17. cyrus

332 58 1
                                    

"Kita telah sampai. Turunkan anak-anak itu dan jaga mereka agar tidak kabur!" perintah sang kapten yang membuat anak buahnya langsung menarik paksa Alerina, Lucy, Mavi, Er dan Sage keluar dari kapal.

"Jangan tarik aku seperti itu, dasar bajak laut bau!" umpatnya kepada Makito—bajak laut yang perutnya kembung seperti balon.

Mereka diikat dalam satu tali dan ditarik secara bersamaan oleh tiga bajak laut.

Sage tidak bohong soal bajak laut itu bau. Tidak. Kenyataannya mereka memang sangat bau. Bau ketiaknya sangat menyengat sampai membuat kepala Sage sakit. Mereka seperti tidak mandi selama berminggu-minggu. Bukan hanya tercium bau badan saja dari satu bajak laut. Tapi beragam. Bau ketiak bercampur dengan bau ikan—amis. Tidak bisa dijelaskan bagaimana.

"Aku bisa saja memenggal kepalamu saat ini," ancam Makito yang tiba-tiba mengubah nadanya menjadi nada serius yang seketika membuat Sage terdiam.

Mereka ditarik, di bawa turun dari kapal. Mereka turun melewati sebuah papan yang sudah seperti jembatan. Kaki mereka basah menginjak air laut dan sensasi butiran kasar dari pasir pantai.

"Apa yang kita lakukan disini?" tanya Alerina bingung sembari menatap sekelilingnya.

Sebuah pulau kosong yang ditumbuhi pohon-pohon yang tinggi menjulang. Pohonnya terlihat sangat hijau. Lebih hijau dari daun pohon biasanya. Seperti—mereka sangat sehat.

"Kita akan mengambil makanan, anak kecil." Tiba-tiba sebuah suara yang lembut menyapa indra pendengaran Alerina, membuat gadis itu spontan menoleh ke arah kirinya.

Tepat di kirinya, seorang bajak laut dengan bandana hitam di kepalanya tersenyum ramah ke arahnya, membuat gadis itu tersentak dan spontan menjauhkan badannya. Sorot matanya menunjukkan ketakutan.

Melihat kemunculan bajak laut yang tidak pernah mereka lihat selama di kapal, Er spontan meletakkan tangannya di bahu Alerina. Mavi langsung melingkarkan lengannya di leher Alerina juga di leher Lucy, menarik gadis itu mundur ke belakang. Sedangkan Sage sudah bersembunyi di belakang Er dengan tangan Er yang memegang punggung Sage.

Merasa dirinya adalah ancaman, bajak laut itu spontan tertawa. "Ahaha, tenang. Aku bukan bajak laut yang jahat."

Ia tertawa ramah, seolah-olah mereka adalah teman.

"Sebenarnya, aku juga tawanan," jelasnya membuat mereka berlima seketika mengurangi rasa ancaman dan cemas. "Jangan takut padaku. Aku tidak jahat seperti badut bau di samping kalian ini," katanya sambil mengode mata Makito yang sedang menarik mereka menggunakan tali.

Makito yang tersindir pun langsung menatap bajak laut ramah itu sinis. "Cyrus, diam atau aku akan memutar kepalamu."

Bajak laut berbandana hitam yang diketahui bernama Cyrus itu malah tertawa kering. "Aku bercanda. Kau kan sangat tampan, Kito. Semua perempuan di negeri ini tidak ada yang tidak terpesona kepadamu."

"Pfft."

Mendadak Sage melepaskan tawanya yang tertahan, membuat Makito langsung menatapnya tajam. Seketika Sage terdiam, mendatarkan raut wajahnya yang tadinya berusaha menahan tawa dan langsung mengalihkan pandangannya ke sembarang arah agar matanya tidak bertemu dengan sorot mata tajam Makito.

Setelah itu, tidak ada yang berbicara lagi. Mereka dibawa masuk ke dalam pulau yang diisi dengan pohon tinggi menjulang. Saat mereka masuk semakin dalam, mata Alerina berbinar.

Ada begitu banyak buah-buahan segar. Benar-benar sangat banyak. Ini seperti kebun buah-buahan yang sangat segar.

Apel-apel merah yang masih berada di pohon warnanya sangat merah dan mengkilat. Apelnya benar-benar terlihat lezat dan menggiurkan. Satu pohon apel itu membuahkan ratusan apel yang segar. Kemudian ada pohon kelapa. Ada puluhan kelapa dalam satu pohon kelapa tersebut, membuat mata Alerina semakin berbinar.

Ini sangat tidak masuk akal.

"Aku tau ini. Kita berada di pulau Cassius," kata Er. Peri yang mengetahui berbagai informasi. "Peri buah..."

Setelah Er mengatakan itu dengan mata yang masih memandangi sekelilingnya, mereka diperintahkan untuk duduk oleh Makito. Mereka duduk di atas pasir dan di atas pohon yang tumbang.

Kemudian, para bajak laut itu berpencar. Mengambil segala jenis buah dengan sangat gila. Mata mereka berbinar dengan mulut yang berair seperti melihat harta karun.

"Buah-buah di sini rasanya sangat lezat dan tidak ada yang bisa menandingi rasa buah dari pulau manapun." Lagi, bajak laut ramah alias Cyrus itu muncul secara tiba-tiba dan menjelaskan tentang keistimewaan pulau ini.

Alerina mengangguk paham. Pantas saja buahnya terlihat sangat mengkilat dan besar dari ukuran buah pada umumnya.

TUKK

Tiba-tiba sebuah apel jatuh tepat di depan Alerina yang sedang duduk di atas pasir. Gadis itu seketika mendongak ke atas pohon. Ternyata di atasnya adalah pohon apel. Setelah mengamati buah apel yang jatuh itu cukup lama, gadis itu mengambil apel tersebut. Membersihkannya dari pasir dan bersiap untuk memakannya.

Namun, saat apel tersebut sudah hampir ia gigit, Cyrus langsung mengambil apel tersebut, membuat Alerina menatap Cyrus dengan kening mengkerut.

"Aku sarankan jangan makan buah-buahan saat berada di pulau ini. Kau bisa memakannya saat di kapal. Aku menyarankanmu," katanya dengan tatapan yang sangat lembut dan ramah. Seperti bukan khas dari seorang bajak laut yang sangar dan mengerikan.

Alerina terdiam. Entah kenapa tatapan sang bajak laut yang mengaku sebagai tawanan itu memiliki sebuah arti yang dalam saat matanya menatap mata Alerina.

"Matamu benar-benar mirip dengan seseorang yang sangat aku kenal," kata Cyrus lagi. Kali ini tatapannya sangat dalam. Pria itu menatap mata cokelat Alerina, menelisik tiap inci dari mata gadis itu dan memicing.

Cyrus merasakan deja vu.

"Katanya kau tawanan? Jadi kau penyihir?" Sage tiba-tiba menceletuk karena ia merasa bosan. Pemuda itu melempar-lemparkan sejumput pasir ke arah depannya.

Dengan sederet gigi yang putih dan rapi, Cyrus menjawab dengan senyuman ramah. "Aku bukan penyihir."

"Lalu? Manusia?"

Mendadak Cyrus terdiam. Ada sebuah kilatan bayangan masa lampau yang memenuhi otaknya. Namun dengan segera, pemuda itu menggelengkan kepalanya. Menepis segala ingatan-ingatan lamanya.

"Ohh, ternyata kau tau manusia juga, ya—"

"Jadi benar kau adalah manusia?"

"Bukan."

"Lalu? Kau apa? Tidak mungkin kau peri—"

"Benar. Aku adalah peri Bulan."

Jawaban dari Cyrus itu membuat mereka semua menaikkan kedua alis terkejut. Sage menggeleng tidak percaya.

"Jangan berbohong! Kalau kau peri, lantas kemana sayapmu?!" Entah kenapa Sage jadi meninggikan suaranya. Maklum, ia cepat marah. Emosinya sangat mudah dipancing. Ditambah kesabarannya hanya sebesar semut hitam.

Mendengar pertanyaan Sage, Cyrus terdiam. Matanya yang bulat seperti mata boneka itu menatap Mavi, Er, Lucy dan Sage satu per satu. Seperti, mereka sedang menunggu jawaban Cyrus.

Cukup lama ia terdiam, namun setelah lima belas detik kemudian, Cyrus tersenyum hangat.

"Mereka memotong sayapku."

CYRUS

Poor Cyrus

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Poor Cyrus

Fae CircleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang