26. Fania

307 3 0
                                    

Gadis berambut panjang yang sengaja di cepol kasar itu membanting bolpoin ke sembarang arah. Dahinya menyergit begitu jelas. Kemudian, menyangga kepala yang terasa pusing.

"Gue nggak bisa ngejauh sama dia tapi gue nggak mau keluarga kena imbasnya," gerutu Fania.

Sesaat Fania memandang foto dirinya bersama sang kasih, Nio. Sudah lebih dari dua tahun mereka bersama. Banyak kenangan yang tergambar dalam bentuk polarorid.

Meski dalam hubungan ini, Fania tidak pernah akur dengan adik sang kasih, Nora. Dia sendiri tidak tahu mengapa adik sang kasih sangat sensi dengan dirinya.

Tapi sebelum ini, Fania sempat akur. Bahkan meminta maaf kepadanya. Namun karena apa kembali berubah lebih kejam dengan cara sembunyi-sembunyi.

Tiba-tiba pintu diketuk dari luar, kemudian orangnya masuk sambil membawa susu hangat kesukaan putrinya. "Pusing?"

Mamanya meletakkan gelas di atas meja lalu menekan lembut kepala Fania. "Jangan suka dibiasin kalau belajar di kerasin. Kasian otak kamu, dipaksa terus," nasehat Mama.

"Papa gimana keadaannya, Ma?" tanya Fania dapat menghentikan pijatan yang diberikan Mirna.

"Papa cuma kelelahan, Sayang. Jangan terlalu memikirkan masalah orang dewasa. Kamu fokus sama sekolah dan belajar. Mama nggak mau kamu jadi nggak fokus dan mempengaruhi nilai kamu," Mirna kembali menasehati Fania. Ada senyum kecil di bibirnya sebagai penenang.

Fania sendiri membalas senyuman Mirna. "Katanya Papa kalah tender, trus rugi besar ya?"

Terlihat sepintas wajah terkejut Mirna. Namun langsung berubah kembali biasa. "Iya, cuma masalah rugi besar enggaknya Mama kurang tahu. Sudah jangan membahas yang kamu belum waktunya. Mama pergi dulu, nyusul papa mu,"

"Di minum susunya biar nyenyak tidurnya." Fania mengangguk kecil. Pandangan berpindah ke gelas setelah melihat Mirna pergi dari kamarnya.

"Kasihan Papa. Padahal ini salah satu impiannya tapi gagal karena aku." gumannya menyalahkan diri sendiri.

_______

Nio menghampiri Fania di kantin. Mereka sempat berpisah saat jam pelajaran. Nio tersenyum lembut pada Fania.

"Nggak makan?" tanya Nio melihat hanya satu minum di atas meja.

"Nggak napsu makan," ucapnya pelan lalu bersandar di bahu Nio. Sesaat Nio diam membiarkan Fania bersandar di bahunya.

"Ada apa? Tumben banget kamu kayak gini, pasti ada masalah. Coba cerita, mungkin aku bisa bantu," kata Nio sembari mengenggam tangan Fania.

Dia menggeleng kecil, "kalau seandainya kita nggak bertemu. Mungkin aku nggak bisa setenang ini. Kamu salah satu sumber bahagia aku,"

"Terima kasih,"

Fania menarik kepalanya dan menyergit, "untuk apa?"

"Sudah menjadikan aku bagian penting dalam hidup kamu. Dulu aku hanya punya Zafran sebelum deket sama Nora, sekarang sampai nanti aku punya kamu sebagai rumah ku," ungkap Nio.

"Kalau kita nggak jodoh gimana," cicit Fania pelan, bahkan hanya bibirnya yang bergerak.

"Apa?" Fania mengeleng cepat. "Besok ayo kita jalan, kayaknya aku butuh hiburan. Mumpung besok libur,"

"Aduh maaf, aku nggak bisa. Besok aku sama sekeluarga mau ke liburan. Papa jarang dirumah trus baru kesampian besok," tolak halus Nio merasa tidak enak hati.

"O-oh, yaudah nggak papa. Kan bisa lain waktu," cengir Fania menutupi kesedihannya.

"Maaf, atau gini aja. Nanti habis pulang kita pergi. Setidaknya kita bisa berlibur sebentar. Ya pasti kurang puas sih tapi demi kamu, aku rela pulang malam. Gimana?" tawar Nio.

"Kamu nggak kecapean emangnya? Kita tinggal di kota, wisata kan cukup jauh dari sini," ucap Fania. "Sudah aku bilang, apapun demi kamu, aku rela lakuin apapun,"

Fania menatap haru Nio, kemudian memeluknya dengan erat. "Terima kasih," ucapnya dibalas oleh Nio.

"Lihat deh, alay banget pakek peluk-pelukan. Mana di tempat umum lagi," cibir Nora datang bersama teman lainnya.

"Sirik kan lo? Mangkanya bilang gitu," todong Bayu membuat Nora mendelik tidak terima. Ia duduk di samping Nora.

"Heh apa lo bilang, sirik? Gue udah punya cowok jadi ngapain sirik. Tapi gue nggak kayak mereka, romantisan nggak lihat tempat," sembur Nora.

Fania menatap datar Nora, meski tatapannya tidak disadari semua orang. "Gue cabut dulu, mau ke perpus," ucap Fania segera bangkit lalu pergi tanpa mendengar ucapan Nio.

"Ngapa tuh cewek lo, Kak?" tanya Nora sambil mencomot nastar di atas meja. "Nggak tahu, kayaknya dia lagi ada masalah tapi nggak mau cerita,"

"Udah biarin aja sendiri dulu. Cewek kan gitu, nggak mau langsung cerita," sahut Nora mendapat jitakkan keras dari Bayu. "Lo juga cewek, lo gitu nggak?"

"Aish!! Sakit tahu! Gue to the point orangnya, nggak suka ada yang nyusik pikiran gue tapi tergantung masalahnya sih," ucapnya diakhiri cengiran lebar.

Sejak tadi Zafran diam mengamati satu obejeinya. Entah kenapa pikirannya hanya berpusat pada satu gadis berponi itu. Dia terlalu polos untuk memahami perasaannya sendiri.

"Woy, kak! Ngapain ngeliatin Rumi kek gitu? Lo suka? Inget gue nggak mau punya kakak ipar macam dia," Nora berhasil mengalihkan pandangan Zafran.

"Gue cuma ngelamun trus nggak sengaja madep ke dia, jangan mikir aneh-aneh," sahut Zafran mengaduk minumannya sebelum di seruput.

"Emang kenapa kalau lo nggak mau punya kakak ipar macam Rumi? Dia kan sahabat lo," tanya Bayu melakukan hal sama seperti Zafran.

"Rumi cerewet agak galak," cicitnya langsung mendapat cubitan di pahanya. "Nora!"

"Aduh-aduh-aduh sakit Rumi! Huaa lihat kan, Kak. Belum jadi kakak ipar aja udah KDRT apalagi udah jadi, bisa-bisa tinggal jasad gue," adu Nora menggosok kasar bekas cubitan Rumi.

"Nora gue juga nggak mau ya jadiin lo adik ipar gue!" pekik Arumi. Bahkan napasnya menggebu-gebu. Antara malu dan kesal.

"Kenapa?"

"A-apanya?" tanya Arumi saat ditanya oleh Zafran. Pandanganya tidak beraturan karena pertanyaan tanpa pertanyaan  itu. "Kenapa nggak mau jadi kakak ipar buat Nora?"

Entah kebetulan atau disengaja, sekitar menjadi senyap hingga membuat perkataan Zafran begitu jelas di telinga Arumi. "Ka-karena ehm... apa ya..."

Semesta diam menunggu jawaban Arumi hingga tiba-tiba datanglah penyelamat baginya. "Rum! Dipanggil Bu Diah!"

"Gue datang!" Wajahnya terlihat bersinar terang saat menjawab. "Gue cabut dulu ya, bay-bay!" Arumi melangkah dengan cepat sesaat dia berhenti untuk mengatur napas. "Selamat."

"Gantung banget! Bikin menasaran tahu!" keluh Nora membuat Zafran bersandar di sandaran kursi. "Bay,"

"Hm? Apa?"

"Gue minta sesuatu sama lo boleh? Lo kan kaya, rajin menabung, baik hati dam tentunya ganteng kalau dilihat dari ujung monas," senyum Bayu langsung turun mendengar pernyataan Nora.

"Lo lebih kaya dari gue, Lil. Emang mau minta apa, sampe nggak minta sama kakak lo," Nora tersenyum aneh. "Mobil."

"Bener-bener tolil! Lo pikir harga mobil setara mobilan mainan plastik ha? Nggak ngotak banget mintanya," celutak Bayu menghampit wajah Nora di antara ketiaknya.

"Bangsat! Lepasin gue jablay!!" teriak Nora meronta-ronta minta lepas. "Ngomong kasar gue tambahin waktu lo ngumpet di sana," ucap Bayu lalu tertawa jahat.

"Bayu!!!!"

Next!

NO REVISI

I'NORATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang