Bel istirahat kembali berbunyi. Membuat seisi kelas kembali melakukan kegiatan rutin mereka yaitu mengisi perut yang keroncongan.
Layaknya anak SD, mereka selalu berebut untuk keluar pintu kelas lebih dulu. Membuat suasana kelas sangat ricuh. Rafael yang melihat kejadian itu hanya menggelengkan kepala. Ia tidak berniat untuk pergi ke kantin seperti yang dilakukan hampir seluruh teman sekelasnya.
Lebih tepatnya ia memang tidak berselera untuk pergi ke kantin.
Fakta bahwa Papa nya akan menjadi kepala sekolah di SMA Angkasa berhasil membuat nafsu makannya hilang.
Rafael jadi memikirkan bagaimana nasibnya nanti. Ia tidak bisa sembarangan tidur di kelas, bolos pelajaran, pergi ke kantin sesuka hati dan yang paling penting ia tidak bisa sering-sering mengunjungi rooftop. Tempat favoritnya.
Ketika Rafael sedang melamun sambil meratapi nasib, ia dikejutkan dengan teriakan Bu Dadar yang menyampaikan pesan bahwa ia dipanggil kepala sekolah.
Tidak salah lagi, itu pasti Papa.
Rafael segera berdiri dan beranjak dari bangkunya. Ia berjalan keluar kelas untuk memenuhi panggilan tersebut.
Tak lama kemudian, ia sampai di depan ruangan dengan pintu coklat berbahan kayu jati dan sedikit ukiran di papan nama yang terdapat tulisan 'Ruang Kepala Sekolah'.
Rafael mengetuk pintunya perlahan. Tak lama terdengar suara dari dalam.
"Silakan masuk."
Perlahan, Rafael memasuki ruangan tersebut. Ternyata di dalam ada Alvian yang sudah duduk di sofa sambil menatap kearahnya.
Setelah mengunci pintu, mereka semua duduk di tempat masing-masing.
"Ada yang perlu bapak bicarakan." Ujar kepala sekolah dengan nada formal. Rafael menatap datar.
"Papi mau ngapain manggil El sama bang Al kesini?" Tanya Rafael to the point.
Pak Azaela menepuk dahi. Usaha nya untuk terlihat berwibawa ternyata gagal total dihadapan putranya.
"Kamu kenapa sih ngga pernah biarin Papi bicara formal sama kalian?" Pak Azaela mulai menunjukan sifat aslinya yaitu 'lebay'.
"Ngga cocok." Sahut Alvian singkat dan langsung disambut dengan anggukan dari Rafael.
"Tapi tadi Papi keren kan pas pidato di depan murid?" Tanyanya pantang menyerah.
"Biasa aja." Jawab Alvian lagi-lagi singkat. Ya, memang begitulah sifat asli Alvian. Ia sangat pendiam dan irit berbicara. Bahkan diam-diam di sekolah ia dijuluki 'Ice Prince' saking dinginnya.
Sangat berbanding terbalik dengan Rafael yang bawel dan memiliki sifat hangat. Sehingga tidak ada yang menyangka bahwa kedua sosok yang memiliki kepribadian bertolak belakang itu adalah kakak beradik.
"Ya ampun Alvian terimakasih banyak atas pujiannya." Pak Azaela memasang ekspresi terharu yang dibuat-buat.
"Papi jadinya mau ngapain sih manggil kita kesini?" Rafael mulai kesal dan protes.
Lagi-lagi Pak Azaela menghela nafas panjang melihat kelakuan kedua anaknya yang sangat kontras.
"Papi cuma mau ngomong sama kalian, jangan sampai ada yang tahu kalau kalian itu anak Papi dan Papi itu Papi kalian. Jadi di sekolah kita belajar pakai bahasa formal kayak tadi meskipun papi tahu kalian tidak nyaman seperti itu." Rafael dan Alvian mengangguk setuju mendengarkan nasihat Pak Azaela.
"Jadi mulai sekarang kalian harus belajar bahasa formal saat kita masih di sekolah." Lanjutnya lagi.
"Iya-iya, tapi kalau di rumah seperti biasa lagi ya." Sahut Rafael.
KAMU SEDANG MEMBACA
Badgirl Vs Anak Mami
Teen Fiction"Lo nurut, atau gue cium?" "Hah?" Cowok itu tidak paham. Mengapa di dunia ini ada cewek se-berani itu. Gadis itu semakin memajukan wajahnya. Membuat cowok itu mengerjap. "Lo ngapain deket-deket? Mundur sana. Atau Gue aduin ke Mami gue." "Ck, dasa...