24. Nora Sakit

258 3 0
                                    

Siang ini rombongan dari sekolah elit itu pergi meninggalkan tempat camping mereka. Banyak siswa yang berpindah tempat secara acak karena guru ataupun panitia membebaskan, asalkan tidak diatas Bus.

"Lo mau ubi bakar nggak? Tadi gue beli pas mau naik bus," tawar Sandy mengangkat dua buah ubi yang masih mengeluarkan asap meski terlihat samar.

"Mau, gopek in." jawab Nora terlihat mata berbinar saat melihat makanan itu. Makanan simple namun rasanya sangat enak. Ada manis-manisnya.

"Nanti setelah dari sekolah mau langsung pulang atau mampir ke apartemen gue dulu? Siapa tahu lo mau mampir," Nora tampak menoleh sekilas.

"Gue mau sih mampir dulu. Tapi gue kangen Lusi. Lagian tadi pagi nyokap bilang dia susah makan kalau nggak gue sendiri yang nyiapin," jelas Nora mengapa menolak ajakan itu.

"Harus lupa, Lusi anaknya manja banget sama pemiliknya jadi wajar dia bertingkah kayak gitu. Tapi lo nggak kesusahankan ngerawat dia?"

"Awalnya sih iya. Lama-lama jadi kebiasaan, dia kan temen gue tidur juga jadi adalah timbal baliknya," ungkap Nora membayangkan raut Lusi saat dia pulang nanti.

"Enak banget hidupnya. Udah dapat majikan royal, bisa nemenin tidur lagi." ucap Sandy penuh kecemburuan dan itu membuat Nora tertawa pelan.

_______

"Lusi!!" teriak Nora menggelegar saat dirinya baru saja melangkah masuk ke dalam rumah. Selang beberapa detik sebuah anjing besar mendekatinya dengan raut bahagia di matanya.

Nora merentangkan tangannya saat Lusi melompat kepelukannya. "Ulu ulu ulu, kangen ya, Sayang?"

Bulu lebat Lusi benar benar nyaman untuk di peluk. Rasanya hampir sama dengan memeluk kucing cuma versi lebih besar. "Kau kurusan? Padahal aku sudah memperingatkan mu agar nurut dengan mama atau pelayan. Misalnya makan rutin, tapi kau malah merajut dan tidak mau makan hanya karena aku tidak di sini," omel Nora menjewer telinga Lusi tidak begitu kuat hanya di putar.

Lusi yang mendapati omelan itu meraung sedih. Bahkan tubuhnya langsung turun dari gendongan Nora dan menunduk penuh penyesalan. "Huft, baiklah-baiklah maafkan aku. Aku tahu kau menyayangi ku tapi aku tidak mau kesehatan mu terganggu karena ku," ucap Nora mengelus kepala Lusi dengan lembut.

"Kau memang tidak keberatan tapi aku keberatan. Kau adalah tanggung jawab ku, jadi aku mohon kau mengertilah Lusi," sekilas Lusi tampak mengangguk. Kepalanya didongakkan dengan wajah tidak bersedih lagi.

"Ayo aku akan memberikan mu makanan, setelah itu tidur. Mau?"  Lusi mengeluarkan suara hampir mirip dengan kata mau. Nora tertawa mendengarnya.

Mereka pergi ke kamar Nora, sebelum naik tangga dan berpapasan dengan pelayan Nora berpesan agar membuatkan sup hangat. "Baik, Non. Mau dibawakan obat sekalian? Wajah Nona terlihat pucat,"

"Tidak perlu, makan sup sudah cukup kok. Saya ke atas dulu," Nora berjalan kembali setelah dia mengangguk pelan.

Nora menuangkan cukup banyak makanan di mangkuk milik Lusi dan dia langsung makan dengan rakus. Mungkin sudah kelaparan. "Lusi, nanti tidurnya jangan di kasur dulu ya?"

Entah mendengarkannya atau tidak, sebab Lusi masih tetap sibuk makan dan Nora memilih untuk mandi air hangat. Tubuhnya seperti sangat berat.

________

Suara yang di sebabkan karena hempitan membuat Nora susah tidur. Keringat bercucuran hingga membasahi leher putihnya. Air mata keluar dengan kernyitan jelas di dahi.

"Sakit," rintihnya memegang dadanya yang terasa sesak. Padahal bantal sudah dinaikkan untuk mengurangi tapi tetap saja tidak berhasil.

Dada naik turun dengan napas cepat. Nora mengkriuk sambil memegang perutnya yang terasa nyeri. "Mama, pusing," keluh dalam lirih dapat menjadi saksi bagaimana sakit yang dirasakan Nora.

Tiba-tiba pintu di ketuk dari luar, Nora tak sanggup menjawab tapi hatinya mengatakan butuh pertolongan. Dengan pelan pelayan membuka pintu hingga menemukan anak majikan mengkriuk diatas ramjang.

"Ya Ampun, Nona? Nona kenapa?" tanya dia sambil menyentuh kening Nora. "Panas?" Setelah menaruh nampan diatas nakas.

"Aduh, Nona sakit? Saya telpon nyonya sebentar," dia mengeluarkan ponsel dari sakunya lalu mencari nomer Nyonya untuk memberitahu pasal putri semata wayangnya.

"Nyonya, Nona sakit. Habis pulang camping tiba-tiba langsung sakit," ucapnya memberi tahu.

"...."

"Baik, Nyonya. Saya akan panggilkan dokter dulu,"

Tut

"Sepertinya kelelahan karena habis bepergian dan dia juga kena asam lambung, tidak cukup parah tapi asamnya naik sampai paru-paru yang membuatnya sesak napas. Nanti saya kasih resep," ucap Dokter baru saja memeriksa Nora.

"Sudah makan?" tanya Dokter lembut pada Nora. Dia menggeleng dengan lemas. "Muntah, nggak kuat," lirih Nora tanpa suara.

"Baiklah, bisa makan bubur atau kalau tetap nggak kuat nggak papa minum jus. Atau perlu pakek infus?" tawar Dokter yang langsyng di tolak Nora dengan gelengan keras.

"Baiklah. Jangan menangis, simpan energi mu agar bisa cepat sehat." pesan Dokter. Kemudian, dia menghadap ke arah pelayan. "Buatkan jamu kunyit yang di campur madu, itu akan cepat mengobati luka lambung,"

"Baik, Dok. Resepnya?"

"Dua ruas jari dengan air kurang dari seratus mili dan satu sendok makan madu. Lebih kental lebih baik," jawab Dokter.  "Minum setelah makan dan sebelum tidur,"

Pelayan itu mengangguk sambil membantu Dokter pergi ke luar. Meninggalkan Nora yang menangis diam karena menahan rasa sesak di dadanya.

"Sakit, capek banget. Mau pulang," guman Nora meracau. Orang sakit memang mudah putus asa, memganggap bahwa mati lebih baik daripada menahan sakit.

Sakit yang dialami Nora memang bukan sakit langka tapi rasa sakitnya yang membuat siapa saja akan mudah putus asa. Himpitan diantara kerongkongannyalah yang membuat rasa sakit itu begitu nyata dibanding nyeri pada perut.

Huek! Huek! Hiks!

"Nggak mau," lirihnya setelah menumpahkan seluruh isi perutnya. Padahal makanan baru saja habis setelah beberapa menit tapi dimuntahkan seolah lambungnya menolak.

Dadanya naik turun bersamaan dengan air matanya. Pelayan dengan lembut membersihkan mulut Nora. Lalu menyodorkan jus alpukat padanya. "Minum dulu, Non."

Nora mengambilnya dan menghabiskannya dengan cepat. Karena kecepatan itu membuat tubuh Nora semakin memompa pernapasan.

"Tenang, Nona tenang."

"Mama," isak Nora mengingat keluarganya. Ia sedang sakit tapi hanya ada pelayan di rumah.

"Sebentar lagi pulang. Nona tahukan jarak Jakarta-Surabaya nggak dekat. Sabar dulu ya, ditinggal tidur. Saya bantu posisikan," Pelayan dengan telaten mengubah posisi Nora menjadi miring ke kanan. Menahan tubuh dengan bantal.

"Sesak nggak?" Nora menggeleng pelan. "Nggak terlalu," bisiknya.

"Syukurlah. Baiklah saya pergi sebentar, saya mau buat jamu buat Nona. Kalau butuh apa-apa langsung telpon ya?" Nora mengangguk menyetujui.

Suara menginen Nora membuat hati seorang itu sakit, seolah ikut merasakan sakit yang dialami oleh putri semata wayangnya. "Sakit ya sayang?" Nora tentu saja mengangguk sambil mengangguk. "Banget."

Nara mengelus punggung sedikit bawah Nora. Rasa itu mungkin bisa meringankan batuk Nora yang tidak bisa berhenti. "Nanti kalau udah mendingan, jangan lupa dahaknya di buang jangan di telan lagi,"

Malam ini Nara menemani putrinya. Meski dirinya tidak bisa nyenyak sebab Nora tidak bisa tidur. Ia harus siap siaga saat Nora menginginkan sesuatu.

Next>

NO REVISI

I'NORATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang