Chapter 7

21.4K 1.1K 19
                                    

Makasih ya udah suka sama story ini. Semoga bisa se-rame CLBK 🥰🥰

 Semoga bisa se-rame CLBK 🥰🥰

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



*REPUBLISHED 


Drrtt...Drrtt

"Halo Assalamu'alaikum Pa..." Sapa seorang gadis kecil yang dapat didengar jelas oleh Mika. Karena dalam ruang itu hening, sangat kondusif.

Mika dengan gerakan mata dan bibirnya, mengucap tak bersuara pada sekretaris pria itu. Bertanya "Udah punya anak?"

Tak mau kena omelan dari si bos. Maka sekretaris itu pun menjelaskan lewat ketikan di smartphone-nya lalu menunjukkan pada Mika.

Keponakannya. Tapi udah dianggap anak. Makanya Salsabila manggil Pak Zaid 'papa' bukan 'Om atau uncle'.

Mika mengangguk paham. Tapi informasi itu masih terasa kurang. Dia masih penasaran. Memang ke manakah orang tuanya? Lalu dia pun menuliskan pertanyaan di bawah penjelasan tersebut.

"Kenapa Salsa?" Jawab Zaid begitu hangat, bahkan tersenyum. Terlihat perubahan yang kontras dari raut wajahnya menjadi versi The Prince Charming bukan lagi The Lion King.

Mika melirik ke arah Zaid yang tampaknya tidak menaruh curiga padanya. Pria itu fokus mendengarkan curhatan sang keponakan. Lantas mengembalikkan smartphone pada si sekretaris.

Namun sayang, pertanyaannya itu tak digubris. Si sekretaris malah langsung memasukkan smartphone ke dalam saku celananya. Menjaga hak privasi sang atasan.

Akhirnya Mika mendengus sebal. Padahal hanya penasaran saja. Dia pun memasang wajah jutek pada pemuda yang 2 tahun lebih tua di atasnya itu.

"Halo..." si sekretaris beranjak menerima panggilan masuk yang entah dari siapa. Terlihat berbicara amat serius selama beberapa menit. Lalu kembali dan langsung melapor pada bosnya. "Pak setengah jam lagi berangkat. Mobil jemputan sebentar lagi datang." Ujarnya seraya pamit undur diri.

Zaid mengangguk lantas segera bersiap-siap. Tiba-tiba saja dia mengingat percakapannya tadi dengan sang keponakan.

"Pokoknya aku gak setuju kalo Papa nikah sama dia. Aku' kan udah bilang orang ini 'red flag' Pa. Yang ada harta Papa dikuras habis sama dia. Dari awal ketemu aja udah kelihatan buruknya."

"Aku doain... semoga selama di Italy Papa ketemu jodoh. Yang mencintai dan menyayangi Papa dengan tulus, setia dan bukan seorang gold digger."

Zaid termenung sejenak. Mencerna kalimat terakhir dari keponakannya itu. Dia memang membutuhkan seorang perempuan yang bisa menyelamatkan hidupnya. Dari aksi terror perjodohan. Lantas dia pun menoleh ke belakang, tepat ke arah gadis yang sedang memakai sneakers, yang usianya terlampau sangat jauh dengannya, 16 tahun.

"Mika..." panggilnya dengan nada keraguan. "Engg..."

"Ya?" Mika memasang ekspresi kepo-nya, terlihat lugu dan polos.

Sang Pewaris Al-RashidTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang