Kamu hanya menatap kertas didepanmu tanpa ingin membacanya lebih banyak. Kertas itu berisi perjanjian antara kamu dengan Minho.
Minho melayangkan kertas berisi surat perjanjian yang sudah ditandanganinya sejak beberapa saat lalu. Minho bahkan sudah menyerahkan bolpoin ke arahmu, tetapi kamu tidak bergeming.
Begitu banyak yang kamu pikirkan saat ini. Kalau kamu menandatangi itu kamu tidak bisa melihat masa depanmu seperti apa kedepannya, sementara kalau tidak menandatanganinya mungkin ibumu tidak akan bisa menjalani operasi.
Ibumu sakit sejak tiga tahun lalu. Yang lebih bodohnya lagi adalah kamu tidak mengetahuinya karena kamu bekerja jauh dari ibumu.
"Mau sampai kapan kamu akan berpikir? Bukankah ibumu harus segera di operasi?" Ucapnya. Minho melipat kakinya
Kamu langsung mengambil kertas itu dan membacanya dengan seksama. Betapa terkejutnya kamu saat melihat perjanjian yang begitu banyak.
Minho adalah anak dari pemilik perusahaan tempat ayahmu bekerja. Ayahmu berteman lama dengan ayahnya minho. Ayahmu meminjam uang dengan jaminan dirimu, bukankah itu sama saja menjualmu?
Dari banyaknya perjanjian itu, ada beberapa yang kamu pikir berlebihan dan tidak masuk akal.
Tidak boleh ikut campur atau ingin tahu urusan yang satu sama lain, Akan selalu bersedia menemani pihak A kapanpun. Dan yang paling parah adalah Tidak boleh memiliki perasaan pribadi di luar kontrak.
Perasaan, siapa yang akan tahu kedepannya? Bagaimana bisa semua itu direncanakannya dengan mudah? Secara saja, kalian saja harus terikat dengan pernikahan, walaupun pernikahan palsu sekalipun, apakah itu mungkin?
"Bagaimana? Apa ada yang salah?" Tanyanya. Kamu hanya menatapnya sekilas lalu menghela napas panjang.
Kamu segera menandatangani surat perjanjian itu dengan bolpoin miliknya, lalu menyerahkannya. Ia terlihat tersenyum puas.
"Ibumu akan baik-baik saja, jangan khawatir." Ucapnya
----
Kamu diam dan menatap sekelilingmu dengan takjub. Betapa besarnya rumah ini, saking besarnya rumah ini sampai terlihat seperti mall.
Berbeda dengan rumah yang kamu tempati selama empat bulan terakhir, rumah itu saja sudah besar, tetapi rumah ini luar biasa besarnya.
Sejak kamu menandatangani surat perjanjian itu, tidak lama setelahnya kamu menikah dengannya. Empat bulan sudah berlalu, kamu mulai biasa dengan sikap menyebalkannya.
"Sedang apa diam disitu? Tetaplah disitu kalau mau mati kedinginan." Ucapnya tanpa menoleh sedikitpun.
"Ck. Menyebalkan." Ucapmu pelan.
Kamu mengikutinya dari belakang. Matamu sibuk melihat sekeliling, sementara mulutmu sibuk mengagumi keindahannya.
"Aduh!" kamu mengaduh saat keningmu menabrak bahu besarnya dengan keras. Minho langsung menatapmu tajam.
"Kamarmu disana, kamarku disebelah sana jadi satu dengan ruang kerjaku." Jelasnya. Minho menunjuk ke kiri untuk kamarmu, sementara kamarnya ada diseberang kamarmu yang jaraknya lumayan jauh.
Padahal berseberangan, tetapi terlihat jauh karena rumahnya yang besar. "Aku akan tidur sendirian dikamar sebesar itu?" Pekikmu.
"Lalu, kamu mau tidur di sofa setiap hari?" Balasnya ketus
"Ck, tetap saja.." ucapmu sambil menghela napas dan memajukan bibirmu.
"Sudahlah, aku lelah." Sarkasnya lalu pergi meninggalkanmu sendirian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Imagine Kpop Idol One Shoot
FanfictionStory about you and your favorite idol 🌟 (fanfict) Baca aja dulu siapa tau suka ✧◝(⁰▿⁰)◜✧