23. Camping 2

437 11 0
                                    

"Selamat pagi semuanya, sudah sarapan? Kalau belum segera sarapan sebelum ikut kegiatan. Karena ini akan menguras energi kalian," sapaan pagi yang diucapkan oleh panitia.

"Kita akan membawa kelompok dan di diantaranya bakal di campurnya. Maksudnya ada kelas 11 dan 12 dalam satu kelompok yang terdiri dari sepuluh anak," lanjutnya.

"Baiklah kalian akan mengambil nomer  yang dibagikan panitia. Setiap nomer hanya memiliki 10 angka yang sama, kalian mengerti!?" serunya lagi.

"Mengerti!"

Satu persatu para murid mendapatkan nomer yang sengaja di gulung rapi. Mereka tampak menunggu atau mencari nomer yang sama. Dan berharap ada mas Crush, jika punya.

"Nomer 5!" pekik mereka saling bersautan dan mengucapkan nomer yang di dapat.

"Lo lima? Gue lima," satu persatu mereka mendapatkan pasangan hingga membentuk kelompok kecil.

"Lo dapat nomer 9?" tanya panitia saat Sandy enggan mencari. Tapi Sandy mengangguk saat ditanya. "Kelompok nomer 9 angkat tangan!"

Salah satu dari kelompok mengangkat tangan. Panitia itu menyuruh Sandy untuk mendekati kelompoknya. "Lo kelompok sembilan?" tanya Marella hanya mendapati gumanan kecil dari Sandy.

"Wih ada Bayu nih, bisa nih gue babuin," ucap Nora tampak senang melihat wajah melas Bayu. Satu kelompok itu ada Nora, Bayu, Salsa, Fania dan enam orang lainnya.

"Gue kepret juga lo! Enak aja jadiin anak orang babu, emangnya lo siapa?" tanya Bayu memutar malas. Sebenarnya ada rasa senang, Bayu bisa lebih dekat lagi dengan adik temannya ini.

"Lo tanya siapa gue? Gue nih ya bidadari yang habis turun kayangan, tahu!" nyolot Nora mengibaskan rambut panjangnya. "Kayangan ndasmu. Muka lo kek tempe mendoan aja pakek dimiripin sama bidadari,"

"Bayu!"

"Nora!"

"Ih!!! Bayu!"

"Nggak sopan panggil lebih tau pakek nama langsung!" sindir Bayu.

"Biarin serah gue lah, wle!" Keduanya langsung bersedekap dada lalu memalingkan wajahnya.

"Berhentilah berdebat. Jangan bertingkah seperti anak kecil," omel Fania menatap malas Bayu dan hanya melirik Nora.

"Oh kakak ipar, kami hanya bercanda saja tidak lebih," ucap Nora merangkul lengan Fania dengan muka melas. Sekilas dia tidak percaya dengan sikap Nora yang menurutnya kayak bunglon.

"Kalian lebih cocok jadi kakak adik, dibanding temennya kakak si adik," ungkap Salsa melihat perdebatan Bayu dan Nora.

"Gue sih punya kakak kek dia, najis."

"Gue lebih NAJIS!!" sahut Bayu tak kalah pedas.

Di kelompok sebelah, Arumi tampak tenang saat tidak ada yang cukup di kelompoknya. Meski nanti pasti monoton, itu lebih baik daripada harus basa basi panjang. Tapi sayangnya tiba-tiba ada satu orang datang mendekat setengah berlari.

"Kelompok 7?" dari mereka ada yang mengangguk. "Kak Zafran kelompok 7?" tanya salah satu yang diangguki olehnya. "Mampus."

"Rumi? Lo disini?" tanya Zafran menatap wajah Arumi yang sedikit aneh. Seperti kurang nyaman.

"Yeah, gue dapat nomer 7." Arumi tampak kaku dan canggung sedangkan Zafran biasa saja. Malah sekarang dia sibuk berbincang dengan teman satu kelasnya, cowok.

"Kenapa harus satu kelompok sih? Udah syukur eh malah ketimpa tangga pula." gerutu Arumi.

_______

"Oke, saya akan memberi tahu tugas kalian. Yang pertama, kalian harus mencari bendera dengan ada nomer kelompok kalian. Ke dua kalian harus membawa kayu bakar. Semua di nilai, baik kalian mendapatkan bendara atau kayu bakar. Mengerti??"

"Mengerti!"

"Kalian boleh jalan sekarang. Dan ingat selalu jaga satu sama lain antar kelompok. Satu lagi, kalian harus sudah kembali sebelum sore tiba,"

Pengumuman itu cukup dimengerti semua kelompok. Mereka mulai berbencar untuk mencari apa yang harus di cari. Panitia sendiri nanti akan ikut berpatroli agar semua tetap aman.

Tiga puluh menit kemudian.

"Duh capek banget mana belum dapat satu pun lagi," keluh Nora menatap kesana kemari dengan dahi mengerut jelas.

"Ya sabar, mungkin tuh panitia pinter dan kita kurang teliti. Mangkanya kita ngak dapet-dapet," ucap Salsa ikut berhenti berjalan.

"Bukan kurang teliti tapi panitianya yang kon-mmmm!" Salsa membekap mulut kotor Nora. "Lo gila, masa ngumpat pakek bahasa itu? Nggak malu lo, di sini banyak cowok,"

"Ini nih yang membuat indonesia nggak maju. Kerjaannya cuma ngeluh, pakek ngumpat nggak jelas lagi. Gue wadulin ke kakak lo, tahu rasa," ancam Bayu yang tadi sempat kaget saat Nora akan mengucapkan kata keramat itu.

"Apaan sih lo!? Jangan sok ikut campur!" kesal Nora bersedekap dada.

"Temen-temen! Gue dapat benderanya, tapi gue nggak nyampe. Tolong!" teriak Fania berada di bawah belimbing wuluh.

Bayu langsung mendekat bersatu satu temannya. "Mana?"

"Mata lo katarak atau gimana? Kalau dia bilang nggak nyampe itu artinya ada di atasnya. Dasar goblok!" umpat Nora lagi.

"Dua."  guman Bayu sambil mengambil bendera itu yang bisa di jangkau oleh tangannya.

"Nih lo simpen." kata Bayu pada Fania. "Ayo kita cari lagi!"

Mereka berjalan menyusuri hutan yang tidak begitu lebat. Suasana tidak begitu menakutkan sebab cahaya matahari benar-benar menerangi jalan mereka.

Saat matahari mulai menutup diri, satu persatu kelompok sudah kembali. Termasuk kelompok Nora. Mereka merupakan paling banyak membawa kayu bakar dan satu bendera.

"Capek begete!" keluhnya lagi. Nora meletakkan bayu di dekat yang lain. Wajahnya memerah serta rambut lepek. "Ayo ke kali," ajak Nora.

"Tunggu dulu, panitia lagi penilaian. Siapa tahu kita menang," ucap Salsa menahan Nora. Tidak ingin berdebat, Nora langsung merosotkan tubuh lalu bersandar di kaki Salsa.

"Kalian tampak lelah. Banyak sekali kayu bakar hanya saja ada satu bendera. Harusnya dua," ucap salah satu panitia.

"Harus-harusnya! Lo kira gampang cari nih bendera? Kita aja cari setengah mati," cecar Nora merasa tak terima usaha kelompoknya dinilai begitu.

"Baiklah, jangan berdebat. Kalian memiliki rasa kompak satu sama lain, sejak tadi kalian terus bergerombol. Kalian juga sudah mengumpulkan banyak kayu bakar. Saya sebagai panitia mengapresiasikan kerja kalian,"  dia bertepuk tangan dengan senyum manis.

"Nah gini dong diapresiasi. Nggak kayak si onoh," sindir Nora.

"Kalian boleh istirahat atau langsung mandi. Kami akan segera kembali," ucap panitia pemimpin menggunakan toa kecil.

Nora langsung berdiri lalu berjalan ke arah tendanya untuk mengambil pakaian. Saat kesana ia tidak melihat Arumi. Mungkin sudah duluan.

"Kok dia nggak nyamperin lo sih? Padahal lo rela telat mandi biar bisa kesana bareng. Eh malah di tinggalin," ucap seseorang menatap Nora tak habis pikir.

"Dia nggak tahu gue disini. Jadi wajar, jangan mancing emosi gue ya," bantah Sandy segera menyusul. Meninggalkan seseorang itu yang menoleh ke arah kiri lalu mengangguk saat menemukan target.

"Beres."

Next>

NO REVISI

I'NORATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang