BIG SIN III - One

1K 29 2
                                    

Multimedia: Mauria Mahardika Sadewa

*-----*

What a great start, pikir Dika saat gadis tomboy itu mendapatkan kabar kalau restoran yang di urusnya belakangan ini hampir terbakar habis karena korsleting listrik beberapa saat lalu ketika ada badai menerpa.

Harusnya hari ini Dika sedang upacara penerimaan mahasiswa baru di universitas yang sama dengan Zahra. Tapi malam tadi ia mendapat telepon dari salah satu pegawainya bahwa ia menemukan gemercak api yang menyala begitu besar dari arah atap Restoran Mahardika.

Gadis tomboy yang sedang mengurut kepalanya itu meruntuk berkali-kali. Ia sedang membutuhkan banyak uang untuk pembiayaan kuliah dirinya dan juga Zahra. Belum lagi kebutuhan mereka berdua di rumah.

Hhhhh, what a great start. Sarkas Dika di dalam kepalanya sekali lagi.

Dengan berat hati, Dika berkunjung ke kediaman Mahardika untuk meminta bantuan dari orangtuanya meskipun Dika sangat yakin bahwa hasilnya adalah nihil belaka.

Mobil milik Ayah Dika terparkir rapi di depan garasi yang terbuka. Sepertinya ia belum berangkat ke perusahaannya.

Dengan langkah yang terkesan ragu, Dika mendekat pada pintu utama sebelum akhirnya membukanya untuk mendapatkan bahwa Ayah Dika sedang terduduk tepat beberapa meter di hadapannya.

Kehadiran Dika seolah diketahui oleh beliau sampai ia menunggunya dengan tangan tersilang dan wajah tegas andalannya.

"Seperti yang Ayah harapkan. Kau akan menyerah pada masanya" ujaran bernada sarkastik itu menyambut Dika saat ia menyelonong masuk lantas duduk di sebrang Ayahnya.

Enzi Dipta Mahardika. Lelaki yang usianya tak lagi muda dengan tampang yang masih saja terlihat tampan dan menggoda itu mencebik. "Kau membutuhkan uang?" tebak Ayah Dika yang lebih sering dipanggil menggunakan nama tengahnya.

Dika mengangkat alis seolah memberikan pertanda bahwa tebakan Ayahnya benar "Bagaimana bisnismu?" lanjut si lelaki sebelum akhirnya melipat kakinya sehingga bertumpukan satu sama lain.

Masih belum menjawab, Dika mengedigkan bahunya "Seperti yang Ayah lihat. Aku berantakan karena kebakaran semalam" akunya menghapus ego.

Dipta menyunggingkan senyum kecil "Berapa kerugiannya?"

"Sekitar dua puluh lima juta"

Sang Ayah melipat tangannya di dada "Peralatan dan pekerja? Apa mereka tak apa?"

Dika mengangguk "Ya" jawab gadis tomboy itu singkat.

"Bagaimana dengan gadismu?"

Sial! Umpat Dika di dalam kepala "Dia baik saja"

"Apa jangan-jangan dia tidak ikut-ikutan dengan urusan uang di antara kalian berdua?" tebak Dipta yang memang benar adanya.

Dika terdiam, ia tidak mengelak apalagi mengiyakan dan kesunyian itu membuat Ayah Dika mengeluarkan selembar kertas dan pena "Berapa?"

Gadis tomboy itu mengerutkan keningnya "Ayah akan meminjamkanku uang?"

"Ya. Kau perlu berapa?"

"Apa Ayah tidak melarangku untuk berhubungan dengan Zahra lagi?"

"Kau perlu uang. Bukan restu dariku"

Dika menarik napas panjang. Tak apa, pikirnya. Setidaknya ia mendapatkan apa yang sangat ia butuhkan untuk memperbaiki bisnisnya dan juga membantu dirinya dalam membiayai kehidupan dirinya dan Zahra.

BIG SIN III Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang