9 ETERNITY • 19

11 1 0
                                    

Senyum kecil terpancar kala melihat Hazel bercanda tawa oleh anak kecil ia ajak bicara, waktu sore ini terasa sangat singkat, bahkan pancake yang mereka buat tadi hanya tertinggal satu.

Dewa mengingip lewat kaca jendela mobilnya, mereka sedang beranda di tepi jalan. Dan memberi kepada mereka yang seeprtinya membutuhkan.

Ntah kenapa melakukan seperti ini memang sangat asik Dan membuat kita lebih bahagia? Haha, memang dasar Dewanya saja yang jarang sekali membuat hal kebaikan Selama ini. Kerjaannya hanya bermain, menggangu orang-orang Dan mendapatkan kepuasan tersendiri, Dan tak disangka membantu orang sekitar ternyata juga sangat menyenangkan, sepertinya Dewa akan melakukannya lagi.

Hazel tampak berjalan mendekat, Dan membuka pintu Mobil Dewa hendak masuk. Ia tertawa sambil menatap Dewa memberitahu apa yang kakek tadi ceritakan kepadanya.

Dewa yang mendengar hanya mangut-mangut dan sesekali ia tertawa tipis menganggi cerita Hazel yang ia lontarkan semangat 45 itu.

"Nama kakeknya Supardi, lucu dia, juga orang yang sangat bersyukur dimana pun. Tapi..."

Raut Hazel tiba-tiba saja termenung, tampak sedih. "Tapi?" Dewa Ingin gadis itu melanjutkan ceritanya.

"Kak Dewa mau denger cerita lain dari kakek itu?"

"Iya," jawab Dewa dengan cepat sembari mengemudi.

"Sebagian orang-orang jalanan seperti dia, sering banget dapat perlakuan yang sangat tidak menusiawi." Hazel memaparkan satu-persatu bahwa orang di bumi terkadang tidak memiliki hati, terlebih yang di bawah mereka, sikap tidak bersyukur suka membuang-buang makanan dan apa-apa hidup sesuka mereka Tanpa melihat bahwa aturan yang melingkupi.

"Aku kadang nggak ngerti sama orang sejenis mereka Dan terkadang iri juga. Mereka bisa melakukan apa pun yang disukainya dengan bebas. Aku benci sama orang yang nggak bisa bersyukur dengan nikmat yang diberikan Tuhan kepada mereka," Hazel bergumam sambil menerawang kedepan.

"Yang kerjaannya cuman bisa mengeluh, seakan hidupnya kurang beruntung."

"Mereka juga jarang, bahkan ngga mau melihat banyak orang yang lebih nggak beruntung dari mereka, termasuk aku. Ngelakuin ini-itu harus terbatas, selalu ngerepotin orang-orang sekitar," lanjutnya mengeluarkan unek-unek, menundukkan kepalanya sedih.

"Gue setuju sama apa yang lo ocehin, tapi mohon maaf. Sepertinya lo lagi ngomongin gue deh." Celetuk Dewa pura-pura tidak melihat ke arah Hazel, laki-laki itu mereda tersindir dengan omongan Hazel barusan.

"Iya, memang."

"Aku harap Kak Dewa lebih bisa menghargai waktu, setiap detik yang kamu punya lakukan hal yang nggak ngerugiin diri kamu, Dan jangan lupa juga bersyukur setiap harinya," pesan Hazel.

"Bersyukur apa yang Kak Dewa punya, bersyukur masih punya orangtua yang lengkap, bersyukur punya harta yang melimpah, Dan juga bersyukur masih di beri kesehatan."

Dewa agak tertegun dengan apa yang dibicarkan Hazel kepadanya. Tersentuh, ia merasakan arti bersyukur saat bersama Hazel, ia lebih bisa memanfaatkan hidupnya dengan baik.

Dengan gerakan tiba-tiba Dewa menggenggam tangan Hazel, "makasih ya. Gue juga bersyukur pernah mengenal lo lebih dekat." Ucapnya sangat tulus Dan tersenyum tanpa melihat wajah Hazel, Dewa aslinya sangat malu mengatakan ini.

"Iya dong. Dan satu lagi, Kak Dewa harus bersyukur punya pacar secantik Hazel Tanaya ini." Ujarnya mengibaskan rambutnya ke belakang dengan satu tangan, guna untuk mencairkan suasana.

Dewa menatap Hazel tajam. "Pd banget lo nyai."

"Itu pancakenya tinggal satu lagi, buat kita berdua aja gimana. Makan di pantai?" Ajak Dewa. Mendengar itu wajah Hazel langsung sumringah, siapa yang tidak mau coba.

9 Eternity Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang