Part 13 (S1al, benar-benar s1al)

51 8 2
                                    

⚠️Plagiat dilarang mendekat 👿

🍂Happy reading 🌺

Subuh, Ami terbngun dari tidurnya. Ami menoleh, lalu mengecek suhu tubuh suaminya. Ia mengerjabkan mata.

"Masih panas," gumam Ami.

Ami lalu berjalan ke arah kamar mandi, menyalakan keran air. Namun beberapa menit menunggu airnya tidak keluar.

"Listriknya belum nyala, yah?" Ami bergumam kecil.

Ami memutuskan untuk mengambil air ke sumur. Ia meraih ember yang berukuran sedang dan berjalan keluar rumah. Suasana masih gelap, tidak ada penerangan sedikit pun, Ami bergidik saat angin berhembus sedikit kencang. Angin yang berhembus setelah hujan itu dinginnya menembus sampai ke tul4ng membuatnya merinding.

Ami menoleh saat melihat sekebat cahaya senter yang dibawa oleh seorang, seperti perempuan.

"Itu bukannya Ibu Ningsih?" Ami menajamkan tatapannya. Matanya mengerjab saat orang itu melangkah lebih dekat ke arahnya.

'Nah, kan. Ibu Ningsih.'

"Nak Ami mau ke sumur juga?" tanya ibu Ningsih saat melihat Ami menenteng ember. Wanita itu juga membawa dua ember dengan bambu sebagai alat pikul.

Ami tersenyum simpul. "Iya, Tante mau ambil juga?"

"Iya, Kita barengan aja, tempatnya juga nggak jauh." Ibu Ningsih menunjuk ke ujung jalan.

"Ohh, iya Tante."

Ami dan ibu Ningsih berjalan ke arah sumur, setelah tiba ibu Ningsih mulai menimbah untuk mengisi ember. Ami menatap dengan seksama, cara menarik tali timbah hingga beberapa saat muncul sebuah ember sedang dari dalam sumur. Itu diulang sampai kedua embernya penuh.

Kini berganti oleh Ami,  gadis itu melakukan apa yang dilihatnya tadi. Dengan semangat Ia mengulur timbah kedalam sumur hingga terisi penuh dan siap ditarik.

Ami mengerutkan keningnya. 'Huh! Ternyata berat juga.'

Ami berusaha menarik dengan sekuat tenaga, beberapa saat kemudian timba berhasil diraih.

"Huh! Ternyata berat banget ya, Tan," ujar Ami seraya menuangkan air kedalam embernya.

Bu Ningsi terkekeh. "Itu karena Nak Ami belum terbiasa."

"Iya juga, sih. Dari awal tinggal disini, Ami nggak pernah ambil air, biasanya Kak Abi yang ambil di sungai."

"Kenapa sekarang Nak Ami yang ambil?"

"Kakak demam, panasnya tinggi banget jadi Ami nggak tega buat bangunin," jawab Ami.

Bu Ningsih mengangkat bambu yang melintang  di bahunya yang setiap ujungnya digantung ember. "Demamnya masih tinggi?" tanyanya.

Ami membulatkan matanya. 'Woah, sugoi! (hebat!) Bu Ningsih kuat banget,' batinnya. Gadis itu menatap kagum pada bu Ningsi

"I-iya, Kak Windi juga udah kasi obat. Tapi masih sakit," jawab Ami, Ia mulai mengangkat embernya.

"Kepalanya juga sakit, Nak?" Bu Ningsih berjalan beriringan dengan Ami.

"Iya."

Beberapa detik melangkah membuat Ami mulai lelah, padahal jaraknya dari sumuh hanya kurang dari enam meter.

"Tante saranin, coba pake jeruk nipis."

"Jeruk nipis untuk apa, Tante?"

"Airnya diolesin ke kepala."

"Ohh, mak-asih! Sarannya, tapi ... Huh, hah! Di rum-ah ... Nggak ad-aa," jawab Ami, gadis itu mulai ngosngosan.

'Haduh! The power of Emak-Emak nggak bisa diremehin. Tante Ningsi kuat banget.' Ami mengusap keringat di dahinya.

Istri Wibu Ustadz Abimanyu (Tamat + Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang