Chapter 26

21.1K 1K 33
                                    

*Republished

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


*Republished


Sepulangnya dari perjalanan luar negeri, keduanya menggelar resepsi pernikahan. Tidak terlalu banyak tamu yang diundang karena mereka mengambil tema private party. Hanya kerabat keluarga terdekat, beberapa teman juga para kolega bisnis saja yang diundang. Zaid tidak suka keramaian dan tidak suka terlalu lama berada di keramaian. Meski seringnya, bahkan setiap harinya selalu dan harus berhadapan dengan banyak orang. Berbeda sekali dengan Mika yang mudah bosan dan tak suka dilanda kesepian. Si Mika cenderung karakter yang terbuka (extrovert) di mana lebih menyukai berada ditempat keramaian dan berinteraksi dengan banyak orang.

"Selamat ya Pak Zaid dan Ibu..." ucap seorang tamu kolega bisnis Zaid.

"Mbak. Masih muda gini," koreksi istri si tamu tersebut.

Zaid dan Mika membalas dengan senyuman. Entah sudah berapa kali tamu undangan menyindir soal perbedaan jarak usia mereka berdua. Bahkan sepupu dari Zaid dan Mika terang-terangan menyindir:

"Mantul ya Id, punya bini daun muda. Masih seger dan kenceng."

"Semoga cepat hamil ya Mika, kalo nunda kan kasihan Zaid-nya."

"Mika tampilannya harus lebih dewasa dong, kasihan Zaid entar dikira bawa anak bukan bawa istri."

"Bagi-bagi dong tips & trick dapetin sugar daddy."

Dan banyak lagi.

"Pak jangan dimasukin ke hati ya omongan mereka. Bapak masih keliatan hot guy kok. Beneran!" Cerocos Mika saat para tamu undangan sedikit demi sedikit berkurang. Acara pun saju jam lagi usai.

Konsep resepsi digelar garden party lebih ke international party dikarenakan mengikuti para undangan yang kebanyakan orang luar. Keluarga dan kolega bisnis Zaid tentunya. Sedangkan Mika, biarpun dia juga memiliki keturunan bule dari mendiang ibunya, dia tidak memiliki kerabat keluarga dari luar. Mendiang ibunya adalah anak tunggal jadi tidak memiliki banyak kerabat.

"Iya saya maklumin. Ya wajarlah saya duda, usia udah tua, malah dapetin daun muda. Pasti banyak kontranya ketimbang pronya." Balas Zaid terdengar seperti sindiran.

Bapak ama bini sama aja otak udang! Dibilangin kagak usah undang keluarga besar, malah disebar-sebarin. Ck, punya ortu begini amat! Mika mengumpat dalam hati.

"Jangan gitu, saya gak malu kok. Bapak suka bilang: biarin aja orang mau ngomong apa, toh yang jalanin kita sendiri." Mika menyemangati, tak ingin melihat suaminya menjadi murung.

Satu atau dua orang yang nyinyir masih wajar tapi jika diberondong bertubi-tubi dari kubu sana-sini, itu bisa membuat diri seorang Zaid Emran Al-Rashid, down.

"Bapak gak tahu aja dari pegawai Bapak pada nyinyirin saya gold digger, sugar baby, apalah... saya juga sama kena nyinyiran. Hujatan. Apalagi pas upload di sosmed, beuh... banyak banget bully-an sama nyinyiran ketimbang pujian. Udah dong, senyum Pak. Cemberut mulu dari tadi. Ini resepsi nikahan kita lho." Mika menatap lekat pria tegap itu, mengusap jas putihnya, memberikan senyuman termanisnya.

Sang Pewaris Al-RashidTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang