Chapter 38

18.8K 1.2K 46
                                    

*Republished

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

*Republished


"Wah selamat ya Pak, Bu. Usia kandungannya udah memasuki minggu ke-11."

Akhirnya setelah dibujuk si bumil mau diajak periksa kandungan. Matanya berkaca-kaca ketika melihat ke layar monitor. Ada sesosok kecil yang berada di dalam perutnya. Buah hatinya dengan Zaid. Walaupun ini bukanlah kehamilan yang diinginkan, tak ada sedikitpun terbesit dalam pikirannya untuk menggugurkan.

Mika hanya perlu waktu untuk menerimanya saja.

Selesai pemeriksaan USG, dokter itu pun memberikan saran terkait kesehatan ibu juga janin yang dikandungnya. "Gak boleh capek-capek ya Bu Mika, gak boleh stress. Biarpun mual-mual tetep paksain makan ya?"

Si bumil mengangguk, mengingat pesan dari dokter tersebut.

"Maaf Dok, saya mau tanya." Zaid pun menginterupsi dengan gestur malu-malu.

Si Mika sampai mengerutkan dahi, menatap aneh. Karena seumur-umur mengenal pria itu baru sekarang dia meliahat wajah shy-shy cat ala Bapak Zaid. Biasanya suaminya itu memasang wajah serius, galak dan wibawa. Mana ada salting—senyum menyengir wajah dan kuping memerah juga gerakan tangan yang tak bisa diam.

"Baik, Pak. Bagaimana?"

Zaid yang sedari tadi gelisah dan galau pada akhirnya berani menanyakan apa yang menjadi kekhawatirannya ini. "Hmm... jadi sebelum istri saya pingsan terus dokter IGD bilang istri saya hamil, malamnya kami melakukan hubungan intim."

"Pak!" Mika mencubit lengan suaminya karena malu. Oh pantes, jadi aneh! Geramnya dalam hati. Masa iya hal-hal pribadi seperti itu dibicarakan pada orang lain?

Auto malu 100% si bumil ini.

Zaid menoleh sekilas, "biarin." Jawabnya cuek. "Dari pada kita ngawang-ngawang (ngira-ngira) mending ditanyakan langsung sama ahlinya. Ya 'kan Dok?"

Si dokter terkekeh geli, lucu sekali dengan pasutri ini. "Benar Pak."

Zaid memberikan senyum kepuasan. Dia menang. Dan sang istri yang kalah debat hanya diam saja. "Engg... Gimana ya."

Eh, dia jadi galau mengutarakan. Jujur saja dia juga malu untuk membicarakannya. "Itu... eng... kami melakukannya lebih dari dua kali. Saya... agak kasar." Wajah Zaid sudah merah, menahan malu. Berbeda dengan si bumil yang sudah kepalang malu duluan malah menjadi nyolot bin sewot.

"Sangat kasar!" Koreksi si bumil dengan penuh penekanan. Kasar di sini bukan berarti si Mika mendapat kekerasan atau KDRT. Itu hanya kata lain yang mereka gunakan untuk mendeskripsikan cara berhubungan intim Zaid yang tidak bisa alon-alon alias pelan-pelan. 🔥

Lagi dan lagi si dokter tak mampu menahan tawanya. Benar-benar lawak pasiennya kali ini.

"Ya, begitu Dok. Saya takut itu berakibat sama si baby." Si Bapak Zaid semakin malu sampai tidak mau memperjelas lagi.

Sang Pewaris Al-RashidTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang