15. Allison Jasmine Howards

3.6K 373 104
                                    

Aku berjalan sedikit cepat sambil terus menarik Luke agar menjauh dari depan ruangan ICU tadi. Bukan aku tak membela Mike, tapi jujur saja, ia sudah keterlaluan karena ia tega harus memukul Luke yang tak lain adalah sahabatnya sendiri. Aku tau kalau Luke memang pantas mendapatkan pukulan-pukulan itu, tapi Calum dan Ash yang juga kesal pada Luke, masih bisa mengendalikan emosi mereka agar tak sampai memukul Luke, apalagi di depan banyak orang seperti tadi. Aku hanya........ kasihan? Ya karena menurutku Luke tak sepenuhnya salah disini. Mungkin.

"Ehm, Al. Kau mau membawaku kemana?"

Aku sama sekali tak merespon ucapan Luke. Ku tarik tangannya menuju sebuah kursi panjang yang tak jauh di depan kami. Ku rasa, ini adalah taman rumah sakit karena aku bisa melihat beberapa pasien yang sedang menghibur diri mereka dengan beberapa kegiatan disana.

Begitu di depan kursi tersebut, aku langsung menariknya untuk duduk. Aku masih enggan untuk berbicara dengannya. Walaupun aku juga sebenarnya tak tega, tapi rasanya masih berat dan sakit begitu aku kembali mengingat ucapan Eii, tentang apa yang baru saja terjadi beberapa jam lalu. Haahh, jangan paksa aku untuk menyebutkan kata itu.

"Sampai kapan kau akan terus menggenggam tanganku?"

Pertanyaan Luke tadi, membuatku secara refleks melepaskan genggaman tanganku pada tangan besarnya. Bodoh. Bisa-bisanya aku lupa dengan hal sekecil itu. Apa aku terlalu gugup?

Aku bisa mendengar Luke yang tertawa pelan. Heii, apa yang ia tertawakan? Aku tak merasa ada yang lucu dengan hal tadi. Aku meliriknya yang masih tertawa kecil tapi setelah itu ia meringis sambil memegang sudut bibirnya yang berdarah. Buru-buru aku mengambil tissue yang berada di saku rok seragamku dan membersihkan darah tersebut.

"Aku tau kau masih peduli padaku, Al," ujar Luke begitu aku membersihkan sudut bibirnya itu.

Aku hanya diam. Aku terus membersihkan darah-darah yang berada di sekitar wajahnya. Aku bukan tak berniat untuk merespon ucapannya, hanya saja, aku masih sedikit malas untuk berbicara dengannya. Rasanya terlalu sakit kalau harus ku jelaskan kembali.

"Oh great," ucapnya. "Lagi-lagi kau menggunakan jurus andalanmu."

Untuk kali ini aku berusaha untuk menahan tawaku. Aku tau kalau ia mulai kesal karena aku mendiamkannya. Sejak dulu hanya Luke lah yang paling benci dan tak betah kalau aku diamkan seperti ini. Ia pasti akan melakukan apa saja sampai aku benar-benar akan bicara padanya. Kalian ingat bukan bagaimana kerasnya dia memintaku untuk bicara beberapa hari lalu? Ya, kira-kira seperti itulah.

Aku terus menelusuri wajahnya yang lebam itu, aku baru menyadari kalau kekuatan Mike besar juga. Lihatlah, hampir semua wajah Luke 'bonyok' karena pukulan-pukulannya tadi. Aku mengambil tissue anti-septic pada sapu rokku. Untung sekali aku selalu mengantongi dua jenis tissue yang ku pakai ini.

"Sungguh Al, jangan diamkan aku seperti ini," ucapnya lagi sambil sesekali meringis begitu aku menyentuh bagian wajahnya yang luka. "Aku punya alasana kenapa aku berkata seperti tadi."

Aku masih diam. Aku tau kalo ia pasti mempunyai alasan dari semua sikapnya belakangan ini, tapi haruskah aku percaya?

"Berikan aku kesempatan untuk menjelaskan, ku mohon," ucapnya lagi. Kali ini ia menahan tanganku dan menatap mataku dengan puppy eyesnya. Woaah, jangan berikan aku tatapan itu!

Aku kembali tak mempedulikannya. Aku menarik paksa tanganku, lalu kembali membersihkan lukanya. Aku bisa mendengar Luke menghela nafas panjang, itu adalah tanda kalau ia menyerah memaksaku. Tapi entahlah, kita lihat saja berapa lama ia bisa bertahan.

"Bisakah kita berbicara serius untuk saat ini? I beg you."

Haaah, sepertinya mau tak mau aku harus mendengarkan semua ocehannya. Aku menghembuskan nafas berat, lalu kembali terfokus pada luka pada keningnya. "Al, ku mohon agar kau tak terus salah paham."

CALUM //c.h [AU]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang