"Ampuni saya! Aku mohon! Jan-"
Hening, kecuali alirah darah menggenangi lantai itu. Seorang gadis muda menatap tenang sosok yang baru saja digorok lehernya. Tangannya yang menutup mulut orang itu agar tak bersuara, mulai terlepas dengan berjalannya waktu kematian.
"Aku lapar," ucapnya sambil melangkah pergi begitu saja.
Esok harinya, sebuah siaran di televisi menampilkan berita tentang pembunuhan seorang pengusaha properti di dalam hotel.
Mirisnya, CCTV tak merekam sosok mencurigakan yang bisa dituduh sebagai pembunuhnya. Sehingga, berita kematian misterius itu mulai bergema di kota yang penuh hiruk-pikuk dengan pesona modernnya.
"Wah! Apa kamu lihat berita itu?" tanya Camila pada Evelin.
"Ya."
"Bukankah itu mengerikan? Pelakunya masih belum ketahuan," Camila memakan sandwich yang baru saja dibuatnya.
"Ya, semoga saja bukan kita korban selanjutnya," celetuk Evelin sambil melakukan sesuatu yang tak terduga.
"Hei! Jangan mengupil! Aku kan sedang makan!"
"Kalau kentut?"
"Kutendang kau keluar!" teriak Camila sambil tertawa.
Evelin juga ikut tertawa, ia lalu ke kamar mandi melepas semua pakaiannya dan berdiri di depan cermin. Ponsel yang ikut dibawanya ke sana, tiba-tiba berdering karena ada panggilan tak terduga.
"Halo?"
"Bayaran selanjutnya menantimu."
"Siapa lagi?" tanya Evelin.
"Cristhian Ronald."
"Hei, anak presiden? Yakin?"
"Ya," jawab suara di seberang telepon."Lokasinya?"
"Di Club RS154, dia akan bersenang-senang di sana. Aku akan mengirim foto dan mengurus langganannya."
"Baiklah," Evelin memutus panggilan itu. Tak beberapa lama, masuklah pesan berupa dua buah foto. Satu milik pria dan lainnya wanita. "Mm, tampan, rugi sekali," gumamnya.
Pandangannya lalu beralih pada foto selanjutnya, di mana seorang gadis muda yang tampak sebaya dengannya berpose menawan. Di bawah foto itu terdapat pesan tentang nomor ruangan VVIP yang akan mereka pakai.
"Sayangnya aku wanita, kalau laki-laki bolehlah," tatapnya lekat pada foto itu. Pesan kembali masuk, "oh, jadi aku hanya menangani pria? Baiklah, tak masalah," gumamnya meletakan kembali ponsel itu.
Selesai mandi, Evelin tak mendapati keberadaan teman satu kamarnya. Ia lalu mengambil teh yang sudah ada di atas meja, meminumnya sambil berjalan ke balkon. Di apartemen murah ini, dirinya bisa mendengar suara desahan luar biasa dari kamar sebelah yang pintu balkonnya terbuka.
"Sialan, padahal masih pagi," gerutunya lalu tetap di sana menikmati pemandangan diiringi suara-suara mesum yang mengganggunya.
Siang harinya, Evelin berjalan-jalan dengan dandanan boyish style yang melekat indah di tubuh. Pesona gadis 19 tahun yang tak kuliah itu, hanya menapaki jalanan sambil memakan gorengan di tangan. Siulan pemuda-pemuda tanggung tak diacuhkan, sampai langkahnya terhenti di sebuah gang dan masuk ke sana.
Semakin Evelin melangkah, suasana sepi semakin menghantuinya. Gang kotor yang tak ada batang tubuh manusia tampak di mata, kecuali aroma pekat dari pembakaran tak jelas asal-usulnya.
"Hai cantik? Sedang apa di sini?" sebuah suara tiba-tiba mengejutkannya. Seseorang muncul dari balik pintu yang terbuka perlahan.
Lelaki gondrong, hanya memakai celana pendek dan kaos oblong abu-abu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pesona Wanita Terkutuk
Fantasy(18+) Warning! Mengandung kekerasan dan konten dewasa. Mohon bijak dalam membaca. Evelin Gosca, sang pembunuh bayaran di dunia nyata pun harus merasakan cinta pada pandangan pertama yang pahit. Di mana dirinya malah menghabiskan malam bersama dan m...