Ini adalah kereta terakhir yang menuju ke distrik malam ini. Pulang larut malam memang tak menyenangkan kadang hanya ada dua atau tiga orang di satu gerbong, tapi malam ini entah kenapa aku hanya sendirian.
Beberapa saat kemudian bel tanda keberangkatan pun mulai berbunyi, gerbong mulai berguncang dan kemudian kereta mulai meninggalkan stasiun kota.
Tak lama kondektur membuka pintu penghubung gerbong dari arah depan. "Tiketnya dek?"
Segera kuberikan kertas kecil berwarna oranye itu padanya. "Pak kenapa malam ini kereta begitu sepi? Tidak adakah orang lain yang naik?"
"Ga ada dek, hanya kamu saja yang naik malam ini. Apa kamu belum tau cerita pembunuhan dikereta ini kemarin malam? Ada seorang wanita muda dibunuh, persis dalam gerbong kita berada saat ini."
"Suara teriakannya hampir terdengar disemua gerbong, polisi mengatakan dia mati digorok."
Beberapa saat setelah kondektur itu kembali ke gerbong depan, perasaanku mulai menjadi tak nyaman. Aku seorang diri, berada didalam gerbong bekas pembunuhan kemarin malam!
Untunglah aku menjadi sedikit lega, karena kereta sempat berhenti pada sebuah stasiun kecil, dan ada seorang bapak ikut naik bersamaku. Paling tidak aku tidak sendirian.
Bapak itu duduk tepat didepanku, hanya terpisah lantai gerbong karena bangku kami berseberangan. Dia hanya menunduk tanpa berkata apapun.
"Pak, apa bapak sudah tau tentang cerita pembunuhan yang terjadi digerbong ini kemarin malam? Seorang perempuan mati digorok digerbong ini, bahkan kondektur sempat mendengar teriakannya."
Tapi sepertinya bapak itu ragu dengan cerita yang kusampaikan.
"Dengar nak, kondektur itu hanya melebih-lebihkan cerita, bagimana perempuan itu dapat berteriak, sedangkan aku memotong lehernya dengan sekali tebas."