Bosku benar-benar brengsek. Sori, aku tidak mau kurang ajar, tapi memang begitu kenyataannya. Namaku Sarah Collins, dan aku adalah asisten pribadi di sebuah firma hukum (tapi tak akan kusebutkan namanya). Bosku adalah pria gempal pendek yang bertingkah sok hebat, selalu memamerkan jas Armani dan jam Rolexnya. Dia juga punya kumis tebal konyol yang kelihatan seperti tikus di atas bibirnya. Dia suka bersikap kurang ajar pada wanita, dan memperlakukanku seperti sampah. Pernah, dia berjalan melewati mejaku dan "tanpa sengaja" menumpahkan segelas air ke bagian depan blus putihku, membuatnya tembus pandang. Memalukan sekali. Aku pasti sudah mengundurkan diri kalau saja aku tak membutuhkan uangnya.
Nama bosku Simon Jones. Dia memerintah-merintahku kesana kemari, dan tak punya rasa hormat sama sekali pada bawahannya. Setelah puas mencaci maki semua karyawan, dia biasanya masuk ke lift pribadinya, naik menuju kantor pribadinya yang luar biasa besar. Akan tetapi, ketika dia memencet tombol untuk membuka pintu, mendadak terdengar suara kabel berderit dan muncul asap dari sela-sela pintu yang tertutup. Mungkin kau pikir itu membuat kami semua senang, tapi tidak. Bosku dengan marah menghampiriku, dan membentak: "aku tidak peduli berapapun ongkosnya, tapi kalau lift itu tidak diperbaiki sebelum besok, biayanya akan kupotong dari gajimu, mengerti!?"
"Ya, pak," gumamku sambil menggertakkan gigi.
Akan tetapi, setelah berjam-jam mencari jasa mekanik lift, aku tidak beruntung. Sudah pukul 9 malam dan semua orang sudah pulang, tapi jariku masih sibuk memencet-mencet mouse, menelusuri halaman demi halaman situs jasa mekanik, mencari yang bisa membetulkan lift hari itu juga. Akhirnya, aku melihat satu iklan online:
"MR. MECHANIC - WE FIX EVERYTHING"
Aku segera menghubungi nomornya (005 555 555), dan teleponnya diangkat oleh seorang pria dengan suara datar. "Halo, Nona Collins," katanya.
"Hai," sahutku, dan tanpa buang-buang waktu lagi, aku langsung menceritakan masalahku. Dia sangat sabar, dan ketika aku selesai, dia berkata "saya akan segera datang." Aku berterimakasih dan menutup teleponnya. Dan memang, dia cepat sekali datang. Baju terusan mekaniknya berwarna kelabu, dengan logo perusahaannya, serasi dengan topinya. Dia tinggi, ramping, dengan mata berkilau yang nampak seperti sepasang kelereng marmer. Aku mengantarnya ke lift, dan bilang aku akan menunggunya sambil tidur sebentar di mejaku.
Sejam kemudian, aku tersentak bangun (dan menyadari kalau aku ngiler saat tidur). Aku melihatnya berdiri di seberang ruangan, menatap mejaku.
"Sudah selesai," katanya.
"Oh, terima kasih banyak. Kau memang penyelamat. Berapa ongkosnya?"
Dia menolaknya, dengan alasan bahwa pekerjaan yang dilakukannya sangat sederhana. Aku kira dia bercanda, tapi dia mengangkat topinya dan pergi. Aku akhirnya mengunci pintu kantor, pulang, dan tidur, dengan mekanik bermata bak kelereng itu masih di pikiranku.
***
Keesokan harinya, Simon Jones mondar-mandir di kantor pribadinya sambil menenggak segelas kecil Bourbon. Dia sedang menunggu kedatangan pemilik firma saingannya untuk suatu diskusi. Dia begitu stress sampai-sampai melempar gelas yang dipegangnya ke tembok. Ketika diberitahu bahwa tamunya sudah tiba, dia berkata, "bagus!" dan langsung menuju lift. Saat memencet tombol lift, lift tersebut membuka dengan suara mulus. Jones menyeringai. Asisten bodohnya benar-benar melakukan tugas dengan baik. Dia merapikan dasinya dan melangkah masuk.
Akan tetapi, kakinya tidak menemukan pijakan apapun, dan Simon Jones menjerit ketika tubuhnya meluncur jatuh sejauh 34 lantai, sebelum terhantam remuk di dasar.
***
Setelah bosku meninggal, saudaranya mengambil alih firma hukumnya. Dia sangat baik, menghargai kami, memberi promosi dan kenaikan gaji. Polisi menyelidiki kasus kematian bosku dan memeriksa liftnya, namun menurut mereka, liftnya berfungsi dengan baik. Aku diminta polisi untuk menunjukkan halaman situs mekanik tersebut, namun situs itu sudah tidak ada. Ketika aku menghubungi nomor teleponnya, aku diberitahu bahwa nomor itu tidak ada.
Akan tetapi, pada suatu malam saat aku berjalan pulang ke rumahku, aku melihat sebuah mobil van berbelok pelan di tikungan. Pengemudinya mekanik berseragam kelabu dengan mata berkilau itu. Kupikir aku mengkhayal, tapi dia menoleh ke arahku, tersenyum, mengangkat topinya, dan berlalu.
Sampai sekarangpun, aku tak akan pernah melupakannya.
WE FIX EVERYTHING
cr: 𝙲𝚛𝚎𝚜𝚝𝚊𝚗𝚒𝚜𝚒𝚊