• CUTE AND SWEET •

99 0 0
                                    


      Tiba sampailah di rumah Bagas, Cikka mengedar pandangannya melihat sekeliling, ini kali pertama ia menginjakkan kaki di kediaman cowok yang sudah mengambil hatinya. Masih dengan seragam sekolahnya yang lengkap Cikka ikut berjalan mengikuti Bagas yang melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah.

Di sambut oleh seorang wanita yang Cikka tebak seumuran dengan mamanya, mungkin itu adalah mama dari Bagas. Terlihat Bagas yang langsung menyalami tangan wanita itu, Cikka turut bersalam sopan.

"Lho kamu bawa siapa ini, Tian?"tanya Grace, beliau menyambut hangat sekaligus memaparkan senyuman meski sebelumnya sempat bingung karna baru kali ini anak semata wayangnya membawa gadis ke rumah.

"ternyata kalo di rumah Bagas di panggil Tian?! cute jugaa," Cikka membatin, baru mengetahui jika panggilan Bagas adalah Tian, karna di sekolah tidak ada yang memanggil seperti itu. Dan panggilan itu justru lebih manis menurutnya.

Cikka berinisiatif memperkenalkan dirinya sendiri "Cikka, Tante" cewek itu sembari tersenyum cerah.

"Tunggu" Bagas lantas melenggang pergi menaiki tangga ke atas, menuju kamarnya.

Tau Bagas yang akan mengambil buku yang akan ia pinjam, Cikka mengangguk pelan. Tanpa sadar bibirnya mencibik melihat Bagas yang seolah tidak ingin dirinya berlama-lama berada di sini.

Grace sendiri berusaha terlihat ramah "Ayo duduk dulu"

"Eh? iyaa, Tante" sempat melamun selepas kepergian Bagas tadi Cikka baru tersadar.

"Kamu satu kelas sama Bagas?" Beliau membuka pembicaraan agar suasana tidak terasa canggung.

Cikka menggeleng cepat "Engga, Tante" dari nadanya, cewek itu terdengar antusias karena merasa adanya kesempatan. Mama dari sang crushnya ini sangat humble jadi tidak susah untuk di dekati lebih dulu sebelum ke anaknya.

"Kita sama di ipa, kok!! Cuma beda kelas ajaa"

Grace mengangguk mengerti "Kalau sam—"

"Nih" Bagas menyodorkan buku yang di maksut Cikka, membuat Grace yang ingin mengajukan pertanyaan terpotong.

Cikka menerima baik buku itu "Hmm makasih, Gass"ujarnya lantas menyimpannya di dalam tas.

"Mau gue anter atau naik taksi?"tanya Bagas bukan maksud ingin mengusir, namun niatnya hanya sekedar bertanya.

"Eh? Buru-buru banget, belum juga di kasih minum" Grace menyela karna baru mengingat "Bentar, ya?! Tante ambilin minum dulu," Pergi melangkahkan kaki ke arah dapur, wanita paruh bayu itu meninggalkan kedua remaja yang saling diam.

Bagas meraih ponselnya, ia membuka room chat seraya mengetik pesan. Setelah terkirim, pesan itu hanya memperlihatkan centang dua abu-abu namun tidak ada tanda-tanda akan di balas bahkan di baca saja tidak. Tidak mau menunggu, alhasil Bagas memilih menelpon nomor yang tersematkan itu.

"Nyokap lo humble banget ya orangnya, kelihatan ramah gitu"celetuk Cikka membuka suara agar tidak diam-diaman.

Merasa tidak di hiraukan, bahu Cikka merosot mendadak lesu, ia seolah kehilangan harapan.

"Bagas?" panggil Cikka seperti menegur.

"Hm?" gumam Bagas hanya berdehem singkat, karna matanya masih teralih pada ponselnya yang entahlah Cikka sendiri tidak tahu sedang melakukan apa cowok itu.

Bagas akhirnya menutup ponselnya dengan raut wajah yang Cikka tangkap sedang menahan kekesalan. "Lo kenapa, Gas?"tanya Cikka berempati

Menggelengkan kepalanya seolah tidak terjadi apa-apa atau memang tidak berniat menjawab pertanyaan dari Cikka. Selang beberapa detik, Grace datang membawa nampan yang berisi minuman dingin.

We Are ComplicatedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang