38. Kejujuran

1.2K 157 5
                                    


Vote, seperti biasa... ❤

➴➵➶➴➵➶➴➵➶➴➵➶➴➵➶

Jio sudah sampai di kawasan kebun tebu dengan mobilnya. Baterai HP-nya habis, dan dia tak sempat membawa kabel data di mobilnya, itu sebabnya dia tidak bisa menghubungi Raga.

Setelah berhasil keluar dari hotel -yang dia sebut kandang macan-, Jio merasakan tubuhnya lemas, tenaganya seolah terkuras. Capek, pikiran, mental dan semuanya keroyokan menjadi satu. Sore dengan traffic yang padat menyempurnakan kesuraman sisa harinya.

Bayangan pelukan penenang dari Raga setidaknya membuatnya sedikit lebih kuat, hingga akhirnya mobilnya berhasil memasuki pagar rumahnya.

Sore menjelang malam dengan lampu yang sudah Raga nyalakan telah menyambutnya. Hanya beberapa detik dari sejak dia melihat sosok yang ingin didekapnya erat, Jio justru terkapar pingsan sebelum Raga benar-benar telah menghampirinya.

"Adek! Jio!!" pekik Raga ditengah kepanikannya. Bagaimana tidak, Jio yang baru saja keluar mobil itu langsung terkulai lemas di hadapannya dengan memejamkan mata.

Raga membopong tubuh kesayangannya itu ke dalam untuk memberikan pertolongan pertama.

"Kamu demam Beib... "Monolog Raga, dia bergegas menyiapkan handuk basah untuk mengompres tubuh kekasihnya.

Raga si pemilik memori Jayden tentu terbiasa dengan hal seperti ini, dengan tenang dia merawat tubuh kesayangannya yang sedang terkulai lemas itu.

***

Hari sudah berganti, kini telah sore ketika Jio perlahan membuka matanya. Tenggorokannya kering, bahkan untuk membuka suara pun kesusahan.

"Sudah bangun, Adek?" sapa Raga, dia langsung membantu Jio membenarkan duduknya.

"Haus?" Raga menyodorkan segelas air putih, Jio langsung meneguknya tanpa berkata sedikitpun.

"Kok sakit, sayangku? Sudah baikan?" cecar Raga dengan penuh kasih sayang.

Jio mengangguk, dia langsung meminta pelukan Raga, tapi ternyata itu sedikit tertahan karena tangan kirinya diinfus.

"Kok tanganku diinfus Mas?" suara pertama dari Jio ternyata sebuah bentuk protes.

Tanpa menunggu Jio protes lagi, Raga membantunya melepas selang infus dari tangannya. Hal seperti ini pun sudah lihai dia lakukan, tak lebih dari dua menit tangan Jio sudah bebas.

"Adek datang dan langsung pingsan, badanmu deman tinggi, karena kamu nggak siuman, Mas akhirnya panggil dokter desa. Kata dokter, kamu hanya tertidur, mungkin saking capeknya. Itulah kenapa ada selang infus ditanganmu. Biar kamu nggak dehidrasi." jelas Raga. Tapi yang diberi penjelasan terkesan bodoamat, dia cuma mau memeluk Raga seerat mungkin.

Raga tersenyum melihat kelakuan kesayangannya, dipeluknya bocah manis ringkih itu, sesuai permintaannya.

"Adek, udah Ok? Pusing? Mual?" tanya Raga lagi. Seolah ribuan kepastian ingin dia temukan.

"Mmm... I'm good" Jio mengangguk. "Adek kangen..." lanjutnya.

"Kumat bocilnya nih calon Profesor? Laper nggak? Ayo kita makan dulu," ajak Raga.

"Kangen Mas Raga," rengek Jio lagi yang membuat Raga melepaskan pelukannya dan berganti menghujani pipi Jio dengan kecupannya.

Cup! Cup!  Cup! Cup!

"Makan dulu yuk, nanti kangen-kangenan lagi," bujuk Raga disertai aksi. Dia langsung membopong tubuh Jio dan membawanya ke meja makan. Dia sudah menyiapkan makan untuk Jio, hanya tinggal menghangatkannya saja.

The Replica (BxB||End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang