung mengalihkan pandangannya ke sembarang arah.

Melihat gelagat Er yang aneh, Alerina semakin tersenyum jahil. "Eitss, ternyata benar kau menyukainya."

Alerina menyenggol badan Er jahil dan tersenyum jahil penuh makna kepada Er yang kini malah kembali menguras air laut. Alerina terus berusaha menatap mata Er, sedangkan Er terus mengalihkan pandangannya, seakan-akan tidak ada Alerina di sana.

"Eyy, kau benar-benar tidak bisa berbohong, Er." Alerina terkikik jahil.

"Kembalilah bekerja," jawab Er dengan intonasi suara yang datar.

Alerina diam dengan senyuman jahil yang tidak bisa ia tahan. "Baiklah," katanya kemudian berbalik untuk kembali mengepal lantai.

Namun, gadis itu kembali membalikkan badannya dan mengatakan sesuatu yang membuat telinga Er merah. Alerina bisa melihatnya dari belakang.

"Omong-omong, kau cocok kok. Aku akan membantumu," katanya yang langsung membuat Er berbalik dengan wajah merah. Matanya melirik kesana-kemari panik, berharap Lucy tidak mendengarnya.

Namun sebelum Er angkat suara, Alerina sudah mengacungkan jempolnya dan mengedipkan sebelah matanya jahil sebelum akhirnya kembali mengepel lantai.

Sedangkan di sisi lain, Sage telah selesai mengumpulkan tong-tong kayu tua itu. Menumpuknya di ujung kapal.

Anak laki-laki berbaju serba hitam itu berjalan menuju Er yang sedang berbungkuk untuk merapikan tali-tali kapal yang berserakan di lantai.

"Apakah kau butuh bantuan?" tanya Sage sembari menatap ke arah lengan Mavi yang dilingkari perban.

Tanpa menatap Sage, Mavi menjawab, "tidak. Lebih baik kau menolong Lucy."

Mendengar ucapan Mavi, Sage langsung mengedarkan pandangannya, mencari-cari keberadaan Lucy yang ternyata berada tepat di belakangnya.

"Sini, biar kubantu," kata Sage menawarkan dengan tangan yang sudah terulur untuk mengambil sapu yang digenggam oleh Lucy.

"Biar aku saja. Kau kan tidak tau caranya menyapu," kata Lucy yang membuat Sage langsung mencibir pelan dan meninggalkan gadis itu.

Penyihir itu langsung duduk di samping tong-tong kayu yang ia kumpulkan. Ia meluruskan kakinya yang terasa pegal. Menggerak-gerakkan kakinya sembari menonton Alerina yang sedang mengepel di depannya.

"Kau lupa mengepel sebelah sana," tunjuk Sage dengan dagunya, membuat Alerina mendengus sebal.

"Kau tidak lihat? Itu sudah kering!" katanya sebal.

Sage tidak menjawab, melainkan menjulurkan lidahnya—mengejek gadis itu. Namun Alerina tidak peduli. Ia kembali mengepel lantai. Saat mengepel, ia kembali teringat akan nama 'Florence'.

Nama itu benar-benar mengganggu pikirannya.

"Florence? Memang dia kenapa?" Tiba-tiba suara celetukan terdengar, membuat Alerina yang sedang termenung itu spontan mendongak ke arah Sage yang menatapnya dengan kedua alis terangkat.

Mendengar nama Florence disebutkan, bukan hanya Alerina yang berbalik, tapi Er juga. Karena kebetulan Er berada di dekat mereka berdua.

Alerina terdiam. Terkejut bahwa Sage bisa membaca pikirannya.

"K-kau bisa membaca pikiranku!?" tanyanya terkejut.

Sage mengedikkan bahunya. "Jadi, siapa Florence? Sepertinya itu sangat mengganggu pikiranmu. Nama Florence memenuhi otakmu seperti rumus matematika yang memusingkan. Isi hatimu terdengar sangat berisik—"

"Jangan membaca pikiran orang sembarang. Tidak sopan." Itu Er. Pemuda itu seperti biasa melemparkan tatapan datar tanpa arti.

Sekali lagi Sage mengedikkan bahunya dan mengerucutkan bibirnya karena Er memarahinya lagi. "Huft, habis aku bosan." Kemudian Sage berbaring di lantai dengan tangan yang ia alaskan sebagai bantal.

Alerina terdiam. Ia harus waspada akan Sage.

Sebenarnya, penyihir itu tidak selalu membaca pikiran orang. Penyihir bukan orang yang saat melihat orang, ia bisa langsung mengetahui isi hati dan pikiran orang lain. Tidak. Penyihir bisa membaca dan mendengar isi hati dan pikiran orang lain ketika mereka ingin.

Seperti tadi, Sage merasa bosan karena tidak ada hal lain yang dapat ia kerjakan dan ia iseng membaca pikiran Alerina, karena Alerina sedang melamun.

"Nama Florence juga sangat menggangguku," celetuk Er ketika Alerina berusaha menjauhi Sage dan melewatinya.

Fae CircleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang