Dua minggu berlalu sejak [Name] kembali ke militer. Sekarang dirinya tengah berada di Amerika untuk mengawal perdana menteri Jepang dalam pertemuan politik dengan Presiden Amerika Serikat. Penjagaan di dalam white house begitu ketat. Beberapa paspampres terlihat melirik ke arahnya dengan ekspresi heran.
[Name] tahu dengan jelas isi pikiran mereka. Mereka pasti merasa aneh melihat wanita menjadi pengawal untuk orang penting seperti perdana menteri. Tetapi [Name] memilih mengabaikan hal itu. Toh yang memilihnya sebagai pengawal pribadi adalah perdana menteri sendiri.
Setelah pertemuan itu selesai, [Name] bersama anggota pasukannya mengantar si perdana menteri kembali ke hotel tempatnya menginap. Ia mengawal pria itu sampai ke dalam kamar. Lebih tepatnya hanya dirinya.
"Selamat beristirahat, Pak. Saya permisi dulu." [Name] membungkuk hormat lalu memutar tubuhnya. Tangannya sudah memegang kenop pintu saat si perdana menteri tiba-tiba memanggilnya.
"Letnan Myoui, kemari sebentar." [Name] menghadap pria itu lagi dan membungkuk hormat.
"Apa ada yang Anda perlukan?" Pria itu menunjuk sofa. [Name] memahami hal itu, tetapi ia lebih memilih tetap berdiri dengan tubuh tegak. Si perdana menteri tersenyum kecil melihatnya.
"Pamanmu benar, kau sangat tegas." Satu wajah terlintas di pikiran [Name] saat mendengarnya. Ia bertanya-tanya di dalam hati, apa saja yang pamannya bicarakan tentang dirinya pada seorang perdana menteri? [Name] jadi sedikit cemas memikirkannya.
"Letnan Myoui." [Name] mengangguk kecil. Si perdana menteri lalu menatap serius padanya. "Aku punya tugas untukmu."
"Silahkan berikan perintah, Pak."
* * *
[Name] memang mengatakan itu, tetapi ia tak menyangka perintah yang diberikan padanya akan seperti ini.
[Name] menatap bangunan tua itu. Walau usianya sudah melewati seabad, tetapi rumah itu masih berdiri kokoh di antara rumah-rumah bergaya modern.
[Name] melangkahkan kaki, masuk ke dalam pekarangan rumah. Tercium aroma manis khas kue jahe yang menyebar dari dalam rumah. Ketukan pelan menghampiri pintu itu. Tak mendapat respon, [Name] lantas memutar kenop pintu dan masuk ke dalam.
Ruang tamu adalah tempat pertama yang menyambutnya. Bukan sofa empuk, tetapi kursi mahoni-lah yang mengisi ruangan itu. [Name] mendekat untuk menyentuhnya. Seberkas memori melintasi pikirannya.
Tempat ini masih sama
[Name] melirik ke arah dinding. Terdapat banyak bingkai foto yang menampilkan dirinya saat berusia lima tahun. Ia dipeluk oleh seorang wanita tua berperawakan kaukasia, dan seorang pria tua dengan wajah khas asia timur. Dirinya versi kecil itu memasang ekspresi seperti akan menangis. Sudut bibir [Name] sedikit naik melihatnya
"Ini adalah hari saat aku pindah ke Jepang, ya" lirihnya. [Name] memalingkan wajahnya dari dinding itu. Ia melangkah masuk lebih dalam sampai kakinya akhirnya menginjak dapur.
Terlihat wanita kaukasia yang ada di foto sebelumnya sedang asik memanggang kue jahe miliknya. Ia tidak menyadari keberadaan [Name] yang sudah mengambil tempat duduk di kursi meja makan.
Ketika wanita itu memutar tubuh, ia nyaris menjatuhkan nampannya lantaran terkejut. [Name] hanya memberikan cengiran khas sembari menyomot beberapa kue jahe di atas meja.
"[Name]?"
"Hai, Mama Sharon."
Wanita itu menyimpan nampannya di atas meja lalu mendekat pada [Name]. Kedua tangannya menangkup pipi si Letnan. Sesaat kemudian wanita tua itu menangis. [Name] bangkit dari kursinya untuk menghapus air mata wanita itu dan memeluknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Reclaiming My Student || Gojo Satoru
Fiksi Penggemar[COMPLETE] Aku bersumpah akan mengutuk Kepala Sekolah itu. Setelah mengirimku dinas ke tempat antah berantah, berani sekali ia menyetujui kepindahan muridku ke sekolah lain. Apalagi di catatan tidak tertera bahwa dia telah melakukan pelanggaran. "M...