18. Potek Hati 2

254 3 0
                                    

Nabila
Foto tadi mau gue jadiin jj
Boleh?

G

Maksud lo?
Nggak boleh dijadiin JJ

Y

Kenapa?

Perlu dijawab?
Lo thu jwbanny

Oh, oke.

Nora melempar hp Sandy ke arah sofa single. Rautnya merubah muram lagi. Aura Nora sudah menggelap bagai mending di sore hari.

"Kenapa lagi hm? Kok muram gitu wajahnya," tanya Sandy baru datang langsung duduk disamping Nora. Mengelus kepala Nora dengan lembut malah membuat mata Nora berkaca-kaca.

"Eh? Kok nangis lagi. Ada apa, Cantik? Ada masalah? Sini cerita sama pengeran tampan mu," Sandy merentangkan tangannya tidak begitu lebar.

Plak!

"Nggak lucu! Lo pangeran kodok bukan tampan!" sentak Nora setelah memukul wajah Sandy.

"Sakit, Ayang." cicit Sandy memasang wajah melasnya dengan mengosok pelan wajahnya yang kena tampar.

Nora tidak mempedulikannya. Tapi malah bersandar di dada bidang Sandy. Nyaman, sangat nyaman. Tempatnya bersandar setelah Ayah dan kakaknya adalah Sandy.

"Gue nggak suka lo deket-deket sama kang caper sekolahan. Walaupun cuma formalitas pun gue nggak suka. Lo ngerti kan maksud gue?" ungkap Nora sedikit mendongak.

"Apapun bisa bikin lo bahagia gue bakal lakuin. Dan jangan suka nangis, apalagi karena gue. Gue ngerasa gagal buat bahagiaan lo," lanjut Sandy memeluk lebih erat Nora dan mengecup puncak kening kekasihnya.

Tiba-tiba bel berbunyi membuat keduanya harus menjaga jaga sebentar. "Gue bukak dulu, lo di sinu aja," Nora menggeleng. "Ikut,"

Sandy setuju, tapi dia berjalan lebih dahulu. Membuka pintu hingga membuat kernyitan di dahinya dengan jelas. "Lo temennya cewe gue ya? Ngapain ke sini?" tanya Sandy.

"Ha? Gue kesini mau cari anak temen papa gue. Mungkin salah kamar, gue pamit. Bye, maaf ganggu. Duluan ya, Ra!" ucapnya sedikit panjang dan sempat menyapa Nora yang menyebul dari bawah lengan Sandy.

"Temen lo aneh," ungkap Sandy sembari menutup pintu. "Tapi dia bilang salah kamar, Dot. Lagian gedung inikan umum jadi wajar kalau tadi dia tersesat atau salah kamar," jelas Nora berpikir positif sambil jalan menuju dapur.

"Tadi lo bawa kresek agak besar. Sekarang dimana kreseknya?" tanya Nora sembari mengambil Air di dispenser. "Di ruang tamu. Deket tas lo." jawab Sandy.

"Gue mau mandi. Gerah. Gue tinggal dulu. Jangan habisin snacknya dalam satu waktu," Nora hanya mengangguk saja meski telinganya tidak menyaring intinya.

Sandy pergi mandi sedangkan Nora nyemil di depan TV. Satu persatu snacknya harus dimakan sendiri. "Habis? Cepet banget." guman Nora.

"Tuh kan apa gue bilang tadi? Jangan dihabisin satu waktu, Sayang. Tapi ini? Habis semua," omel Sandy. "Emang kenapa sih kalau tak habisin semua? Bokap lo mau bangkrut,"

"Bukan. Uang jajan gue dibatasi sama dia. Kalau lo kayak gini terus yang ada kita tukaran. Yang biasanya nanggung lo malah lo nanggung gue," jawab Sandy duduk di samping Nora lalu mengemasi sampah berserakan itu.

"Ada apa? Kok tiba-tiba bapak lo gitu? Dan lo juga baru bilang, uang jajan dibatasi. Kalau gini gue ngerasa nggak enak," ucap Nora menghadap sempurna pada Sandy.

"Ada masalah pokoknya yang nggak bisa gue ceritain sama gue. Tapi gue ketimpa masalah lagi, gue harus buktiin bisa berdiri di atas kaki gue sendiri. Lo tahukan, uang gue mulai nipis, gimana caranya gue dapat modal," ungkap Sandy menunduk sedih.

"Kalau lo lupa. Keluarga gue juga kaya, gue bisa kasih modal ke lo. Nggak perlu ngerasa gimana-gimana. Tapi yang perlu lo pikirin sekarang, apa yang harus lo lakuin buat ngatasi masalah ini," Nora menyentuh lengan Sandy lalu mengelusnya dengan lembut.

"Kita berjuang bersama-sama. Kita bahagia aja bersama masa sedih sendiri-sendiri," imbuhnya sebelum tertawa kecil.

"Makasih lo udah mau ngertiin gue dan berusaha juga buat bantu gue," ungkap senang Sandy sambil memeluknya dengan erat. "Iya."

________

Arumi masih terlihat murung, segala cara banyak dilakukan entah itu Nora, teman yang lain atau keluarga untuk menghiburnya. Namun sayangnya Arumi tidak memberikan respon positif.

"Non, di depan ada kakaknya temen Nona. Katanya mau ngasih makanan," ucap pelayan rumahnya sedikit menunduk. "Bilang aja, lagi tidur."

Ingin sekali pelayan itu mengatakan sesuatu tapi tidak berani akhirnya memilih pergi. Beberapa menit kemudian seseorang datang ke kamarnya.

Arumi mengira dia adalah pelayan tadi.  "Udah dibilang aku nggak mau ketemu siapa-siapa dulu. Bibi ngerti nggak sih?" sentak Arumi berbalik badan.

"Eh? Ka-kak Zafran?" gagu Arumi mengediptakan matanya cepat.

Zafran sedikit menaikkan salah satu alisnya. Kemudian, dia mendekat dan memarik Arumi ke arah balkon. "Bibi lo bilang, lo tidur. Gue nggak percaya soalnya kamar lo nyala,"

"Gue udah kenal lo lama jadi lo tidur dalam keadaan lampu nyala itu nggak mungkin," ucap Zafran sambil membuka bungkusan nasi dan bebek goreng. Makanan kesukaannya.

Arumi terlihat mendengus. "Bukan mau nolak kak. Tapi aku lagi nggak mood makan," ungkapnya sebelum Zafran memberikan suapan pertama.

"Gue nggak menerima alasan lo nggak mau makan. Bagi gue, sekarang nasi di depan lo harus habis. Gue suapin," mau tak mau Arumi memakan dengan kunyahan yang lamban.

Tapi Zafran begitu sabar hingga menunggu makanan itu habis dilahap. "Ada pr hari ini? Kalau ada mau gue bantuin atau sekedar temenin," tanyanya.

"Ada, kurang dikit sih. Tapi aku nggak mood ngerjain," jawab malas Arumi.

"Jangan kayak Nora. Yang kalau disuruh belajar suka nggak mau atau bilang nanti," omel Zafran membereskan bungkusan itu lalu di buang di tong sampah.

"Ayo gue temenin belajar," Zafran mengantungkan tangannya namun Arumi tidak segera menerimanya hingga membuat Zafran sendiri menarik tangan Arumi.

Zafran mendudukan Arumi di kursi belajarnya. "Pelajar apa?"

"Matematika," sahut Arumi. Zafran mengangguk lalu mengambil buka tulis, buka LKS dan buku paket. Tidak lupa alat tulisnya.

"Sekarang kerjain. Gue awasin lo, dalam waktu setiga puluh menit harus udah selesai. Katanya tadi tinggal dikit," belum sempat Arumi membantah Zafran sudah menjauh dan bermain ponsel.

"Untung gue pinter jadi cepet ngerjainnya," sombong Arumi berbangga diri.

Beberapa menit kemudian. "Udah selesai?" tanya Zafran mendekat dan Arumi mengangguk. Dengan cekatan tangan Zafran merapikan buku-buku Arumi seperti tadi.

"Sekarang lo tidur. Besok sekolah. Gue harus pergi sekarang, tugas gue udah selesai. Bye," Arumi menatap datar Zafran yang melenggang pergi begitu saja.

"Pasti Nora yang nyuruh kak Zafran kesini. Gue kan jadi nggak enak, selalu ngerepotin dia." guman Arumi berjalan mendekati ranjang.

Merebahkan diri setelah mematikan lampu. Sedangkan Zafran yang baru saja menaiki sepedah montornya tersenyum saat melihat lampu kamar Arumi mati.

Next>

NO REVISI

I'NORATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang