"Permisi mbak, ruangan pasien atas nama Rafael di sebelah mana ya?"
"Mohon maaf, dengan siapa ya? Pasien tidak boleh dijenguk oleh siapapun kecuali keluarga dan kerabatnya."
Kalian pasti sudah bisa menebak kan siapa yang kali ini datang menjenguk Rafael?
"Saya pacarnya." Gadis itu kembali menyunggingkan senyum setelah mengucapkan kalimat tersebut. Untuk kesekian kalinya, ia mengaku-ngaku.
"Ada di sebelah koridor kanan kak nanti tinggal lurus terus belok kiri."
"Terimakasih."
Ya, itu Rachel.
Jangan tanya bagaimana Rachel bisa sampai di rumah sakit pada pukul segini. Bahkan ia sudah mengganti seragam sekolahnya dengan pakaian bebas. Bahkan tak lupa ia kembali membawa makanan. Gadis itu punya sejuta cara agar bisa menemui pujaan hatinya.
Kemudian Rachel berjalan menelusuri koridor dan berbelok kiri. Disana terlihat ruangan yang di maksud oleh resepsionis tadi. Tanpa ragu ia langsung meraih gagang pintu dan membukanya.
Disana terlihat Rafael sedang berbaring membelakangi pintu. Lelaki itu tidak mendengar suara pintu terbuka. Sepertinya Rafael kembali tertidur.
Rachel berjalan perlahan dan duduk di bangku samping tempat tidur. Kedua kalinya, ia duduk di tempat itu dengan pasien yang sama. Rachel memandang wajah Rafael lekat.
Tangan Rachel tergerak menyentuh dahi Rafael untuk memperbaiki anak rambut. Tak disangka, keningnya terasa panas. Rafael demam.
Dengan panik Rachel langsung memencet bel rumah sakit dan tak lama kemudian seorang dokter dan suster datang dan langsung memeriksa kondisi Rafael.
"Mengapa kondisi pasien tiba-tiba drop dok? Saya masih ingat beberapa jam lalu pasien terlihat berlalu-lalang di koridor sambil membawa tiang infusnya." Sang suster tidak tahan untuk berbicara mengenai keadaan Rafael yang ia lihat sebelumnya.
Sedangkan Rachel sangat serius mendengarkan obrolan mereka. Ia ikut menunggu jawaban dokter.
"Ini bisa disebabkan karena pemulihan pasien belum sepenuhnya tuntas. Kondisinya bisa saja naik turun. Saya sarankan agar menjalani perawatan intensif dan jangan dulu melakukan aktivitas berat. Pastikan pasien benar-benar istirahat dan makan teratur." Rachel mengangguk mengerti. Kemudian berterimakasih kepada dokter.
Lalu sang Dokter dan suster tersebut pergi meninggalkan ruangan pasien setelah mengganti infus dan memberikan suntikan di lengannya.
Tak lama kemudian Rafael terbangun, ia mengernyitkan dahi menahan rasa pusing di kepalanya. Rafael menoleh ke arah samping dan sedikit terkejut melihat keberadaan Rachel.
"Rachel? Sejak kapan Lo disini?"
Rachel hanya cemberut dan menatap Rafael dengan tatapan tajam. Lelaki itu mengerjap bingung.
"K-kenapa?" Rafael tiba-tiba gugup ditatap seperti itu.
"Lo tuh kebiasaan ya. Susah banget dibilangin."
"Maksudnya?"
"Kalau ngerasa sakit kenapa nggak langsung tekan bel buat panggil dokter? Tadi kondisi Lo drop tahu nggak? Untung aja gue cepet dateng. Coba kalau nggak?" Rachel terlihat marah. Ia sangat khawatir.
"Gue minta maaf." Gumam Rafael lirih sambil menundukkan kepalanya dan memainkan selimut.
Kalau gini caranya gimana gue bisa marah? Ya ampun imut banget.
Rachel langsung bangkit dan memeluk Rafael. Lelaki itu cukup terkejut. Dengan lirih Rachel berkata.
"Tolong jangan buat gue khawatir. Gue sayang sama Lo."
KAMU SEDANG MEMBACA
Badgirl Vs Anak Mami
Novela Juvenil"Lo nurut, atau gue cium?" "Hah?" Cowok itu tidak paham. Mengapa di dunia ini ada cewek se-berani itu. Gadis itu semakin memajukan wajahnya. Membuat cowok itu mengerjap. "Lo ngapain deket-deket? Mundur sana. Atau Gue aduin ke Mami gue." "Ck, dasa...