Hujan turun deras mengguyur kota. Membuat siapa saja enggan untuk melakukan aktivitas apapun di pagi hari ini. Tak terkecuali seorang remaja lelaki yang tengah berjuang membujuk kedua orang tuanya agar ia diperbolehkan untuk membolos sekolah.
"Mami....Papi... Please... yayaya?" Rengeknya mengeluarkan puppy eyes pada kedua orang tuanya yang hanya bisa geleng-geleng kepala. Jam baru menunjukan pukul setengah enam pagi, ia terbangun karena mendengar suara petir yang cukup keras. Karena takut, ia pun memilih untuk pergi ke kamar orang tuanya.
"Kamu udah kelas sebelas sayang, gak boleh main-main sekolah nya." Ucap Mami Rafael sambil mengelus rambut putra kesayangannya. Saat ini mereka ada di ruang tengah, dan hanya Rafael yang masih mengenakan piyama tidur.
"Tapi Mi, di luar hujannya deras banget lho, El kan takut bawa mobil sendiri." Ujarnya membela diri.
"Gak usah banyak alasan kamu El, apa susahnya tinggal berangkat bareng Al." Kali ini papinya pun menimpali.
"El gak mau berangkat bareng bang Al, bang Al suka nakut-nakutin El kalau lagi di mobil." Keluhnya pada sang ayah.
"Apa benar yang dikatakan adik kamu Al?" Tanya Papa pada Al. Yang ditanya hanya menggedikan bahu cuek, tidak mau ikut-ikutan meladeni adiknya yang sangat manja tersebut.
"Tuh kan Pi, bang Al gak mau berangkat bareng El. Mendingan El bolos aja ya Mi, Pi..." ucapnya memelas.
"Udah-udah, mending kamu sekarang mandi, terus siap-siap ke sekolah, biar Mami yang anter kamu ke sekolah." Putus Mami akhirnya.
"Yah, Mami kok gitu sih?" Protesnya tak terima.
"Udah, sekarang kamu siap-siap, atau Papi potong uang jajan kamu." Ancam Papi El.
"Iya-iya. Yaudah deh, El mandi dulu." ucapnya sambil cemberut.
"Kasian deh lo." Ujar kak Rein yang tiba-tiba muncul di depan kamar mandi dengan suara cemprengnya.
"Astagfirullah, perasaan masih pagi deh, Kok udah ada suara gaib sih? Miriiipp..." Jawab El, pura-pura tak melihat sambil menatap kesekeliling.
"Anjir lo El, lo kira gue kunti? Tampang cantik begini juga lo bilang kunti." Sahut kak Rein tak terima.
"Bukan gue yang ngomong ya? Abis siapa suruh tiba-tiba nongol? Udah awas, gue mau mandi." Ucapnya sambil mengusir kak Rein.
"Lo ngusir gue?"
"Emang lo mau ngapain berdiri disitu? Mau ngintipin gue mandi?" Teriaknya dari dalam.
"Sorry, gue gak nafsu." Teriaknya sambil berlalu dari pintu kamar mandi.
Setelah selesai, mereka pun sarapan bersama, dengan topik obrolan tentang pacar.
"Ngomong-ngomong anak Papi udah pada punya pacar belum?"
Papi membuka pembicaraan."Rein udah dong Pi, dia ganteng, tajir, soleh, kurang apa coba?"
Ucap kak Rein sambil mengkhayal tentang pacarnya itu."Kurang banyak." Celetuk El.
"Eh, lo sirik ya mentang-mentang gak laku?"
"Enak aja lo ngatain gue gak laku! Denger ya, kalau gue gak laku, terus kenapa tiap hari lo ngomel-ngomel depan pintu karena banyak surat, cokelat dan barang-barang berserakan dari fans-fans gue." Ujar Rafael membela diri. Karena memang begitu kenyataannya, kakaknya itu tiap hari mengomel di depan pintu karena melihat surat, cokelat dan barang-barang dari penggemar adiknya yang menurutnya kurang kerjaan.
"Lebay banget baru segitu, lagian yang ngasih begituan ke lo itu orang yang kurang kerjaan. Liat noh abang lo yang satu lagi. Masa iya tiap hari bawa bunga sekeresek karena ada yang nembak tiap hari. Tapi doi tetep aja cuek." Jawabnya lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Badgirl Vs Anak Mami
Teen Fiction"Lo nurut, atau gue cium?" "Hah?" Cowok itu tidak paham. Mengapa di dunia ini ada cewek se-berani itu. Gadis itu semakin memajukan wajahnya. Membuat cowok itu mengerjap. "Lo ngapain deket-deket? Mundur sana. Atau Gue aduin ke Mami gue." "Ck, dasa...