Multimedia: Mauria Mahardika Sadewa.
*-----*
Sudah satu bulan lebih ini Dika terus menyinggung masalah pernikahan atau pertunangan di antara hubungan Zahra dan dirinya, tapi Zahra tak pernah menganggap serius tentang apa yang mereka bicarakan. Gadis cantik berpipi tembam itu pasti hanya menanggapi dengan anggukan, senyuman atau bahkan penolakan sekalipun.
Dika sempat berpikir bahwa mungkin saja Zahra tak menganggap obrolan darinya serius sehingga kekasihnya itu hanya menganggapi sebagai candaan belaka. Contohnya saja dua hari yang lalu saat mereka bermain-main ke mall untuk mencari baju baru dan Dika melirik pada gaun pengantin yang di pajang di manequin paling depan. Gaun yang terkesan sederhana itu sempat membuat Dika bertanya pada gadisnya soal pendapat bagaimana jika Zahra memakai gaun seperti itu saat pernikahan mereka. Saat itu, Zahra hanya tersenyum kecil untuk menanggapi dan itu terasa menyakitkan bagi hati Dika.
Dika tahu kalau hubungan yang ada di antara mereka hanyalah ketidakmungkinan belaka, tapi ia ingin melihat gadisnya ikut berjuang seperti dirinya yang tengah pusing memikirkan cara untuk mendapatkan restu dari orangtua mereka. Mendapatkan seorang pasangan yang bahkan tak ingin berjuang untuk bersama rasanya sangat melelahkan, dan Dika sedang berada di posisi itu sekarang.
"Kenapa hanya diam saja? Kupikir kamu ingin membicarakan sesuatu yang serius?" Dika melirik secara lambat pada gadis tomboy dengan setelan formal di hadapannya. Gadis itu tampak baru saja memangkas rambut sehingga membuat penampilannya terkesan sangat gagah dengan balutan jas hitam berlapis kemeja biru tua. Meskipun lengan jasnya sudah digulung sampai sebatas sikut, ia tetap saja terlihat rapi jika harus dibandingkan dengan Dika yang masih mengenakan setelan kuliahan.
Sambil menikmati air soda yang terletak di atas meja, Dika melirik pada gadis di hadapannya "Kapan kau akan menikahi Laras?" pertanyaan yang terkesan seperti ujaran muntahan itu sedikit membuat Kayra tersentak kaget. Gadis tomboy itu kemudian memasang wajah serius saat menatap Dika dengan seksama "Apa kamu ingin menikahi gadismu?" dua anggukan pasti dari Dika menjawab semuanya.
Kayra menyenderkan punggungnya kembali ke kursi disertai tarikan napas yang cukup panjang "Aku masih memikirkannya"
"Memikirkannya?" alis rapi milik Dika terangkat menandakan keheranan yang tepat.
Kayra mengangguk pelan "Ya" jawabnya lirih sebelum melanjutkan "Laras bisa saja berubah pikiran dan ingin menikah dengan laki-laki suatu saat. Aku tidak ingin buru-buru. Lagipula, pernikahan adalah sesuatu yang sangat serius. Aku masih ingin bersenang-senang"
Dika menggeleng tidak percaya "Gadis gila" komentar Dika yang langsung saja dihadiahi tawa oleh lawan bicaranya "Kalau saja Khuamaira ingin menikahiku seperti Laras ingin menikahimu, aku tidak akan ragu dan langsung membawanya ke pelaminan" lanjut Dika dengan membara seolah ia kesal pada Kayra yang justru melepaskan kesempatan ini.
Kayra yang masih tertawa seketika menghentikan suara renyah itu dan menatap Dika dengan pandangan lurus yang tampak menantang "Pelaminan mana yang akan menerima dua wanita menikah?"
Seolah tersadar, Dika kemudian mengambil napas panjang pertanda menyerah. Pernikahan dua wanita memang tidak akan pernah bisa dilakukan di negeri ini. Benar kata Kayra, seharusnya ia tidak terburu-buru. "Dengar. Aku memang beruntung bisa mendapatkan Laras dan menerima suport sistem yang baik dari pihak keluarganya. Tapi harusnya kamu juga merasa beruntung karena sudah dicintai oleh wanita secantik Khumaira"
Dika mendesis kecil "Zahra. Jangan panggil dia dengan Khumaira. Itu khusus untukku" bantah Dika tak terima.
Sedikit terkekeh, Kayra kemudian menurut "Zahra" ulang Kayra mengikuti perkataan gadis tomboy di hadapannya.
Sambil menyilangkan tangan di depan dada, Dika mengangguki saran dari Kayra terhadapnya. Tapi, ia juga ingin merencanakan masa depan dirinya dengan Zahra mulai hari ini. "Apa kau tidak pernah berpikir untuk benar-benar menikahi Laras?"
Kayra mengangguk "Tentu aku pernah memikirkannya. Aku bahkan sudah merencanakan pernikahan di luar negeri. Mungkin juga akan memiliki anak lewat jalan bayi tabung. Tapi itu membutuhkan biaya yang banyak dan tanggung jawab yang besar" ia sedikit menyesap minumannya sebelum melanjutkan "Bukan cuma kamu yang terlibat, tapi dia dan mereka. Kamu harus memikirkan perasaannya dan juga perasaan orang lain yang bersangkutan. Jangan terlalu egois untuk itu. Aku tahu kamu ingin memiliki Zahra seperti sebagaimana aku ingin memiliki Laras selamanya. Tapi ini bukan cerita romansa dalam novel yang dibuat seenaknya. Ini kehupan nyata. Jangan bermain-main dengannya"
*--BIG SIN III 2023 By Riska Pramita Tobing--*
Suara debuman cukup keras itu membuat Zahra melirik ke arah suara untuk menemukan beberapa buku tergeletak dihadapan Dika yang tampak kerepotan. Setelah lebih dulu mematikan kompor dan melepas celemek yang ia kenakan, Zahra akhirnya mendekat dan membantu kekasihnya untuk membawa beberapa buku dari tangannya "Buru-buru banget. Mau ngerjain apa sih?"
Dika sedikit terkekeh "Kamu nggak akan suka jawaban yang akan aku kasih. Tapi kalau aku bohong, kamu akan lebih nggak suka" mulai Dika setelah mereka kini terduduk di sofa dan meletakkan buku serta laptop di atas meja "Aku mau merencanakan pernikahan di luar negeri" lanjut si tomboy membuat Zahra yang sedang membenarkan kuciran rambutnya melirik.
Gadis itu memberikan senyum kecil pada kekasihnya yang tampak fokus mengetik sesuatu di laptopnya "Danna" bisik Zahra yang langsung menarik perhatian Dika padanya. Si cantik berpipi tembam itu menggenggam tangan milik Dika yang kokoh dan mengusapnya dengan lembut, iris mata Zahra tampak terenyuh sesaat sebelum akhirnya menampakkan ekspresi lembut seolah meminta pengertian pada Dika "Aku suka sekali dengan pemikiran kamu yang sudah mempersiapkan masa depan kami. Sungguh" mulai si cantik "Tapi kumohon. Jangan terburu-buru mengambil keputusan"
Harus Dika akui, melihat gadisnya meragu terhadap keputusan yang sudah Dika pikirkan matang-matang itu menyakiti hatinya "Aku tidak terburu-buru, Khumaira. Aku sudah memikirkannya sejak lama" jawab Dika kukuh "Aku bisa membuat kita terikat pernikahan" Zahra mengangguki ujaran si tomboy "Aku tahu kamu pasti bisa melakukannya kalau memang kamu mau" jawab si cantik sambil mempererat genggamannya pada lengan Dika yang mengeras terbawa emosi "Tapi aku tidak ingin kamu terburu-buru"
Dika mengeraskan gerahamnya kesal, ia sudah bosan mendengar kata terburu-buru diucapkan oleh Zahra berkali-kali belakangan ini. Gadis tomboy itu memejamkan mata seraya menarik napas panjang dan mendesahkannya perlahan "Aku bersungguh-sungguh dengan niatku meminangmu, Khumaira. Tapi kenapa kamu begitu enggan di pinang olehku?" karena terbawa suasana, gadis tomboy itu bahkan sampai meninggikan suara pada kekasihnya yang langsung tersentak kaget.
"Bukan begitu.. Tapi"
"Sudahlah. Kita akhiri saja kalau memang kamu tak mau berjuang bersamaku"
"Apa...?
*-----*
Riska Pramita Tobing.
Author Note: Hmmm bau-bau sad ending.
KAMU SEDANG MEMBACA
BIG SIN III
Teen Fiction"Bersamamu memang tak mudah. Tapi aku tak sanggup jika tanpamu" -Mauria Mahardika Sadewa. By: Riska Pramita Tobing.