34. the witch is coming

223 35 1
                                    

"Ini bukanlah sembarang batu, Al. Ini adalah batu txoria atau txoria stone. Jika kau melihat ini, kau memang akan mengira ini adalah batu, tapi jika kau melemparnya, batu ini akan berubah menjadi burung."

Penjelasan Er membuat mereka semua seketika tercengang, terutama Alerina dan Cyrus.

Cyrus yang telah hidup lebih lama daripada bocah ini mengetahui apa yang tidak ia ketahui. Ia baru pertama kali mengetahui ada txoria stone.

"Sekali lagi aku ingin bertanya—darimana kau mengetahui hal ini, Er? Aku bersumpah, ini pertama kalinya aku mendengar tentang batu txoria. Aku sama sekali belum pernah ada batu yang bisa berubah menjadi burung selama aku hidup," pukau Froze kagum. Wajahnya terlihat cengo dan kaku mendengar penjelasan Er barusan.

"Tiap hari dia bisa memakan ratusan buku, Froze. Jangan heran," sarkas Demetrius yang sudah tidak heran dengan pengetahuan Er.

Er mengabaikan pujian itu, ia menarik tangan Alerina yang sedang menggenggam batu txoria. Menggenggam tangan mungil itu dengan erat. "Tolong dengarkan aku—"

"Ohh, jadi itu burung."

Tiba-tiba suara itu menyahut dari arah belakang Demetrius, membuat mereka berenam menoleh dan terkejut melihat sosok laki-laki berjubah hitam ikut berjongkok di belakang mereka.

"Sage!"

"Ssttt!" Froze langsung menutup mulut Alerina.

Benar. Laki-laki itu adalah Sage.

•••

Seseorang dengan jubah hitam merumbai-rumbai di atas langit dengan sapu terbang yang ia kendarai. Sapu terbang yang melaju begitu cepat, secepat cahaya melaju menabrak kawanan awan putih.

Wajah anak itu tertekuk kusut. Bibirnya mengerucut. Sorot matanya terlihat sinis. Sage terlihat marah.

"Nyenye! Memangnya aku semenyebalkan itu, ya!? Bahkan gadis itu lebih menyebalkan daripada aku! Iya kan, Tuan Poh?! Ck, gadis itu suaranya sangat cempreng! Cerewet!" Sage terus menggerutu, melampiskan kemarahannya kepada sapu terbang miliknya.

Tentu saja sang sapu hanya diam seperti biasa, namun sesekali ia sedikit terbang ke bawah dan ke atas—seperti seseorang yang sedang menganggukkan kepalanya.

Sage melirik ke bawah sekilas. Hanya lautan biru tua yang bisa ia lihat. Ia sudah tidak melihat lagi kehadiran enam temannya itu. Ia juga tidak melihat ada pulau sejauh pandangan yang bisa ia tangkap dengan indra penglihatannya.

"Apa?! Aku juga salah?! Hah?! Kau berani menyalahkanku, ya!" marah Sage kepada sapu itu, ketika sapu itu berkontak batin dengannya, dengan mengatakan bahwa anak itu juga salah.

Sapu itu hanya diam, tidak mengangguk seperti tadi lagi.

"Apa kau bilang?! Aku salah karena telah melempar mereka berdua dan melempar gadis yang aku suk—hah!? Apa?! Aku tidak menyukainya ya, dasar sapu tua bodoh!"

Sage memukul batang kayu Tuan Poh dengan keras.

"Sejak kapan aku menyukai gadis cerewet sepertinya! Aku tidak menyukainya ya! Jangan mengada-ada!"

"Iya iya, kau tidak menyukainya, anak kecil. Tapi kau tetap salah, karena kau melempar Alerina dan membuatnya nyaris tenggelam."

Tiba-tiba Sage memberi isyarat kepada Tuan Poh untuk menghentikkan lajunya. Tongkat cokelat tebal milik ibunya Sage keluarkan dari lengan bajunya, merapalkan mantra yang ia pelajari dari sekolah, menunjuk tongkatnya ke arah kumpulan awan.

Dan saat mantra itu dirapalkan, awan-awan itu seketika berkumpul, membentuk sebuah gumpalan yang sangat besar dan empuk. Awan itu seketika berubah menjadi tempat tidur untuk penyihir itu.

Fae CircleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang