Multimedia: Khumaira Azzahra dan Mauria Mahardika Sadewa.
*-----*
Zahra menggenggam erat tangan Ayahnya yang tersenyum haru saat ia melihat gadis cantik itu dalam pakaian pengantin. Di depannya, ada cermin yang sedang mentampakkan bayangan Zahra yang belum selesai di hias. Sementara Ayahnya tampak haru karena melihat putrinya akan segera dipinang di depan banyak orang yang sudah mulai berdatangan, Ibu gadis cantik itu justru tersenyum pada dua orang yang sangat dicintainya sedang seling berpegangan.
Zahra tak menyangka, waktunya sudah tiba.
Gadis cantik itu sekarang tengah mengatur degup jantung yang memburu tidak menentu. Ia melihat Ayah sambungnya mengenakan setelan Jas formal berwarna hitam yang disesuaikan dengan Ibunya yang juga mengenakan setelan dress mewah yang sama-sama berwarna hitam.
Tema pernikahan Zahra serta Dika di design se unik dan ciamik mungkin oleh gadis tomboy itu. Zahra tak ikut turun tangan dengan segala hal yang berkaitan dengan hari spesial ini. Dika tak pernah mengizinkan kekasihnya memberikan saran jika saja gadis tomboy itu tidak memintanya. Hal terakhir yang gadis tomboy itu tanyakan tentang pernikahan terhadap Zahra hanyalah pendapat soal beberapa hidangan yang akan disediakan.
Dika menepati janjinya untuk menikahi Zahra di luar negeri. Mereka tengah berada di Amerika sekarang. Lebih tepatnya, di sebuah hotel yang disulap sedemikian rupa untuk merubah aulanya menjadi tempat pernikahan. Untuk pertama kalinya, Zahra tak mengenakan hijab.
Hal itu sempat jadi perbincangan serius antara Dika dengan Zahra beberapa minggu kebelakang. Awalnya, Zahra bersikukuh tidak ingin melepaskan hijab meskipun dirinya akan menikah di luar negeri dan dengan seorang perempuan. Namun, setelah dipikir kembali, gadis cantik itu akhirnya rela melepaskan selembar kain dari atas kepalanya di hadapan banyak orang yang berkunjung di hari ini untuk menyesuaikan diri.
Kini, kepalanya hanya di tutup oleh sebuah kain tipis berwarna putih. Rambutnya dibiarkan tergerai sampai se punggung sementara pakaian cantik berwarna putih yang membungkusnya tampak elegan. Gaunnya tak begitu merepotkan, itu tidak terlihat sangat megah namun tetap cantik di tubuh Zahra yang sedikit kekurangan isi.
Setelah selesai dengan segela macam hiasan yang ditempelkan terhadapnya, Zahra melirik pada Ghani. Lelaki yang sedari tadi tak banyak bicara namun tetap melihat dirinya dengan pandangan haru entah mengapa "Ayah" bisik Zahra saat ia berdiri di antara kedua kakinya. Kini, tinggi Zahra serupa dengan Ghani karena ia mengenakan high heels untuk memperlengkap kecantikannya "Sampai saat ini, aku belum tahu alasan kenapa Ayah tiba-tiba mengizinkan aku menikah dengan Mauria"
Ghani tersenyum kecil. Lelaki itu mendekat dan mengelus pucuk kepala milik Zahra sambil sesekali melirik pada Nurunnisa yang kini juga sudah berdiri dalam balutan gaunnya "Melihat keyakinan kamu dengan Dika merupakan sebuah keajaiban yang membuat kekeras kepalaan Ayah menghilang seketika. Dika sudah berapa kali Ayah pukul, sudah berapa kali Ayah tampar, sudah berapa kali Ayah caci, sudah berapa kali Ayah usir, tapi wanita itu tangguh dalam memperjuangkan kamu" lelaki itu tersenyum haru "Melihat kamu sama-sama berjuang dengannya, meskipun ini dilarang dan menentang membuat Ayah teriris sakit. Kalian memiliki tanggungjawab dan keinginan sendiri, Ayah hanya mampu mendoakan yang terbaik di antara kalian berdua"
Zahra hampir menangis. Ia menengadahkan kepalanya untuk menjaga air itu agar tidak jatuh dari kelopak matanya yang sudah dihias sedemikian rupa oleh penata makeup. Perjuangannya. Perjuangannya dengan Dika selama bertahun-tahun lamanya ternyata tidak berakhir sia-sia. Baik itu Nurunnisa ataupun Ghani, keduanya memang tidak memberikan lampu hijau pada hubungan mereka yang menentang norma serta agama bahkan budaya di negerinya. Tapi, melihat kedua orangtuanya bahkan sampai merelakan diri untuk ikut andil dalam kesalahan Dika serta dirinya dalam menjalin hubungan adalah segala sesuatu yang tentunya di luar nalar Zahra.

KAMU SEDANG MEMBACA
BIG SIN III
Teen Fiction"Bersamamu memang tak mudah. Tapi aku tak sanggup jika tanpamu" -Mauria Mahardika Sadewa. By: Riska Pramita Tobing.