👻 ˖ 𝐏𝐞𝐬𝐭𝐚 𝐊𝐞𝐥𝐮𝐥𝐮𝐬𝐚𝐧 𝐒𝐞𝐤𝐨𝐥𝐚𝐡

3 1 0
                                    

Tidak diragukan lagi, aku adalah orang yang sangat menjijikkan dan menyebalkan saat masih di sekolah menengah dulu. Aku suka sekali menindas anak-anak lainnya yang kuanggap sebagai pecundang. Mungkin hanya karena mereka terlalu banyak membaca, atau mereka terlalu gendut, atau mungkin mata mereka terlalu cokelat. Apapun itu, kami tidak akan melewatkan satu alasan pun untuk membuat hidup mereka menderita.

Awalnya kami akan melakukan kejahilan-kejahilan kecil seperti mencuri perlengkapan sekolah mereka, seperti buku-buku pelajaran misalnya, atau PR yang akan dikumpulkan untuk hari itu. Setelah itu kami akan menaruh sesuatu yang menjijikkan di dalam loker mereka. Kemudian kami akan mulai menjelek-jelekkan dan mencemooh mereka di depan orang banyak dan menyebarkan rumor-rumor tidak benar tentang mereka, sampai akhirnya kami akan mulai menyerang mereka secara fisik.

Kami tidak pernah mendapat hukuman dari para guru. Sally, salah seorang anak perempuan di kelompokku, adalah anak dari kepala sekolah kami. Malaikat kecilnya yang baik hati dan teman-temannya tentu saja tidak akan pernah berbuat jahat pada yang lainnya, bukan? Dan karena semua guru berada di pihak kami, tentu saja tidak seorang anak pun berani menentang kami. Bahkan beberapa di antara mereka malah ikut bergabung dan mulai mengerjai anak-anak yang lain.
Aku tidak habis pikir mengapa aku melakukan semua itu. Saat itu aku menganggap kenakalan-kenakalan kami hanyalah sebuah permainan di mana kami akan menghitung mundur hari-hari saat kami mengerjai mereka sampai akhirnya mereka akan roboh. Sampai akhirnya mereka akan mulai berteriak-teriak menangis dan pindah sekolah karena sudah tidak sanggup lagi menghadapi semuanya. Ini membuatku merasa begitu berkuasa dan hebat, dan aku bisa melupakan semua masalah di rumah.

Salah satu dari sekian banyak anak yang sering kami tindas adalah Matthew. Dia bertubuh ceking, berkulit pucat dan pemalu. Dia menarik perhatian kami seperti serangga yang mengerubungi sebuah lampu. Ya begitulah kami bersikap padanya. Sekarang aku menyadari seperti apa kami sebenarnya dulu di sekolah. Seonggok kotoran yang terbungkus oleh cangkang yang indah. Sekumpulan serangga kecil yang beterbangan dimana-mana dan mengganggu ketenangan orang lain karena hanya itulah satu-satunya yang bisa kami lakukan.

Matthew selalu tampak sedih bahkan sebelum kami mulai mengerjainya akhir bulan Mei itu. Tapi entah kenapa, dia tak pernah tampak rapuh atau pun mulai menulis kata-kata putus asa omong kosong di Facebook-nya seperti anak-anak yang lain. Dia hanya tampak sedih dan selalu diam di tempat seperti sebuah patung, kecuali ada seseorang yang mendorongnya, dan kami senang menjadi seseorang itu.

“Hey, mayat pucat,” kata Kat temanku sambil mendorong Matthew.

Dia terjungkal ke belakang dan berhasil menyeimbangkan tubuhnya lagi tapi aku lalu menyandung kakinya di detik-detik terakhir. Dia langsung terjatuh berdebam di lantai.

“Oh, pasti seluruh tubuhnya akan memar,” kata Louise.

“Kurasa dia beruntung lantai itu menangkapnya,” balasku.

Kami semua tertawa cekikikan saat Sally mulai menginjak tubuhnya dan Louise menghinanya. Setelah beberapa menit kami mulai merasa bosan dan akhirnya memutuskan untuk pulang.

Keesokan harinya aku dan Kat berjalan bersama ke sekolah, sambil merencanakan hal-hal buruk apa yang akan kami lakukan pada Matthew saat jam makan siang nanti. Dia sudah melewati semua penindasan kami padanya selama beberapa minggu tanpa pernah mengeluh sekalipun dan kami mulai merasa bosan. Tapi tentu saja kami tidak bisa melepaskannya begitu saja sampai dia benar-benar hancur. Kami tidak terbiasa menerima kekalahan.

Kami akhirnya memutuskan untuk menumpahkan isi keranjang sampah ke tubuhnya karena hari itu menu makan siang kami adalah bubur gandum. Namun saat jam makan siang tiba dia tidak tampak di mana pun.

Oh baiklah, pikirku. Aku sudah mulai mengatur rencana siapa yang akan kami kerjai berikutnya saat Sally mulai berbicara.

“Ayah Matthew menelepon ayahku. Katanya Matthew mencoba mengiris kedua pergelangan tangannya”

Misteri Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang