35. war in paprilla's island will begin

201 37 0
                                    

"Ohh, jadi itu burung."

"Sage!" Dengan cepat Froze membekap mulut Alerina yang nyaris berteriak itu.

Sage melirik sekilas ke arah Alerina dengan tatapan sinis dan cuek. "Hm, ini aku."

Alerina membulatkan matanya tak percaya melihat kehadiran Sage yang entah sejak kapan sudah berada di belakang mereka. Alerina yang tadinya ingin menyambut penyihir itu dengan antusias dan hangat, mendadak mengurung niatnya ketika mengingat kejadian yang Sage lakukan kepadanya setengah jam yang lalu.

Seketika Alerina menatap Sage sinis, membuat yang ditatap sinis menaikkan kedua alisnya dan mengangkat dagunya, mencoba menantang gadis itu.

"Apa?" tanya Sage dengan wajah yang super menyebalkan.

Alerina menatap Sage sinis. "Beberapa waktu lalu ada yang mengatakan, 'baiklah, aku akan pergi. Jangan cari aku lagi!', aku yakin ada yang mengatakan seperti itu tadi."

Mendengar ucapan Alerina yang jelas-jelas sedang menyindirnya, seketika sorot mata sinis terbentuk di wajahnya. Ia langsung menatap Alerina tak suka.

"Ck, mati-matian aku membawa diriku ke sini, malah diusir. Baiklah, kali ini aku akan benar-benar pergi—"

Anak itu sudah bangkit dari duduknya dan bersiap-siap untuk melangkah pergi, namun Cyrus langsung menahan penyihir itu. "Hey, kenapa kau ini sensitif sekali, sih? Duduklah dan diam."

Kemudian Sage kembali duduk, memegang sapu tua itu dengan erat. Ia kemudian memelototi Alerina yang menatapnya sinis.

"Ck, lihatlah Tuan Poh. Dia sangat menyebalkan bukan? Tidak mungkin dia adalah tipeku. Dia sangat cerewet dan menyebalkan!" omelnya dengan bibir mengerucut, menatap Tuan Poh yang terbaring di tanah.

"Apakah dia sudah gila sekarang? Bisa-bisanya dia berbicara kepada sapu," tegur Alerina yang membuat mereka semua seketika menoleh ke arah gadis yang duduk paling depan.

"Diamlah, aku sedang tidak ingin ribut."

"Haha, apakah kau marah? Omeli saja sapu tuamu yang bisu itu!"

"Hey! Jangan memarahi Tuan Poh—"

"Ohh? Apakah sapu jelek itu punya nama sekarang? Apakah dia yang memberikan nama? Namanya jelek sekali seperti orangnya!"

"Kau ini kenapa, sih? Aku sudah diam ya!"

"Aku masih dendam denganmu ya, telur asin! Kau dan sapu jelekmu itu menjatuhkan aku di laut tadi—"

"Sudah kuduga dia akan ikut menyalahkanku juga—" Sapu itu berbicara dan langsung dipotong oleh Sage.

"Tuan Poh, diamlah."

"Apakah dia benar-benar gila?" kata Alerina dengan kening mengkerut. Tangannya menunjuk Sage yang menghela napas kesal.

"Dasar manusia bodoh!"

"Apa!"

"Sudah sudah." Er langsung menahan Alerina yang berniat memukul penyihir itu. Bisa Er lihat wajah Alerina yang merah padam karena marah. Ia juga bisa melihat Alerina yang begitu emosi dari gertakkan giginya.

"Lihatlah, dia sudah sangat gila berbicara dengan sapu." Sage tak peduli, ia hanya menjulurkan lidahnya, membuat emosi Alerina semakin tersulut.

"Hanya penyihir yang bisa berkomunikasi dengan sapu, wajar kau menganggapnya gila," jawab Demetrius yang membuat kedua alis Alerina terangkat.

Apa katanya? Berarti sapu bisa berbicara?

"Ini adalah hadiah untukmu dan juga sebagai permintaan maafku. Bukankah, kau suka peri?"

"Ahh kau baik sekali, Ores. Tak perlu repot-repot, aku akan mengambil salah satunya dengan senang hati."

Dua peri Kakak-Beradik yanh sedaritadi menjadi tahanan itu terlihat ketakutan. Mata keduanya bergetar. Pupil mata hitam legam keduanya membesar dan bergetar. Mata sebening air itu mulai terasa panas. Suhu tubuh kedua peri itu mulai panas-dingin. Bibir keduanya kering dan pucat mendengar ucapan Aprilla dan Ores.

Lucy langsung mendekap Mavi dengan erat. Napasnya mendadak sesak. Ia bisa mendengar detak jantung sang kakak yang berdetak kencang, namun sebaliknya, reaksi yang diberikan Mavi sangatlah tenang.

Rambut tebal dan bergelombangnya dielus tenang oleh Mavi. "Tenang. Tidak akan terjadi apa-apa. Percaya kepadaku—"

Tiba-tiba mereka merasakan rantai besi yang mengikat di beberapa bagian tubuh mereka sedikit bergetar. Rantai besi yang menjalar sampai ke tanah dan diikat dengan sebuah pemberat itu berbunyi, membuat atensi keduanya teralihkan.

Lucy yang sedang memeluk sang kakak dengan hati yang dipenuhi rasa takut pun seketika menjauhkan tubuhnya dan mulai menatap sekitarnya. Begitupun juga dengan Mavi.

Keduanya seketika menatap sekeliling mereka. Tidak ada yang mencurigakan. Tidak ada yang melakukan pergerakan. Para bajak laut-bajak laut itu terlihat fokus mendengarkan percakapan antara Ores dan Aprilla.

"K-kakak..." gumam Lucy dengan suara bergetar dan lirih.

Mavi seketika waspada. Ia langsung memasang badan di depan adiknya, menatap sekelilingnya sekali lagi dengan penuh waspada. Mencari-cari penyebab rantai mereka bergetar-getar dan berbunyi.

"K-kakak, aku sangat takut—"

"Sstt! Sssttt! Psssttt!"

Seketika rasa takut yang memenuhi dada keduanya itu terasa sangat melegakan ketika melihat dari jauh sana—tujuh orang yang ia kenal terlihat bersembunyi di balik semak-semak.

Mavi akhirnya tau penyebab rantai yang mengikat tubuhnya bergetar dan berbunyi. Sosok anak laki-laki berjubah hitam terlihat sedang melayang-layangkan tongkat ke arah rantai-rantai itu, membuat senyumnya terbit.

Seketika mata Lucy berbinar ketika melihat Alerina tersenyum kepadanya dan melambai-lambaikan tangannya. "Lowii!"

"Alerina!" bisiknya girang.

Senyum Mavi dan Lucy terbit begitu lebar melihat kehadiran teman-temannya yang datang untuk menyelamatkan mereka. Alerina menggerakkan mulutnya tanpa suara yang dapat ditangkap oleh dua peri tahanan itu.

"Kami akan menyelamatkan kalian!"

"Kalau begitu, tunggu apalagi? Ayo lakukan dengan cepat. Aku tidak sabar melihat mereka terbaring kurus kering tanpa memiliki kekuatan apapun."

Fae CircleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang