BIG SIN III - Three

419 17 7
                                    

Multimedia: Khumaira Azzahra

*-----*

Akhirnya Zahra bisa tenang karena ia berangkat kuliah bersama Dika. Gadis cantik yang memakai baju berwarna merah muda itu bahkan tidak didekati oleh siapapun karena Dika memasang wajah sangar terhadap semua orang yang melirik pada gadisnya.

Kali ini Dika tak mengenakan kerudung. Ia hanya memakai pakaian kasual. Jeans berwarna hitam yang tak terlalu mencetak kakinya yang jenjang, kaos polos berwarna putih yang kemudian dibalut dengan kemeja berwarna hitam yang ia lipat sampai sikut. Rambut panjang dan hitamnya ia biarkan terurai begitu saja.

Jika diperhatikan, Dika tampak lebih cantik dan manly dalam satu waktu yang bersamaan. Pakaiannya yang terkesan manly serta tampangnya yang sangar dilengkapi oleh sepoles makeup yang tetap saja membuat dia terlihat cantik dalam setelannya.

Berbeda terbalik jika harus dibandingkan dengan Zahra yang terlihat sangat feminim dengan gamis panjang berwarna merah muda, kerudung panjang dan juga cadar yang membuat dia terlihat sangat girly.

Zahra tahu kalau mereka sedari tadi jadi pusat perhatian banyak orang, gadis cantik berpipi tembam itu bahkan bisa mendengar bisikan-bisikan beberapa orang yang melihat mereka bergandengan satu sama lain atau bahkan tatapan aneh dari beberapa orang yang memilih diam di koridor.

Ia tidak ingin menjadi pusat perhatian. Meskipun nyatanya Dika bersikap acuh pada setiap orang yang secara diam-diam memperhatikan keduanya, Zahra tak bisa bersikap tidak perduli seperti itu. Hatinya tidak bisa menerimanya.

Benar. Zahra memang lemah terhadap penilaian orang lain. Tak seperti kekasihnya yang
kokoh.



*--BIG SIN III 2023 By Riska Pramita Tobing--*



Hari ini juga tidak belajar. Selama beberapa jam terakhir hanya digunakan untuk berdiskusi masalah organisasi yang akan dipilih mahasiswa dan mahasiswi selama berkuliah di sini. Zahra tak memilih apapun, begitu juga dengan Dika yang malah sibuk dengan ponselnya.

Tidak ada organisasi yang menarik perhatian Zahra sejauh ini, meskipun ada banyak jenis organisasi yang bisa membantu Zahra mendapatkan nilai plus dari beberapa dosen dan atau bahkan mendapatkan pengalaman baru serta teman baru, Zahra tak berusik. Ia ingin memasuki organisasi yang sama dengan Dika tapi kekasihnya itu bahkan tidak tertarik sedikitpun untuk membuang-buang waktu berharga miliknya.

Sedari tadi, beberapa orang dari organisasi akan datang memasuki ruangan secara bergantian untuk mendemonstrasikan keorganisasian mereka. Organisasi bahasa, kesenian, vocal grup, fotografi, pecinta alam, marching band, dan bahkan berbagai macam organisasi olahraga.

Tangan kiri milik Dika mengurung lengan Zahra seolah ia tidak mengizinkan gadisnya untuk mengikuti organisasi manapun dan Zahra menurut saja pada kelakuan protektif si tomboy.

"Ra? Kamu nggak ikut organisasi?"

Zahra serta Dika melirik secara hampir bersamaan saat seseorang menegur si cantik. Clarissa tampak bingung di sisinya karena ia sudah memilih untuk mengikuti organisasi bahasa yang demonstrasi paling awal "Khumaira tidak ingin membuang-buang waktu" tidak. Itu bukan Zahra. Itu Dika. Dan ia mengatakannya dengan nada final yang tak bisa diganggu gugat.

Clarissa tampak mengerutkan kening "Khumaira?" ulangnya dengan nada bingung.

"Namaku" jawab Zahra singkat "Khumaira Azzahra. Orang-orang lebih sering memanggilku Zahra"

Clarissa mengangguk "Kalau orang lain biasa memanggilmu Zahra, kenapa dia memanggilmu Khumaira?"

Mati. Pikir Zahra.

Jawaban apa yang harus ia berikan kepada Clarissa?

Otaknya buntu secara tiba-tiba.

"Karena aku bukan orang lain untuk Khumaira" celetuk Dika lagi-lagi dengan nada final seolah tidak ingin diganggu.

Clarissa tampak kaku sepertsekian detik setelah Dika mengutarakan alasannya. Zahra jadi merasa kasihan padanya, ia pasti merasa tertekan karena tingkah dingin Dika terhadapnya.

Merasa bersalah, Zahra kemudian menangkup jemari berkuku lentik milik Clarissa dan mengusapnya lembut "Maafkan Mauria ya, Ca. Dia memang kaku" ujar Zahra disertai senyuman kecil.

"Dika. Bukan Mauria"

Clarissa menutup kembali mulutnya yang sudah akan berbicara ketika mendengar nada dingin yang lagi-lagi dilemparkan Dika terhadapnya "Iya, Dika" ulang Zahra meralat.

Gadis cantik yang memiliki rambut keriting itu menarik napas panjang sebelum mendekat pada Zahra dan berbisik kecil "Serem banget, Ra" dan karenanya Zahra hanya bisa terkekeh.

"Udah, santai aja. Nama dia Mauria Mahardika Sadewa. Orang lain sering memanggilnya dengan Dika tapi aku lebih memilih untuk memanggil dia pakai nama awalnya. Orangnya memang begitu. Kulkas sepuluh pintu" Zahra mengatakan itu dengan disertai kekehan ringan tapi Clarissa tak bisa tertawa karena aura dingin milik Dika masih saja terasa olehnya.

Clarissa bergidig ngeri "Kok bisa sih kamu temenan sama dia?" dengan ekspresi heran yang tepat, si cantik berambut keriting itu kembali berbisik.

"Dengan melalui proses yang panjang dan sangat-amat melelahkan" jawab si cantik berpipi tembam masih dengan dibarengi kekehan lembut di setiap ucapannya seolah ia tidak memiliki beban atau bahkan tertekan sedikitpun oleh aura dingin milik Dika.

Tak lama dari kegiatan demonstrasi seluruh organisasi yang ada di universitas, situasi pun kembali dipenuhi dengan suara-suara tawa yang hangat dan Zahra hanya bisa melihat kepada setiap tawa yang ditorehkan teman-teman barunya yang bahkan belum ia hafal secara nama.

Gadis cantik itu kemudian bersender pada bahu Dika dan membiarkan gadisnya mengusapi pucuk kepalanya yang di bungkus rapi oleh hijab "Lapar?" ujar Dika setelah akhirnya menjauhkan layar ponsel yang sedari tadi menjadi pusat perhatiannya.

Zahra menggeleng "Enggak" jawabnya singkat.

Dika mengerutkan kening heran "Kenapa dong? Kok lemes begini?" dengan lembut, Dika mengangkat kepala milik si cantik dan melihat sorot mata milik kekasihnya yang tampak tidak semangat meskipun jam masih menunjukkan pukul 10 pagi.

Zahra merengut "Bosan. Sedari tadi kamu fokus sama ponsel kamu terus. Aku ajak bicara pun cuma dijawab singkat" meskipun setengah dari wajah cantiknya tertutup cadar, tapi Dika tahu kalau gadisnya sedang cemberut kepadanya.

Dika meringis kecil. Ia terlalu sibuk memikirkan restorannya yang sedang dalam proses renovasi sampai tak memperhatikan gadis di sampingnya yang sedari tadi tampak mengajaknya berbicara tentang banyak hal mengenai organisasi.

Dengan merasa bersalah, Dika mengusap pipi berisi milik Zahra secara perlahan "Kalau kamu memang berminat mengikuti organisasi, pilihlah sesuai keinginan dan kemampuan kamu. Tapi sekarang kita sedang kuliah, waktu kamu akan terkuras habis dengan kelas dan juga tugas. Aku hanya khawatir kamu akan kelelahan karena mengikuti organisasi setelah selesai materi atau bahkan di hari libur"

Dika yakin kalau gadisnya masih cemberut, dan ia tidak tahu harus membujuknya dengan cara apalagi jika di tempat umum seperti ini. Biasanya, Zahra akan berhenti merajuk seperti ini setelah ia memberikan satu atau dua ciuman dan pelukan. Tapi ini tempat umum dan Dika tidak mungkin mencium gadisnya sembarangan di depan umum.

"Aku mau masuk organisasi yang sama dengan kamu. Tapi sepertinya kamu menentang terhadap semua organisasi yang ada di universitas. Padahal aku mau punya pengalaman-pengalaman selama kuliah"

*-----*
Riska Pramita Tobing.

BIG SIN III Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang