Di tengah malam yang lumayan sunyi, ada seorang gadis duduk di taman kota. Dia tampaknya sedang menunggu seseorang, terbukti beberapa menit sekali dia menoleh ke kanan dan ke kiri.
Kali ini tebakannya benar, orang yang ingin ditemui datang dengan napas tersenggal-senggal. "Kamu ngapain disini malam-malam?"
Pertanyaan yang dilontarkan untuknya enggan di balas. "Aku mau ngomong serius sama kamu, Nio." ungkapnya pelan namun jelas.
"Nio? Ada masalah apa sampai kamu manggil nama aku? Kamu marah sama aku? Atau apa? Bilang, jangan diem aja," desak Nio duduk di samping Fania.
Mendengar runtunan pertanyaan membuat hatinya sesak, seolah menolak perintah pikiran dan hatinya. Hingga membentuk butiran air mata yang membasuhi wajah cantik nan jelita itu.
"Aku, aku boleh minta satu permintaan dari kamu?" tanya Nia selesai menyeka air matanya. Mata itu hanya menatap Nio tiga detik saja.
"Jangankan satu, seribu permintaan pun bakal aku sanggupin buat kamu," jawab Nio ikut menyeka air mata Nia.
"Aku mau kita putus."
Deg
Tubuh Nio membeku seketika bagai terkena sengatan listrik. Permintaan Nia membuat hati Nio jatuh seketika. Namun Nio terkekeh pelan, menganggap itu hanya omong kosong saja.
"Jangan bercanda, Sayang. Aku tahu perasaan kamu sama aku kayak gimana, nggak mungkin ngajak putus. Udah jangan bercanda," ucap Nio positif thingking.
"Aku nggak bercanda, jujur beberapa minggu ini aku tertekan jadi pacar kamu. Mungkin kalau cuma mental, aku masih terima. Tapi ini juga menyangkut keluarga aku, aku nggak terima. Sekalian pun kamu, orang yang paling aku cintai setelah mereka," ungkap Nia sedikit cepat.
"Tertekan? Maksud kamu apa? Selama ini aku ngasih kamu ruang saat kamu ada masalah karena aku tahu kamu orang sedikit tertutup. Aku juga berusaha ngertiin kamu, tapi sekarang kamu bilang jadi pacar aku bikin kamu tertekan?" kata Nio menbantah pernyataan itu.
"Aku ngerti tapi hubungan kita udah ngak sehat karena ada campur tangan orang lain. Aku berusaha mempertahankan semua ini, tapi semakin lama orang itu terus mengancam ku. Bahkan perusahaan ayah ku yang selama ini dia rintis tinggal 50% antara sukses dan bangkrut," Nia kembali menangis saat mengingat kacaunya ekonomi keluarganya.
"Orang lain? Siapa dia?" tanya Nio menarik lengan Nia agar menghadap sepenuhnya. "Kamu tahu siapa dia. Dia salah satu dari saudara mu, orang yang sejak awal nggak suka sama hubungan kita."
"Dia berhasil, dia mendapatkan kasih sayang mu dan dia juga berhasil memaksa ku meninggalkan mu. Harusnya aku sadar, jika kebaikannya ada maksud terselubung," lanjutnya diakhiri tertawa kecewa.
"Nora? Dia nggak mungkin lakuin ini sama kamu. Dia baik, aku percaya sama perubahan dia tapi bukan maksud apa-apa aku tidak percaya sama kamu," Nio kembali membantah.
"Asal kamu tahu, sebelum dia menyentuh perusahaan ayah ku. Dia sudah mengancam ku dengan menyiksa ku di gudang sekolah,"
Nio diam, bukan bearti tidak terkejut. Dia sangat terkejut dan kecewa. Siapa yang harus dipercaya, Nio cinta Nia tapi Nia juga sayang Nora.
"Kenapa kamu nggak bilang dari awal? Mungkin masalah ini nggak akan separah ini," ucap pelan Nio.
Nia menyeka air matanya yang kembali menetes. "Karena aku nggak mau menghancurkan hati kamu dari ekspetasi kamu ke adik kamu. Aku berusaha buat bertahan, tapi lama-lama dia keterlaluan."
"Aku tahu kamu sangat menyayanginya, seperti Zafran kepada Nora. Kalian saudara sedangkan aku hanya orang lain yang belum tentu menjadi salah satu keluarga kamu. Mungkin dengan mundurnya aku dihubungan ini, bisa menyelesaikan masalah."
Kali ini Nio mulai menangis pelan, bagimanapun Nia adalah cinta pertama di masa SMA. Bukan hal mudah melepaskannya. Apalagi keluarga sudah saling kenal.
"Apa nggak ada cara lain? Aku bisa kok ngomong sama Nora buat nggak jahat sama kamu. Kalau bisa nanti aku paksa," kata Nio di tolak Nia dengan menggeleng keras. "Aku, aku nggak mau dia semakin nekat."
Mata mereka bertemu, bersamaan air mata yang mebasuh. Kemudian, Nio menarik Nia dalam dekapannya. "Jangan minta putus. Aku nggak mau, Sayang."
"Tidak ada pilihan lain selain ini, maaf." Mereka tidak memperdulikan air hujan yang mulai membasuhi bumi.
"Air hujan ini akan menjadi saksi akhir dari hubungan kita. Jangan merasa sedih berlebihan, kita masih bisa jadi sahabat," ucap Nia menguatkan.
"Sahabat aku udah banyak!"
"Nio," panggil Nia lembut.
"Sayang bukan Nio!" tolaknya di panggil nama dengan menggerakkan tubuh ke kanan ke kiri. "Nama kamu, Nio. Kamu maukan jadi sahabat aku?"
Nia menangis kencang, "nggak mau! Kecuali sahabat sehidup dalam hukum Tuhan." rengeknya membuat Nia terkekeh.
"Sekarang pakai "lo-gue" kayak dulu ya?" Nio tak menjawab, hatinya hancur malam ini.
_________
Nora membuka pintu kamar mandi dengan masih menggunakan handuk. Bukan kebiasaan hanya saja saat merasa gerah Nora baru mandi malam.
Jam masih menunjukkan pukul sembilan lebih lima. Nora menganti pakaian dengan baju tidur.
Mendekati meja rias dan menyalakan lampu. Baru saja akan membuka tutup pelembab, Nora mendapatkan panggilan vidio call dari Sandy.
"Ngapain?" tanya Nora sambil memposisikan kamera menghadap dirinya tanpa menghentikan aktivitas sebelumnya.
"Ngak papa, gue gabut. Mangkanya gue vc lo," sahut Sandy tanpak asik memposisikan kamera.
"Lo lagi pakek skincare?" Nora mengangguk tanpa suara. Setelah itu, suara lenyap tanpa jejak.
Nora tentu saja menyergit dan langsung menatap kamera yang menunjukkan Sandy sedang memperhatikannya. "Kenapa lo lihatin gue?"
"Cantik. Lo mau tidur aja cantik apalagi tidur," gombalan Sandy membuat Nora tertawa receh.
"Asal lo tahu, wajah gue emang cantik tapi posisi tidur gue ancur. Nggak bisa diem," imbuhnya memberi tahu.
"Tapi waktu di apartemen gue, lo slay. Nggak kek yang lo omongin," ucap Sandy mengingat beberap bulan yang lalu saat Nora menginap.
"Itu tandanya gue belum tidur, gue aja bangun lebih awal dari lo trus ngatur posisi biar teteap slay," ungkap Nora meletakkan pelembabnya di tempat sama.
"Jadi lo nggak betah di apart gue?" tanya Sandy bertopang dagu.
"Bukan nggak betah, cuma gue nginep di sana kan baru pertama kali. Jadi wajar." Sandy mengangguk mengerti.
Sandy lalu sibuk memainkan gitarnya. Gitar yang sering menjadi pengisi waktu mereka saat beda tempat.
"Sebab kau terlalu indah dari sekedar kata," nyanyi Sandy menggunakan suara bas nya dan nada pelan.
"Dunia berhenti sejenak menikmati indahmu. Nora, lo indah sama hal nya lagu yang gue nyanyiin buat lo." Nora hanya terkekeh pelan meski aslinya salting parah.
"Dan apabila tak bersamamu. Ku pastikan kujalani dunia tak seindah kemarin. Sehari tanpa lo aja hari gue kek ada yang kurang, Ra. Suwer, gue nggak lagi ngombal."
"Sederhana tertawa mu sudah cukup. Lengkapi sempurnanya hidup bersamamu. Tawa lo itu ibarat darah di tubuh gue, kalau kehabisan bisa mati."
"Apasih, jangan sok romantis lo sama gue." kata Nora sambil menutup pipinya yang merah. "Lo salting ya, Ra? Jadi tambah cantik."
"Arghhhh! Stop pipi gue sakit nahan salthing woi!" akhirnya Nora menunjukkan kebrutalannya saat salting yang membuat Sandy tertawa gemes di sebrang sana.
NEXT>
NO REVISI
KAMU SEDANG MEMBACA
I'NORA
Short StoryNora Saraswati Putriana Aksarana adalah gadis SMA yang jiwanya di ganti oleh seseorang. Memiliki karakter yang berbeda dari sebelumnya membuat orang terdekat terheran-heran dengannya. Apalagi hobinya suka makan. "Papa, minta uang dong! Buat beli jaj...