Nora merebahkan diri di lantai dengan bantalan paha Zafran. Dia tampak senang melihat keluarganya lengkap berada di satu alas yang sama.
Apalagi posisinya berada di bawah pohon dan kaki Bukit. Sejuk dan segar. Nora membuka mulutnya saat Zafran menggantungkan makanan di atas wajahnya.
"Makan duduk, keselek baru tahu rasa," ucap Nara membuat Nora menyengir namun tidak dilakukan perubahan posisi.
"Udah enak begini, Mak. Kalau duduk nanti langsung madep kak Nio, lagi males lihat dia," alasan Nora melirik Nio yang tampak tidak peduli.
"Pak, aku mau beli sesuatu boleh?" tanya Nora menatap Dika dengan penuh harapan.
"Udah dibilang jangan panggil, Pak. Papa bukan atasan kamu. Dan ya, jangan juga panggil Mama kamu dengan sebutan Mak, kurang cocok soalnya," ucap Dika tidak suka di panggil kata lain.
"Kenapa? Kan maknanya sama. Cuma kalau panggil Bapak sama Emak itu biasanya dari desa. Papa dan Mama kota. Dari pada sebut nama," jelas Nora hanya bisa digelengi kepala oleh Dika.
"Terserah kamu deh. Tapi ingat jangan panggil begitu di depan umum atau orang luar," peringat Dika. "Kenapa? Bapak malu?" Nora cekikian sendiri.
"Tuh tahu alasannya. Masa keluarga konglo di panggil gitu," Nora menatap julit Dika. "Kaget lihatnya, ternyata bisa sombong juga." Mendengar hal itu tentu Dika tertawa.
"Oh ya, tadi mau minta apa?" tanya Dika mengingat permintaan yang belum diucapkan oleh anaknya.
"Minta mobil."
Tiba-tiba Nio menyemburkan minuman yang baru saja masuk mulutnya. Untung saja tidak mengenahi siapa-siapa. "Anjir, lo minta mobil macam minta permen loli,"
"Ya mungkin bagi aku, Papa bisa beli mobil dengan mudah dan merasa murah karena sama dengan beli permen," katanya enteng.
"Iyakan, Papah?" imbuhnya mendayu-dayu.
"Tidak, mobil di rumah sudah lebih dari cukup. Jangan membuang uang untuk hal yang tidak berguna," tolak Dika membuat Nora mencibik tidak terima.
"Tapikan aku belum punya mobil pribadi. Masa twins di beliin aku enggak. Mana keadilan yang mau ditegakkan!" protes Nora malah mendapatkan jitakkan dari Nio.
"Lo masih bocil. Kita udah besar. Punya KTP dan SIM, lo? Punya nggak?" ejek Nio tersenyum remeh. Ingin marah tapi yang diucapkan benar.
"Halah SIM modal nembak aja songong. Lihat aja nanti, gue bakal menang tes kendaraan tanpa nembak kayak kalian," Nora menunjukkan kesombongannya dengan tersenyum menantang.
"Nggak percaya. Palingan lo ngulang berkali-kali," ejek Nio lagi.
"Belum lihat jangan komentar dulu. Nih gue juara lomba sepedah," Nora menupuk dadanya bangga.
"Juara sepedah? Sejak kapan kamu bisa naik? Dulu aja diajarin kami, nggak bisa. Kamu selalu nolak dan beakhir nangis," kata Zafran membuat Nora diam sesaat dengan mata terkejut.
"A-aku bi-bisa kok naik sepedah. Ya waktu itu aku emang nggak bisa. Aku mau berusaha lagi cuma malu minta tolong kalian jadi aku minta tolong orang lai deh," jelas Nora diakhiri dengan cengiran khasnya.
"Oh, kenapa harus malu kalau sama keluarga sendiri." ungkap Zafran membuat Nora canggung sendiri.
______
Seekor anjing ras tampak terus menggonggong di dalam kandang yang cukup luas. Dia menatap tajam seekor kucing jantan dengan warna oranye yang sedang rebahan di dekat guci besar.
Jarak keduanya tidak begitu jauh, namun bedanya sang kucing terlihat santai menjilat tubuhnya. Pelayan di rumah datang dengan tergopoh-gopoh.
"Lusi, kenapa? Aduh jangan gonggong nanti tetangga datang," pintanya tidak di gubris.
"Telpon aja, Nona. Takutnya Lusi kenapa-napa," saran temannya yang langsung diangguki. "Bener. Gue tinggal bentar, tolong jagain Lusi sama Tom,"
Temannya menyergit, "Tom siapa?"
"Kucing gue yang tadi gue pungut dari pasar. Udah jangan nanya lagi. Gue mau nelpon nona." Temannya memutar matanya sesaat sebelum terlihat senang saat melihat kucing gembul.
"Gemes banget kamu, Tom." ucapnya pada Kucing.
Di lain tempat, Nora menyergit heran saat salah satu pelayan rumah menelponnya. Dengan tangan menggosok rambut yang basah.
"Halo, kenapa mbak?" tanya Nora sembari duduk di sofa single.
"Lusi gongong, Non. Daritadi nggak diem-diem. Biasanya kalau ditinggal Nona nggak gini, kalau lapar nggak mungkin. Setengah yang lalu udah dikasih makan kok," kata nya pada Nora.
Nora merespon dengan sedikit panik. "Sakit?"
"Nggak deh, Non. Tubuhnya aktif banget tapi nggak kayak biasanya. Aduh, Nona denger sendiri kan kerasnya suara Lusi. Saya harus gimana?"
Sandy, nama itu yang keluar dari pikiran Nora. "Gini, mbak. Lusi kan pemberian pacar aku, nanti aku suruh dia kesana. Siapa tahu dia bisa bantu,"
"Oh, baik Non. Segera ya, Non." sahutnya sebelum panggilan terputus.
Nora mengotak-atik hpnya untuk mencari nomer Sandy. Satu panggilan tidak dijawab dan beberapa panggilan baru di jawab.
"Baru inget pacarnya Neng? Setelah seharian nggak dikasih kabar. Btw, tadi gue lagi mandi jadi nggak tahu," ucap Sandy di awal telpon.
"Jangan bahas nggak penting. Sekarang lo kerumah gue, temui Lusi. Gue takut banget dia kenapa-napa. Gue habis dapat kabar dia gonggong terus,"
"Lah nggak salah dong dia gonggong. Kan dia anjing, masa meong-meong," Sandy sedikit tertawa dengan lawakkanya.
"Nggak lucu. Ihh cepatan kerumah. Awas ya kalau sampai Lusi kenapa-napa karena lo datang telat. Gue tebas pala lo!"
tut!
Sandy menatap hpnya sedikit kesal, pasalnya Nora tidak memberi akhiran yang di tunggu. Tapi jauh penting sekarang Sandy ke rumah Nora.
Dengan kecepatan tinggi Sandy sampai di rumah Nora. Disana dapat dilihat Lusi masih menggonggong. Mata Sandy mengarah pada kucing orenye yang rebahan santai.
"Siapa yang bawa kucing jelek disana?" tanya Sandy geram dikit membuat dua pelayan terkejut atas kehadiaran dan suaranya.
"Sa-saya, Den. Tapi kucing saya ganteng kok di bilang jelek sih, saya sakit hati dengernya," ucap si pemilik kucing.
"Yalah jelek, karena bikin Lusi gonggong mulu. Lusi tuh atau sebagian anjing lainnya emang sensi sama yang namanya kucing. Mangkanya nggak heran kucing sama anjing nggak pernah akur. Sekarang cepat bawa kucingnya sebelum Lusi tambah ngamuk," titah Sandy diangguki oleh dia.
"Baik, Den. Maaf saya nggak tahu," ucapnya sebelum pergi membawa kucingnya. Untung tidak memberontak.
Sandy meminta kunci kadang pada satu pelayan yang tersisa disana. Kemudian, Sandy masuk kedalam kandang. Bersih.
"Lusi tenang ya, tenang. Mak lo khawatir disan--" kata Sandy terpotong saat hpnya berbunyi dengan tertampang nama Nora.
"Dimana Lusi? Udah tenang belum? Duh cepet jawab dong malah kek orang dongo!" cerutus Nora.
"Sabar. Belum juga say halo, udah di sempot aja. Nih gue lagi sama Lusi, ternyata dia gonggong mulu karena ada kucing. Untungnya nggak ada korban," jelas Sandy membuat Nora bernapas lega.
"Gue mau lihat Lusi, kangen banget sama dia," ucap Nora dapat mengubah ekspresi wajah Sandy. "Sama gue?"
"Dikit. Udah cepetan, arahin kameranya ke arah Lusi," dengan kesal Sandy mengarahkan kamera pada Lusi yang anehnya langsung sok imut.
"Anak sayang, jangan bikin khawatir ya. Besok mama pulang. Oke?" Lusi menjawab dengan menggonggong sekali.
"Lama banget kalau besok. Gue udah kangen berat nih," rajuk Sandy menarik ponsel menghadap dirinya.
"Tahan, tahan, tahan, ini cuma sehari. Gue tutup dulu, makasih udah mau kerumah buat nemuin Lusi. Bye, love you."
Tut!
"Kebiasaan." sebal Sandy. Meski begitu telinganya tampak memerah sampai sedikit mengeluarkan asap.
NEXT>
NO REVISI
![](https://img.wattpad.com/cover/332453318-288-k315455.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
I'NORA
Short StoryNora Saraswati Putriana Aksarana adalah gadis SMA yang jiwanya di ganti oleh seseorang. Memiliki karakter yang berbeda dari sebelumnya membuat orang terdekat terheran-heran dengannya. Apalagi hobinya suka makan. "Papa, minta uang dong! Buat beli jaj...