Chapter 45

11.5K 1.1K 53
                                    

Apa kabar?
Makasih ya udah sabar
Maaf ya bikin kalian terkapar
Daripada kepaksa up tapi ceritanya hambar

Yuk, silahkan membaca story Zaid-Mika💃🏻

Yuk, silahkan membaca story Zaid-Mika💃🏻

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

*Republished



"Abeng, cepat ke lobi. Saya pulang sekarang." Tukas Zaid dengan nada tegas pada sang supir agar segera menjemputnya di depan kantor.

Semenjak Mika hamil, dirinya juga ikut-ikutan mengalami perubahan hormon. Dari selera makan yang berubah sampai jadi malas menyetir mobil. Jadi sudah beberapa bulan supir pribadi yang biasanya mengantar jemput baba berubah posisi menjemput dirinya. Sedangkan sang baba menjadikan ajudannya yang bertugas merangkap menjadi supir pribadi. Bukan berarti mereka tak mampu untuk merekrut orang baru, tapi mereka susah untuk percaya dan adaptasi dengan supir baru. Ini soal kenyamanan saja.

"Siap Pak."

Begitu menerima jawaban si supir, dia pun langsung mematikan teleponnya. Dengan langkah cepat, segera menuju lift VIP dan memencet tombol lantai dasar. Saat ini pikirannya terpusat pada sang istri.

Bahkan beberapa notifikasi dan telepon masuk diabaikan karena dirasa bukan dari orang-orang penting. Saat ini pikirannya sedang kalang kabut. Jadi otaknya sedang tidak bisa berfikir jernih untuk memikirkan soal pekerjaan. Mika dan masalah-masalah yang terkait di dalamnya terus berputar diotaknya. Dia ingin segera menemui sang istri. Dia ingin memastikan jika sang istri betul-betul sudah melupakan Arkan dan tidak ada niatan untuk balikan. Tidak apa jika belum mencintainya. Yang penting sudah tidak ada perasaan apapun pada keponakannya itu.

"Sial sekali hidupku ini. Mengapa dunia itu sempit? Aku menikahi mantan kekasih keponakanku. Hah! Konyol sekali!"

Zaid bermonolog sendiri dengan menggunakan bahasa Arab. Sengaja supaya si supir tidak mengetahui apa yang sedang dibicarakannya. Sesampainya di rumah, dia berjalan cepat menuju lift. Pikirannya terpusat pada sang istri sampai-sampai sambutan dari para ART diabaikan. Rententan kalimat yang akan dia lontarkan pada Mika sudah terbayang di otaknya. Emosinya kian memuncak, kedua tangan terkepal dan sorot mata berubah menajam.

Ting!

Dia keluar dari pintu lift dengan langkah cepat menuju kamarnya.

Klekk

"MIKA!!" Panggilnya keras setengah berteriak. Bahkan dia sampai menaruh ranselnya di kamar ketimbang menyimpannya dulu di ruang kerja.

"MIKA!"

Panggilnya lagi masih dengan intonasi yang sama. Tidak ada balasan dari sang istri. Keadaan kamar tampak sepi. Buru-buru dia mengecek ke toilet dan ruang wardrobe tapi sama tak ada keberadaan istrinya. Kekesalannya semakin memuncak. Ke manakah istrinya itu?

Sang Pewaris Al-RashidTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang