Kamar gelap, hanya diterangi cahaya dari sebuah lentera yang berisi kunang-kunang. Furniture-furniture yang hanya terbuat dari kayu, tepat di kasur kayunya, seorang laki-laki dengan kaki yang menjulur sampai ke lantai tampak tertidur pulas.
Tubuhnya begitu tinggi, sampai tubuhnya tidak muat di atas kasur.
Laki-laki yang tadinya tertidur pulas mendadak membuka matanya lebar-lebar seperti orang terkejut. Pemuda itu langsung terduduk tegak, melihat sosok wanita yang terlihat baru ingin masuk ke kamarnya. Wanita itu tampak sama terkejutnya seperti Jasver.
"S-siapa kau?!" Jasver bertanya dengan detak jantung yang berdebar begitu cepat karena takut.
Wanita yang sedang membawa nampan kayu berisi secangkir teh itu kemudian tersenyum, terus berjalan masuk ke dalam kamar yang ditempati Jasver, tak menjawab pertanyaan Jasver.
"Jadi, kalian berdua adalah anak Florence? Kalian sudah besar-besar sekali."
Secangkir teh diletakkan dengan lembut di atas meja kayu. Dahlia—Ibu Mavi tersenyum hangat menatap laki-laki tinggi tanpa sayap yang terlihat sangat kikuk.
Jasver dengan kantung mata bengkak dan super hitam pun tersenyum kaku dan mengambil secangkir teh hangat secara perlahan.
Perwira itu baru bangun dari pingsannya.
"Apakah perasaanmu membaik? Omong-omong, aku Dahlia," kata Dahlia dengan senyuman yang sangat hangat ketika Jasver meneguk teh nya.
Jasver mengangguk. "Iya, aku merasa lebih baik. Terima kasih."
"Kau pasti sangat terkejut, kan? Melihat orang-orang di sini mempunyai sayap—apa lagi kata Florence? Ah iya, orang-orang di sini seperti yang ada dalam cerita dongeng."
Jasver diam. Otaknya masih belum bisa mempercayai apa yang terjadi kepadanya saat ini.
Dahlia tersenyum kala melihat anak sulung temannya hanya diam, seperti orang bingung dan takut. "Dahulu, Ibumu adalah sahabatku."
Jasver mendengarkan, walaupun sorot matanya tak menatap Dahlia yang menyambutnya dengan hangat.
"Ibumu pernah datang ke mari dan kami bermain bersama setiap hari. Saat itu, ia mengatakan bahwa ia berhasil kabur dari bajak laut—"
"Apa?! Bajak laut?! Mereka juga ada di sini?!" Mata Jasver membulat sempurna, sampai rasanya matanya ingin keluar dari tempatnya.
Ada berapa banyak makhluk dongeng lagi yang ada di sini?!
Dahlia tertawa pelan dan mengangguk. "Iya. Mereka ada. Adikmu, Alerina juga berhasil kabur dari bajak laut itu. Adikmu—adikmu berhasil menyelamatkan kedua Anakku..."
Jasver makin terdiam mendengar ucapan Dahlia.
"Omong-omong, kata Mavi kau tadi pingsan. Jadi ia membawamu ke mari," kata Dahlia lagi kemudian menyalakan saklar lampu.
Jasver mengerutkan keningnya. Berusaha mengingat kejadian sebelum ia pingsan. Tapi, siapa Mavi?
"Mavi?"
"Ahh, dia Anakku. Anak keduaku—"
"Alerina? Dimana dia? Dimana adikku?!"
"Tenang, dia ada di bawah bersama teman-temannya—"
Belum menyelesaikan ucapannya, Jasver langsung berlari cepat menuruni anak tangga kayu rumah Dahlia. Dan saat di pertengahan tangga, ia bisa mendengar suara tawa dan ricuhnya suara dari lantai bawah.
"Al!" Jasver langsung memeluk Alerina yang tengah duduk di lantai bersama teman-temannya yang lain.
"Kak Jasver?! Kakak sudah sadar! Syukurlah!" Alerina langsung berdiri dan balas memeluk sang kakak.
"Kau tidak terluka, kan?! Kau tidak apa-apa!?" Jasver melepaskan pelukannya, memegang wajah mungil adiknya, membalik-balikkan wajah itu ke kanan dan ke kiri, memastikan adiknya tidak memiliki luka sedikitpun.
Alerina tersenyum. "Aku tidak apa-apa, Kak Jasver. Tapi lihat kantung mata Kakak, sangat hitam, apakah Kakak baik-baik saja—"
"Bagaimana aku bisa baik-baik saja ketika kau menghilang selama dua bulan, Alerina!" Jasver membentak gadis itu dengan nada tinggi, membuat suasana mendadak hening.
"K-kak—"
"Kenapa kau berani bertanya seperti itu, hah! Sungguh! Aku bersumpah akan membunuh diriku sendiri jika aku tidak menemukanmu, Al!"
Seluruh orang yang menyaksikan itu bisa merasakan aura tegang. Mereka bisa merasakan rasa campur aduk dari aura Jasver.
Jasver mengguncang-guncangkan tubuh Alerina. Alerina hanya bisa terdiam kaku, memandangi mata Jasver yang merah dan berkaca-kaca. "Sungguh! Aku sangat marah! Aku benar-benar marah karena kau telah menghilang, Al! Aku benar-benar marah pada diriku sendiri!"
Jasver menatap Alerina dengan tatapan sendu, begitupun juga dengan Alerina. Bibir gadis itu tiba-tiba bergetar hebat bertatapan dengan mata penuh emosional dari kakaknya.
Jasver tak kuasa menatap mata Alerina. Perwira itu dengan kaki bersimpuh, ia menundukkan kepalanya dengan kedua tangan yang masih setia memegang bahu adiknya.
"Aku benar-benar minta maaf karena telah meninggalkanmu sendiri. Aku sungguh minta maaf. Aku benar-benar minta maaf..."
Mendadak mata gadis itu terasa panas. Bibirnya bergetar hebat mendengar permintaan maaf dari Jasver yang sangat tulus itu. Matanya bergetar dan berkaca-kaca, detik kemudian bulir-bulir cairan bening mengalir begitu saja.
"Aku kira Kak Jasver tidak menyayangiku—"
"Al! Bagaimana bisa aku tidak menyayangimu disaat selama ini aku hidup hanya untukmu, Al! Aku bertahan hanya untukmu, Al. Bagaimana bisa aku tidak menyayangimu?!" Jasver menatap Alerina dengan pandangan yang buram karena air mata. Dadanya mendadak sesak saat adiknya mengucapkan kalimat itu.
"Al, saat ini, detik ini, tempat aku berdiri ini, tubuhku bertahan sampai detik ini hanya untuk dirimu, Al..."
Pecah. Pecah sudah tangisannya. Isakan yanh sedaritadi Alerina tahan pecah begitu saja.
Jasver menatap Alerina dengan tatapan penuh kasih sayang. Tangannya mengelap air mata adiknya yang terus terisak. "Maafkan Kakakmu yang sangat jahat ini. Maafkan Kakakmu yang selalu meninggalkanmu sendirian dan selalu menitipkanmu kepada Bibi Sorin. Aku benar-benar minta maaf..."
Alerina semakin mengencangkan tangisannya.
"Aku bekerja selama ini untuk memenuhi kebutuhanmu, Al. Aku hanya memikirkanmu. Aku sama sekali tidak peduli dengan penampilanku, aku tidak peduli dengan makanan basi yang aku makan beberapa kali, aku tidak peduli dengan pakaian-pakaian lusuh yang telah aku pakai selama bertahun-tahun, tapi kau—Kakak sangat memedulikanmu, Al. Kakak sangat ingin kau hidup dengan sangat baik..."
Bahu Alerina semakin bergetar. Tangisannya semakin pecah tiap kali kata-perkata keluar dari mulut sang kakak.
"Ayo pulang, Al. Kakak berjanji tidak akan meninggalkanmu lagi kali ini. Kau mau kita bermain seharian, kan? Ayo kita lakukan! Kau mau aku melakukan cerita dongeng tiap kau ingin tidur? Kakak akan melakukannya!"
Alerina hanya diam, memandangi sang kakak dengan pandangan buram.
"Ayo pulang dan kita hidup kembali seperti yang kau inginkan..."
"Let's go home..."

KAMU SEDANG MEMBACA
Fae Circle
Roman pour AdolescentsBerawal dari mencari sebuah jamur melingkar saat sedang melaksanakan perkemahan, yang konon katanya merupakan jalur masuknya para peri ke dunia mereka. Alerina, gadis yang sama sekali tidak mempercayai mitos itu tiba-tiba masuk ke dalam dunia peri...