36. Bukti 3

168 2 0
                                    

Sudah seminggu lamanya Nora menunggu hasil dari Dika. Sebenarnya sudah tiga hari yang lalu sudah jadi tapi karena ada pekerjaan mendadak yang membuat Dika pergi ke luar kota. Makanya di tunda.

Dika mendorong amplop coklat tipis ke arah Nora duduk. Mereka sekarang berada di kantor Dika. Sengaja agar tidak ada orang lain yang curiga atau ketahuan.

"Ini bukti akurat. Setelah Papa telusuri, ternyata yang menarik ulur saham keluarga Nia memang musuh bisnisnya juga. Jadi wajar dia berani melakukan hal besar seperti itu," ucap Dika.

"Tapi Rumi sama Nia kek biasa aja. Nggak ada permusuhan di wajah mereka," heran Nora malah membuat Dika semakin dibuat heran.

"Rumi? Kenapa kamu menganggap ini kelakuan Rumi? Padahal setahu Papa, keluarga mereka malah bersahabat dan saling menanam saham di bisnis keduanya. Bahkan kemarin saat hampir bangkrut, keluarga Rumi lah yang menyelamatkannya." jelas Dika membuat Nora pusing.

Tanpa banyak bicara lagi, Nora membuka cepat amplop coklat itu. Menjabarkannya dan membaca dari awal hingga akhir. "Keluarga Ayundira?"

"Kamu tahu siapa dia. Dia dalang dari semua masalah kamu akhir-akhir ini," ungkap Dika menatap serius Nora.

"Tapi kenapa dia lakuin ini sama aku?" tanya Nora tak habis pikir. "Karena kamu sudah mengambil sesuatu yang harusnya menjadi milik keluarga Ayundia."

Perkataan Dika yang mengantung membuat Nora pusing sendiri. Pasalnya Dika meninggalkannya secara tiba-tiba dengan embel ada metting penting. Bukankah metting selalu penting?

"Aku ngambil milik keluarga Ayundia? Tapi apa? Perasaan nggak ada deh. Apa ini ada hubungannya di masa lalu Nora asli?" monolognya frustasi hingga mengacak kasar rambutnya.

Beberapa detik kemudian, Nora mengalihkan pikirannya dengan mengambil hp-nya. Ia akan menelpon seseorang. Panggilan pertama langsung berdering.

"Halo? Ada apa, Ra?"

"Bantu gue selesaikan masalah ini. Gue udah nyari yang sekiranya penting. Lo bisa kan?"

"Apapun buat lo, Ra. Lo, kan sahabat gue." Nora tersenyum simpul mendengarnya. "Lo emang baik dari pikiran gue. Semoga suatu saat nanti gue nggak akan pernah kecewa sama lo,"

"Gue janji, itu nggak bakal terjadi."

Selanjutnya, Nora mematikan panggilan teleponnya. Memandang balkom dengan tatapan berbeda. "Rumit."

_________

Nora berjalan santai menuju kelas, saat di persimpangan matanya melihat sebuah objek yang sedang asik bersama lawan bicaranya. Ada rasa dongkol saat melihatnya.

Nora mendekat dari belakang. "Seru banget ngobrolnya sampai di tengah jalan," sindirnya membuat dua orang itu menoleh.

"Ra?" panggil keduanya.

"Eh kenapa? Ganggu ya? Maaf, gue cabut dulu." ucap Nora akan pergi namun di cekal oleh Sandy.

"Gue pergi dulu. Nanti gue pertimbangin lagi kedepannya," ucap Sandy pada lawan bicaranya sebelum pergi menarik Nora.

"Apaan sih? Lepas! Gue mau ke kelas," kesal Nora merengut jelas.

"Duduk diem. Gue beli sesuatu dulu," titah Sandy membuat Nora menggerutu tidak jelas.

"Nih, minum. Gue tahu lo belum makan," kata Sandy menyodorkan minuman yoghurt. "Sok tahu! Lagian orang belum makan di kasih minuman,"

"Masalahnya kalau lo, gue kasih makan suka minta yang pedes-pedes. Gue nggak mau perut lo panas gegara makan pedes," jelas Sandy. Duduk di samping Nora yang asik menggerutu kembali.

"Bener kan kata gue, lo itu nggak bakalan pernah ninggalin gue. Pakek sok bilang kek gitu kemarin. Lihat sekarang lo duduk sama gue," ungkap Nora bangga. Sedangkan Sandy hanya terkekeh tanpa memandang.

"Gue ada kerjaan di kelas. Gue cabut dulu, bentar lagi kan ada kenaikan kelas. Gue harus nyelesaiin tugas kelompok or pribadi. Bye," Sandy berdiri dan bersiap akan pergi.

"Kenapa lagi?" tanya Sandy saat tangannya di cekal oleh Nora. "Gue malu tapi gue mau. Bisa kasih tanda nggak di sini?" tanya malu Nora menunjuk pipi kanannya.

Sandy tersenyum, namun sayangnya dia tidak melakukan hal itu hanya mengelus lembut kepala Nora. "Gue pergi dulu." Langkah jenjangnya meninggalkan kantin sekolah.

Nora menatap sedih punggung itu. Keinginannya tidak terjadi. Ada rasa kesal dan tidak terima tapi Nora hanya mendengus keras.

"Ciee yang mutung gegara nggak di kasih cipok!"

Plak!

"Sakit, Ra!" rengeknya mengelus bibir yang kena geplak Nora. "Salah sendiri ngejek."

Nora meninggalkan Marella yang masih ngaduh. Meski begitu dia mengikuti Nora dari belakang hingga sejajar langkah. "Rencana lo gimana?"

"Gue bakal labrak dia dengan adanya kakak dan Nia jadi saksi. Biar kalau udah kelar bisa baikan sama mereka," Marella mengangguk mengerti. "Ide bagus itu."

_______

Malam kali ini sangat dingin, bahkan sampai menusuk ke pori-pori kulit Nora. Padahal dia sudah mengenakan hodie milik Bayu. Tadi selepas pulang, Bayu ikut dengannya pulang.

"Lo mau kesana nggak?" tanya Bayu menunjuka angkringan yang ramai. Lebih dominan para cowo.

"Gas!" pekiknya pelan berjalan memimpin jalan. Nora sedikit menunduk saat ingin memesan sesuatu.

"Air jahe dua. Sama macam semua tusukan satu-satu ya," pesan Nora diangguki oleh penjual. "Ditunggu ya, mbak."

Nora mengangguk lalu mengedarkan pendangan hingga melihat tangan lambaian Bayu. Nora segera mendekat dan duduk di hadapannya.

"Lo sering kesini? Kok ada tempat angkringan di sini," tanya Nora sedikit berbisik. Hawa dingin membuat Nora sedikit malas mengeluarkan suaranya.

"Lumayan seringlah sama kakak lo. Oh ya, bentar lagi Zafran nyusul. Katanya sekalian jemput lo," Nora mengangguk mengerti.

"Gue udah jarang banget lihat lo bareng pacar jamet lo. Putus?" tanya Bayu mmebuat Nora mendelik.

PLAK!

"Jangan ngawur ngomongnya ya! Gue sama dia emang agak susah komunikasi. Karena lo tahu sendiri gue lagi fokus sama masalah gue sama kak Nio," jelas Nora sedikit bergeser saat pesanannya datang.

"Kalau suka, bilang aja mbak. Dia jomblo akut kok," ucap Nora saat melihat mbaknya terus melirik Bayu.

"Mata lo! Ngawur!" umpat Bayu membuat mbaknya hanya tersenyum kecut sebelum pergi.

"Tapi ya, masalah sama cowo lo. Emang lo nggak takut dia pergi? Lo ngebiarin dia tanpa kabar, bahkan di sekolah kek orang ngak saling kenal. Ya walaupun ngak jarang lo ikut campur kalau ada yang ganggu dia," ucapan Bayu membuat kunyahan Nora memelan.

Tapi segera menggeleng keras. "Dia cinta mati sama gue. Gue nyakin dia ngertiin gue tanpa harus gue kasih tahu. Idaman banget kan?" Nora terkekeh pelan.

"Hati orang mana ada yang tahu. Gue perhatiin dari jauh sikap dia berubah ke lo ya meskipun masih peduli."

Nora menunduk diam, sibuk antara mengaduk minumannya dan pikirannya. Apa yang dikatakan Bayu ada benarnya. Tapi Nora berusaha tetap positif thingking.

"Bentar lagi hari kelulusan. Itu bakal bikin hubungan kalian renggang, mungkin aja. Lo sama dia bakal jarang ketemu," ucapnya lagi.

"Stop bikin overthing woilah. Lo ngajak gue kesini buat tenangin isi kepala. Malah nambah beban pikiran!" kesal Nora saat logikanya kembali.

Bayu hanya terkekeh pelan sambil mengelus puncak kepala Nora. "Gue sayang banget sama lo. Kalau seandainya ada yang nyakitin lo, gue orang pertama yang bakal lindungin lo. Boleh ya?" tanya Bayu.

"Turunin tangan lo dari kepala adek gue!" tekan Zafran langsung menepis tangan Bayu. Nora terkekeh sedangkan Bayu mendengus kesal. "Ganggu lo!"

Next>

No revisi

I'NORATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang