35. Bukti 2

165 2 0
                                    

Sandy menatap Nora dari kejauhan. Entah mengapa akhir-akhir ini pacar sangat emosional kepadanya. Padahal seingatnya ia tidak melakukan kesalahan yang fatal.

Hati ingin melangkah tapi otaknya menekannya agar tidak kesana. Namun, rasa kangennya lebih besar di banding segala hal.

Sandy mendekat dengan senyum seperti biasanya. "Hay, Ayang." sapanya membuat Nora menoleh.

"Ada apa? Hari ini gue sedang nggak mau di ganggu," ketusnya.

"Nggak mau di ganggu tapi di ganggu Bayu kok mau?" sindiran kecil Sandy. Pasalnya sebelum Sandy mendekat, Bayu memang sempat bercanda gurau dengan Nora.

"Apaan sih? Nggak usah mancing masalah. Gue udah punya masalah, jangan nambahin beban!" sentaknya tak terima di sindir.

Sandy terkekeh pelan. "Yang harusnya ngomong itu siapa ya? Gue atau lo." kata Sandy membuat Nora menyergit keras. "Jangan egois, Ra.jangan sampai gue pergi karena sikap lo sendiri." lanjutnya memberi teka teki.

"Pergi, pergi aja kali." ketusnya bersekap dada. Sandy kembali terkekeh sambil mengacak rambut Nora. "Gue pergi dulu."

Setelah Sandy pergi, Nora melepaskan tangan yang dilipat. "Ngomong nglantur banget. Palingan cuma iseng. Dia kan cinta mati sama gue." monolognya pede.

"Ayok, katanya mau di antar." kata Bayu datang sambil menunggangi montor besarnya. Nora mengangguk dan segera naik.

Lima jam yang lalu.

"Ra, ada yang mau gue kasih tahu lagi soal masalah lo," kata Marella mendekat dan sedikit berbisik. Takut Arumi tahu, meskipun dia sekarang ada di depan.

"Apa? Lo tahu apalagi?" tanya Nora memposisikan tubuh lebih dekat. "Kemarin gue ketemu sama orang yang dulu pernah di suruh buat nyuruh kak Fania ke rooftop," jelasnya.

"Kok lo tahu orang nya?" tanya Nora terkejut kalau Marella tahu. "Tahu, karena dulu gue nggak sengaja lewat koridor kelas sana trus gue denger,"

"Loh, gitu. Trus yang lo lakuin setelah ketemu dia?" tanya Nora kembali ke topik awal.

"Gue tanya, awalnya dia nggak mau bilang soalnya takut. Gue desak terus sampai gue sogok pakek uang," Nora mengangguk mengerti perkataan Marella.

"Trus, akhirnya dia mau dan bilang kalau yang nyuruh dia itu sesuai sama yang kemarin gue bilang," lanjutnya.

"Bilang apa? Kok gue nggak dikasih tahu?" tanya Arumi datang dengan senyum kecil di wajahnya.

Keduanya tentu terkejut dengan sama-sama mat membola. "Ha-ha!? Nggak ada."

"Boong, cepet bilang atau gue musuhin kalian berdua," ancam Arumi mengangkat telunjukkan dan mengarahkan pada keduanya.

"Gue mau ngajak Nora ke kafe baru. Nggak mau bilang ke lo karena takut les lo jadi keganggu kalau beneran ikut," alih Marella cepat.

"Kapan?"

"Lo mau ikuta?"

"Jawab dulu, kapan?"

"Lu-lusa."

"Oke, gue free kalau lusa. Dan gue ikut, titik." setelah mengatakan hal itu Arumi kembali ke kursinya dan sibuk dengan buku-bukunya.

"Hampir aja ketahuan," gumannya di angguki Nora. "Lo gercep banget. Salut gue," ucapnya terkekeh pelan.

"Oh ya, makasih ya sekali lagi. Lo baik banget mau bantu gue. Gue ja belum bergerak sama sekali eh lo udah sejauh ini," Marella tersenyum. "Gue cuma bantuin yang bisa gue lakuin."

Marella kembali ke tempat duduk. Sedangkan Nora menatap kosong papan tulis di depan. Sesekali dia memunculkan senyum miringnya tanpa disadari semua orang.

I'NORATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang