Multimedia: Mauria Mahardika Sadewa.
*-----*
Zahra terduduk dengan perasaan kaku dan takut sementara Dika tampak acuh saat mereka dipanggil oleh ketua Badan Perwakilan Mahasiswa ke ruangan khusus mereka. Keringat Zahra menjadi dingin seketika saat ia melihat seorang lelaki berperawakan tinggi besar dengan kumis tipis menghiasi wajahnya yang tampak garang menatap kepada mereka berdua.
Sekarang, mereka tengah menunggu pemuda yang sempat di hajar Dika habis-habisan beberapa hari yang lalu.
Selain ada ketua BPM dan mereka berdua, Zahra juga bisa melihat seorang wanita berwajah cantik serta manis terduduk di ujung ruangan. Ia sedari tadi tampak fokus pada ponsel yang tengah menghubungi si pemuda yang tak lama kemudian muncul ke dalam ruangan dengan perban menghiasi wajahnya.
Lelaki itu mendecih sedikit saat melihat Zahra menggenggam erat tangan si tomboy seolah ia ketakutan terhadapnya, tapi ia tetap saja terduduk di samping Zahra untuk menghadap pada ketua BPM yang memanggil ketiganya "Bagaimana lukamu?" ujar si pemuda tampan yang adalah ketua BPM. Meskipun tampak acak-acakan dengan berbagai luka di wajahnya, si pemuda yang di tanyai mengangguk "Sudah membaik" ujarnya dengan ringisan karena memaksakan tersenyum ketika pipinya bahkan masih membiru.
Ketua BPM mendekat pada Dika dan Zahra bisa membaca name tag yang tertempel di jas almamaternya 'Fahrizal Adriansyah' itu namanya. "Bisa tolong jelaskan kejadian pertikaian kalian?" lelaki itu mengambil satu kursi dan terduduk di hadapan Dika serta menyilangkan kedua tangannya di dada seolah mencoba mengintimidasi Dika yang justru terlihat cuek dan tak peduli.
Dika mengangkat dagunya dengan angkuh "Kalau saja dia memiliki sopan santun, saya tidak akan menghajarnya begitu saja" mulai Dika dengan nada tenang namun tegas "Lelaki tak tahu diri itu hampir menyentuh bokong temanku di depan umum. Itu sangat memalukan" lanjutnya.
Tunggu dulu, teman? Itu terasa sangat janggal. Baru kali ini Dika tak mengakui dirinya sebagai seorang kekasih, dan nyatanya itu sangat menyakitkan.
Zahra bisa melihat pemuda itu mengerutkan kening beberapa saat sebelum akhirnya melirik pada Zahra "Apa itu benar?" sedikit terkejut dan takut, Zahra mendekat pada Dika untuk mencari perlindungan namun gadis tomboy itu terdiam tak seperti biasanya.
Gadis cantik berpipi tembam yang terlihat merah itu menggeleng "Aku nggak sadar, dan dia memang belum sempat menyentuh bokongku. Dika berjalan di belakangku dan mungkin Dika melihatnya lebih dulu dibanding aku merasakannya" lidah Zahra terasa geli dan gatal saat ia memanggil kekasihnya dengan menggunakan nama awal, ia bahkan yakin bahwa gadis itu terlihat tersentak sebentar sebelum akhirnya memasang wajah datar kembali.
"Daerah sana tidak terpasangi CCTV. Tapi teman saya yang duduk di pojokan itu ada ketika kejadian" Fahrizal menunjuk gadis cantik yang sedari tadi diam dengan dagunya sehingga membuat gadis itu menoleh malas pada mereka berempat. "Mendekatlah. La" gadis yang barusan di panggil 'La' itu mendekat dengan patuh dan memperlihatkan ponselnya kepada mereka bertiga.
Ada sebuah video yang belum di putar sebelum akhirnya gadis itu menekannya dan memulai video. Sepertinya gadis itu tengah iseng mengambil video, karena di awal hanya terdapat jejak-jejak kakinya yang gontai atau beberapa kali memperlihatkan pepohonan yang tampak menghiasi sebagian lorong di kampus. Tiba-tiba saja, langkah tadi berubah menjadi cepat dan beralih pada tingkah si lelaki tersangka yang benar-benar memperhatikan bokong Zahra dengan pandangan tidak wajar.
Zahra tersentak kaget saat melihat lelaki itu hampir menyentuh bokongnya sebelum akhirnya ia di tarik dengan sangat cepat oleh Dika yang kemudian menghajarnya tak tahu ampun. Terdengar beberapa orang khawatir dengan perkelahian yang terjadi tapi tidak ada yang berani menghentikan keduanya kecuali Zahra sendiri. Sudah jelas, pemuda itu pasti bersalah.
Dika menyeringai di akhir video, ia kemudian mengangkat bahu seolah tak bersalah "Lihat? Saya tak pernah berbohong" dan Fahrizal mengangguki ujaran si tomboy. "Kalau kamu tidak pernah berbohong, lantas kenapa kamu mengatakan kalau dia adalah temanmu ketika di video kamu berkata dengan jelas bahwa dia adalah kekasihmu?" meskipun untuk beberapa saat Dika sempat tersentak karena kaget, gadis itu hanya menunggingkan senyum di ujung bibir sebelum menjawab dengan tenang seolah ia sudah mempersiapkannya sejak jauh-jauh hari "Karena saya menyesuaikan dengan kondisi kita semua. Tak semua orang mampu mengerti dengan apa yang ada di antara saya dan gadis ini"
*--BIG SIN III 2023 By Riska Pramita Tobing--*
Lagu berjudul paper heart dari Torry Kelly terputar sejak Zahra memasuki mobil milik Dika yang tampak berantakan. Gadis tomboy itu masih di toilet sekarang dan Zahra gereget setengah mati jika saja ia melihat masih ada banyak barang tak berguna menumpuk di atas dashboard.
Dengan inisiatif yang tinggi, gadis cantik itu mengambil kardus kecil dari bagasi dan memasukan beberapa barang yang sekiranya tak akan dikenakan oleh dirinya dan Dika dan membersihkannya. Zahra hampir saja mengutuk pada Dika ketika ia menemukan stik bekas eskrim terselip di antara jok. "Yaampun jorok banget" dan dengan itu, Zahra melemparkannya ke belakang.
"Aw!"
Zahra melirik kaget saat mendengar suara itu dari dekat "Caca? Loh? Ngapain berdiri deket tong sampah?" si cantik berambut keriting yang masih mengusap keningnya menunjukkan tisu "Lagi buang ingus" ujarnya tak tahu malu sehingga membuat Zahra terkekeh karenanya "Stiknya kena kamu? Maaf ya, nggak sengaja"
Sambil terkekeh, Clarissa mendekat pada mobil milik Dika yang tampak paling mencolok di antara mobil lain yang terparkir di depan kampus. Bagaimana tidak? Mobil dengan logo cincin empat itu adalah mobil yang sekiranya paling mahal di antara mobil lain yang terparkir di sini. Apalagi warnanya sangat merah menyala di antara warna mobil lain yang rata-rata berwarna hitam, putih atau silver.
"Mobil Dika?" ujar Clarissa seraya mellirik seolah ingin tahu lebih jauh dengan mobil yang sedang di bersihkan oleh Zahra. Gadis cantik itu mengangguk "Iya" jawabnya singkat.
"Woah, Audi R8" komentar Clarissa pada mobil merah berhiaskan hitam di beberapa tempat itu. Ia tampak begitu takjub pada kendaraan yang sudah sering dikenakan Zahra belakangan ini. "Berapa harganya?"
"Hampir 9 milyar" suara serak nan berat itu menyadarkan Zahra serta Clarissa yang tengah melihat-lihat kecantikan mobil milik Dika "GILA!" dengan nada tidak percaya, Clarissa menjauh "Kamu benar-benar lahir dengan sendok perak di mulutmu" sindir gadis cantik itu kemudian.
Dika mendekat perlahan dan mengernyit saat melihat beberapa barang di dalam kardus kecil yang di pegang oleh Zahra "Lagi ngapain?" ujarnya heran, Zahra mengedigkan bahu "Mobil kamu memang cantik dari luar, tapi dalamnya terlihat seperti kapal pecah" disertai kekehan geli, Zahra mengangkat kardus yang sudah penuh itu dan memindahkannya ke bagasi. "Lihat? Bersih kan sekarang?" seolah tengah mempresentasikan sesuatu, Zahra merentangkan kedua tangannya pada isi mobil milik si tomboy yang sudah tampak rapi.
"Berapa lama aku di toilet?" gumam si tomboy saat ia melihat isi mobilnya benar-benar sudah rapi tak terkira, interaksi keduanya hanya diberi kekehan oleh Clarissa "Kalian terlihat cocok"
"Eh?"
*-----*
Riska Pramita Tobing.
Author note: Terlahir dengan sendok perak bisa diartikan dengan kaya sejak lahir.
Ps, bonus pict. Audi R8. Mobil Mauria Mahardika Sadewa yang kaya dari lahir:
KAMU SEDANG MEMBACA
BIG SIN III
Jugendliteratur"Bersamamu memang tak mudah. Tapi aku tak sanggup jika tanpamu" -Mauria Mahardika Sadewa. By: Riska Pramita Tobing.