29. Fania Cemburu

210 0 0
                                    

Setelah sehari penuh, akhirnya keluarga bahagia itu pulang. Mereka satu persatu keluar dari mobil tanpa menjinjing tas besar ataupun kecil.

Saat Nora keluar dari mobil, dia begitu cepat hingga kakinya bertubrukan dengan kaki satunya. Otomatis Nora terhuyun dan terjatuh.

"Aduh!" pekik Nora saat Dahinya mengenai pucuk tlunjakan teras. Sedetik kemudian dia menangis menjadi-jadi.

"Sakit!! Papa!" teriaknya setelah bangun dari jatuhnya. Terlihat dahinya mulai memerah.

Dika yang akan masuk rumah langsung terkejut dan segera mengangkat Putrinya sambil berusaha menenangkannya. "Cup cup cup, udah jangan nangis,"

"Sakit, Pa! Gimana nggak mau nangis," kata Nora tersegu-segu.

Dika menepuk-nepuk punggung Nora untuk memberikan kenyaman serta mencegah Nora semakin kencang nangisnya. Tiba-tiba Nio datang mengambil alih Nora.

"Biar aku aja, Pa yang ngurus bayi besar ini. Kasihan Papa pasti capek," ungkap Nio tersenyum pengertian.

Dika membalas dengan senyum lembut. "Baiklah, mumpung Nora nggak rewel, Papa titip sama kamu ya. Papa masuk dulu," Nio mengangguk kecil.

"Kak mau ketemu Lusi," cicitnya bersandar di bahu Nio. "Tumben lo panggil kakak, biasanya lo-gue kalau sama kakak lo satu ini," ucap Nio sambil berjalan masuk.

"Nio!" panggil Fania dengan jarak sedikit jauh darinya. Tangannya membawa satu paper bag sedang.

"Sayang, kamu disini?" tanya lembuta Nio dan tersenyum cerah saat melihat pujaan hatinya datang.

"Siying, kimi disini?" tiru menye Nora pelan.

Nio yang semula menyangga paha Nora kini sedikit mendorong pinggangnya. Namun sang tubuh adik tidak mau melepaskannya. Malah semakin memperkuat ketahannanya.

"Turun, woi. Gue mau peluk pacar gue. Ngertiin lah," tekan pelan Nio tetap berusaha menyuruh Nora turun.

"Nggak mau. Nanti gue wadulin ke Papa. Lo yang nyamber gue waktu papa gendong gue. Sekarang anterin gue ke kandang Lusi dulu baru gue lepasin," syarat Nora tersenyum senang saat melihat wajah dongkol Fania.

"Ck, nyusahin lo."

"Yang pertama minta disusahin siapa?"

"Nyesel gue."

"Oh lo nyesel bantu papa lo? Oke, siap-siap kena omelan papa." bisik Nora tertawa jahat.

"Nora, beneran ya lo. Nyebelin banget!"  frustasi Nio saat Nora tertawa bahagia seolah lupa dengan luka di keningnya.

"Love you to, my bother!"

_________

"Ish, sakit," ringis Nora saat keningnya baru diobati oleh Dika. Sempat tadi mengomelinya karena bukannya mengurus dirinya dulu malah Lusi dulu.

"Papa ikhlas nggak sih ngobatin, aku? Kok ditekan gitu, kan sakit," cerocos Nora dengan menurunkan senyumannya. Alias mengkebek.

"Darah di dahi kamu udah kering, jadi susah ngilanginnya Sayang kalau nggak di tekan. Mangkanya tadi langsung di obati malah ngurusin Lusi. Papa pindahin baru tahu rasa," Dika memberikan sedikit ancaman yang membuat Nora langsung gelagapan.

"Jangan ih. Tadi tuh kakak yang salah, nggak langsung masuk soalnya pacarnya datang. Masih untung Nora enggak diturunin di teras rumah," ungkapnya.

"Pa, Lusi jangan dipindahin. Nora sayang banget sama Lusi, kalau dipindahin nggak bakal rela. Bahkan Nora rela banget nangis tiap hari kalau jadi di pindahin biar nggak jadi," imbuhnya sedih.

"Hus, ya jangan. Yang ada Papa nggak tega lihatnya kamu nangis terus. Papa tadi cuma bercanda. Sekarang diem dulu, tak bersihin lukanya biar nggak infeksi. Oke?" Nora mengangguk setuju.

Di atap yang sama dengan ruang berbeda, Nio sedang asik memeluk Fania. Melepas rindu dengan saling memeluk seperti ini memang cepat mengobati, menurut mereka.

"Baru kali ini aku ngerasa kangen banget sama kamu. Kesannya kek aku takut di tinggal kamu pergi," ungkap Nia diakhiri sedih.

"Hust, ngomong kok gitu? Kan aku udah pernah janji sama kamu, aku nggak akan pernah ninggalin kamu. Sekalipun hari ini hari terakhir dunia ini," sahut Nio memeluk Nia lebih erat lagi.

"Aku boleh cerita nggak? Sebenarnya aku takut bebani pikiran kamu, tapi kamu tahu sendiri kalau aku nyimpen sendiri suka nggak tenang," cicit Nia mendongak untuk melihat wajah Nio.

"Iya, silahkan cantiknya pacar Nio."  Nia sedikit terkekeh. Merasa senang saat Nio mengatakan hal itu.

"Nggak jadi deh. Nanti aja, kamu masih punya waktu panjang hanya untuk mendengar cerita aku, iya kan?" Nio mengangguk setuju. "Yes, Baby."

Nia tidak jadi bercerita tentang masalah hidupnya yang menimpa sekarang. Hatinya masih senang atas perlakuan manis Nio.

"Love you, my boyfriend handsome," ungkap Nia mencium pipi kanana Nio.

"Love you more, my grilfriend beautiful." dan Nio membalas cinta Nia dengan mencium seluruh wajahnya.

________

Sandy tersenyum senang saat Nora menghampirinya bersama sang kakak. Kemudian, pandanganya mengarah pada jidat Nora yang di tutup kain putih.

"Kenapa jidat lo?" tanya Sandy seraya menyentuh dahinya. "Jatoh, udah jangan di sentuh. Sakit nih,"

Sandy menarik tangannya. "Mau seblak pedes nggak?" tawar Sandy langsung disanggupi, namun kalah cepat dengan Nio.

"Nggak! Apa-apaan sih lo!? Gue bukan mau ngelarang, tapi setidaknya lo tahu waktu. Masih pagi, Nora juga belum turun sarapannya. Gue nggak mau Nora sakit perut, gara-gara jajanan lo," tegas Nio maju selangkah dihadapan Nora.

"Tahu, gue kan nggak bilang mau makan sekarang. Bisa nanti atau malamnya, iya kan Sayang?" tanya Sandy memberikan tatapan genit.

"Najis gue lihatnya," komen Nio.

"Gue lebih najis lihat lo sama pacar lo betingkah. Masalahnya, terlalu berlebihan daripada kita, iya kan Sayang?" Nora hanya diam, mau jawab benar takut Nio tersinggung.

"Bacot." kesal Nio reflek membawa Nora pergi tanpa mempedulikan panggilan dari Sandy. "Pacar gue mau dibawa kemana!"

"Dia adek gue, serah gue!"

"Ck! Padahal gue mau lepas rindu, malah dibawa." gerutu Sandy pergi ke arah berbeda.

"Dia emang adek lo, tapi gue nggak suka lo terlalu deket sama dia. Gue takut lo ninggalin gue suatu saat nanti." guman pelan Fania berada tak jauh dari sana yang sejak tadi menyaksikan berdebatan mereka.

Arumi menoleh saat kursi disampingnya bergerak. "Gimana liburan lo? Seru?" tanya Arumi sedikit merapat.

"Setengah-setengah," ucap Nora malas.

"Maksud lo?"

"Setengah bahagia, setengah kesal, setengah seru. Pokoknya setengah semuanya," Arumi menyergit. "Lo lagi berantem sama kak Nio? Karena nggak mungkin lo marahan sama kak Zafran,"

Kini giliran Nora yang menyergit. "Kok bisa gitu?"

"Ya karena kakak lo yang paling sabar, pengertian, suka ngalah dan nggak banyak cek cok itu cuma kak Zafran." Nora tersenyum mengejek. "Jadi ceritanya lo udah ngerti nih sifat-sifatnya kakak gue. Lo beneran mau jadi kakak ipar gue?"

Arumi memalingkan wajahnya sesaat. "Apaan sih, nggak ya. Kalau lo lupa, gue kenal kakak lo hampir setara sama umur lo jadi wajar gue tahu karakter dia," alihnya.

"Iya deh si paling tahu."

Mereka diam sesaat, Nora sempat melirik kursi belakang. "Marella mana? Beberapa akhir ini dia suka nggak masak kan? Macam sekolah milik dia saja," tanya Nora.

"Dia bilang ijin, tapi gue nggak tahu lebihnya. Mungkin dia lagi sibuk bantu usaha papanya, soalnya gue nggak sengaja lihat lokasi dia di Jakarta waktu lalu," jelasnya.

"Wih jauh bener." Arumi tampak tidak peduli sambil mengembalikan posisi awal. Guru sudah masuk kelas dan pembelajaran akan dimulai.

NEXT>

NO REVISI

I'NORATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang