9 ETERNITY • 32

9 1 0
                                    

Suana di pengadilan terasa begitu menegangkan, Helen tidak memperdulikan orang yang memberikan cemooh dan tuduhan dari mereka. Yang ia butuhkan sekarang hanyalah memastikan. Memastika keadaan sang putri.

Ia ingin melihat Hazel, bagaimana keadaan Hazel sekarang? Apakah dia baik-baik saja, sampai saat ini tidak ada yang memberikan informasi tentang anaknya itu.

"Bukti. Semuanya sudah ada di depan mata. Bagaimana anda bisa mengelak lagi?" Ucap polisi yang sedari tadi mengintrograsi Helen.

"Apa tidak cukup, pernyataan yang saya berikan sebelumnya. Itu sudah menjelaskan bahwa saya tidak bersalah pak," ucapnya dengan napas yang naik turun, kentara bahwa ia menahan emosi.

"Dimana letak keadilan? Kalian seakan-akan menutup mata."

"Bahkan kalian tidak menyelidik lebih dalam soal kasus ini. Terlalu mudah untuk di tipu, terlalu mudah percaya tanpa memastikan bahwa itu tidak benar adanya." Ucap Helen lantas tanpa adanya takut sedikitpun.

Laki-laki memakai seragam itu membawa tas terakhir yang Helen bawa, dan menunjukkan benda yang terbungkus plastik transparan.

"Kami menemukan bahwa anda memakai benda ini. Dan kami menemukan beberapa dari sini." Polisi itu mengeluarkan tiga buah sabu dari tas Helen.

"Kami juga sudah memata-matai anda, bagaimana anda berpikir untuk mengonsumsi hal ini?" Sebut saja namanya Ricardo, laki-laki itu bertanya dengan emosi yang mulai meluap. Ia tau bagaimana latar belakang wanita itu.

Ia juga prihatin namun mau bagaimana lagi, Helen yang memilih jalan seperti ini.

"Bahkan tidak cuman itu, tersangka di tetapkan telah menebar luaskan narkotika yang sejenis sabu ini."

"Pak. Tolong. Anak saya sendirian." Helen benar-benar sudah habis energi, namun ia tidak boleh menyerah. Ia harus berjuang demi Hazel.

"Izinkan saya untuk menemani putri saya terlebih dahulu, dia tidak punya siapa-siapa disana selain saya pak." Melasnya yang sedaritafi berusaha menahan airmatanya dan kini pecah juga. Ia hanya khawatir kepada Hazel.

"Baiklah ibu Helen. Saya sebagai ketua hakim menyatakan bahwa anda di penjara 12 tahun."

"Atas tindakan tindakan tidak terpuji lewat uud... Dengan barang bukti 5 kantong sabu dan beberapa bukti yang menguatkan. Diharapkan untuk ibu Helen mengertj akan tugas kami disini. Terimakasih." Setalah berbicara panjang lebar hakim itu pergi juga.

Helen terasa sangat lemas sekali, apa yang dja alami ini benar-benar nyata? Bagaimana ia bisa menjalankan hidupnya tanpa ada Hazel di dekatnya. Helen tidak bisa melewatkan ini semua. Tolong Tuhan! Lingdungi Hazel. Do'a itu yang terus Helen lontarkan setiap menitnya mulai sekarang.

***

Tatapan itu seperti abu-abu, tak tau arah. Ia hanya menahan sesak di dada. Ia harus menunggu sampai kapan lagi? Harus sampai mana ia harus bersabar.

"Mama." lirihnya, mencari sosok yang ia tunggu-tunggu namun tak kunjung datang.

"Pa... Hazel kangen papa."

"Hazel pengen di peluk. Sakit." Gadis itu memukul bagian dada, disana terasa sesak, sungguh rasanya tidak nyaman.

"Sakit banget pa. Hazel harus ngapain?"

"Mama bohong, pa. Dia bilang bakalan pulang. T-tapi kenapa? Mama capek sama Hazel kah?" ucapnya pelan, butiran butiran air tak henti melewati pipi putih pucat itu.

Gadis itu mengelap pelan air matanya, berusaha tegar, meyakinkan dirinya bahwa ini semua akan berakhir dan dunianya akan baik-baik saja. Hazel percaya itu.

9 Eternity Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang