8. Lila Yang Liar

9.3K 585 45
                                    

Kirana baru sampai jakarta pukul lima pagi, dan langsung bergegas menghampiri Kala di rumah sakit. Wanita itu menghelanafas sesak saat melihat banyak nya luka di tubuh sang anak. Mengusap rambut Kala begitu lembut.

"Maaf Karna Bunda gak ada di saat-sata kamu butuhin Kala."

Jika seperti ini, Rasanya Kirana selalu berfikir untuk menyerahkan Kala pada Yuri dan Tita yang jelas selalu ada.

Dengan begitu, Kala tak akan merasa kesepian lagi. Terlebih setiap hari mungkin ia bisa selalu bertemu Aussie.

Namun Kirana tak mungkin rela melepaskan Kala begitu saja, meski terlihat sibuk dan cenderung asing. Wanita itu selalu menyempatkan diri untuk mengetahui perkembangan Kala.

Meski mungkin, begitu banyak hal yang kirana tak tau.

"Bunda?"

Kirana menoleh saat Kala tiba-tiba membuka mata, mengerjap beberapa kali menyesuaikan cahaya yang masuk pada celah rentina.

"Iya ini Bunda, Kala butuh sesuatu? Kala mau apa?"

Gadis itu tak menjawab, namun tangan nya terbuka lebar. Menatap Kirana dalam. "Mau peluk Bunda, boleh?"

Kirana terkekeh kecil, mendekap Kala lebih erat. Menepuk punggung sang anak lembut sesekali mencium pipi Kala penuh gemas.

"Biasa nya kala gak mau kaya gini,  manja-manja ke Bunda. Kalo di manja bilang nya sudah besar."

"Aku emang udah besar Bunda. Aku udah tujuh belas tahun!"

"Tapi belum punya ktp." Sahut Kirana, meledek Kala yang tak juga memiliki kartu Tanda penduduk itu.

"Itu karna aku males ngurus nya,"

"Kan di bilang sama temen Bunda, kamu tinggal dateng trus foto. Biar kalo ada apa-apa gampang Kal."

"Ada apa-apa gimana maksud nya? Biar kalo Kala celaka orang-orang bisa kenal Kala gitu?"

Kirana menggeleng samar, "Bukan soal Celaka, tapi banyak hal penting yang harus menggunakan KTP." Wanita itu menjelaskan pelan.

Melepas dekapan kedua nya, merapihan rambut Kala yang sedikit berantakan.

"Bunda kelihatan ngantuk." Kala menatap Kirana, "Harus nya bunda gak perlu cepet-cepet ke Jakarta. Emang kerjaan Bunda di Bandung udah selesai?"

"Kamu lebih penting Kala—"

"Tapi kenapa Bunda lebih pilih Mba Aussie?"

~•~

Harus nya siang ini Kala sudah di perbolehkan untuk pulang, namun karna tiba-tiba gadis itu terserang demam serta batuk ia di haruskan kembali di rawat.

Merutuki tubuh nya yang begitu lemah, Kala menatap kearah Kai yang tengah asik memakan potongan buah Apel yang di kupas Kirana.

"Kai udah, malu ih. Kakak kan bawa buah itu untuk Ka Kala. Kok jadi kamu yang makan!" Lila lagi-lagi berseru kesal, mendengus malas karna harus membawa adik nya itu.

"Ga papa kalo Kai suka." Kirana berujar penuh canda. "Ummi nya gak kesini?"

"Ummi sama abi lagi cibuk tante!" Kai menjawab pertanya Kirana dengan aksen cadel nya. "Jual cucu unta. Tante mau beli? Nanti kai kacih dikon."

Kirana tak bisa untuk tak tertawa, mencubit pipi Kai gemas. "Mau dong, susu unta, biar nanti di minum Kakak Kala."

Kai menatap Kala. "Kalo buat Ka Kala, Gelatis! Kai kan Cayang Kakak Kala."

"Kai gak sayang ka Lila?" Lila bertanya pelan.

"Cayang, tapi cuma cedikit. Ka Lila gak kelen kaya ka Kala yang bica main PS." Kai berceloteh, tak habis-habis. Bahkan hingga Lila jenuh mendengar Kai yang terus memuji Kala.

Kala, Dan 10 Pinta (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang