Chapter 18

2.9K 327 51
                                    

Vally melirik jam tangannya untuk yang kesekian kalinya sejak 1 jam yang lalu. Kepalanya tak berhenti menengok ke arah kiri, memastikan bahwa bus yang akan ditumpanginya sudah terlihat atau belum, tapi ternyata apa yang ditunggunya sejak tadi belum menunjukkan tanda-tanda kedatangan.

Ia sedikit menyesal menolak tawaran Calum untuk meminta salah satu supir di rumah mereka untuk mengantarkan mobil ke rumah sakit kemarin. Kalau saja ia menerima tawaran itu, pasti ia tak akan sesulit ini, menunggu kedatangan bus yang entah kenapa mendadak jarang lewat di hari Sabtu ini.

Kalau saja ponselnya tak mati sejak tadi, mungkin ia sudah meminta tolong pada Calum untuk menghubungi supir keluarga mereka untuk menjemputnya sekarang juga daripada ia harus menunggu sesuatu yang tak pasti. Karena biasanya sesuatu yang ditunggu dan tak pasti, akan berakhir menyakitkan. Dan benar saja, ia mendadak badmood hanya karena menunggu kedatangan sebuah bus.

Baru saja ia berniat untuk kembali duduk di halte, sebuah mobil hitam berhenti tepat di depannya. Ia kenal dengan mobil ini. Tapi siapa yang menyuruh sang empunya mobil untuk menjemputnya? Apa kepekaan kakaknya itu masih berfungsi dengan baik saat sedang melakukan modus dengan gadis idamannya itu?

"Hi," sapa si pengendara mobil sambil tersenyum simpul. Tersirat sebuah ketegangan dalam senyuman itu. "Syukurlah aku bisa menemukanmu disini."

Vally mengerutkan keningnya heran. Sejak kejadian kemarin, ia belum sama sekali ngobrol lagi dengan lelaki dihadapannya. Entah kenapa, rasanya sedikit awkward setiap kali mata lelaki ini menatap lurus dan dalam kearah matanya. Bukan. Ini bukan perasaan cinta seperti yang dulu Vally rasakan selama bersama Luke. Tapi, perasaan aneh ini berkesan lebih ke rasa iba dan tak tega. Vally sendiri masih tak mengerti apa yang membuatnya merasa seperti itu.

"Ehm, aku tadi masuk ke sekolah balet mu, tapi kata petugas disana, kelas sudah selesai 1 jam yang lalu. Jadi, aku mencarimu sejak tadi."

"Apa Calum yang menyuruhmu menjemputku, Mike?" Tanya Vally pada akhirnya.

Mike hanya menggeleng masih dengan senyuman yang sama. Lagi-lagi ia merasa canggung pada Vally. Ia kembali merutuki Luke dalam hati karena sudah membongkar rahasianya pada gadis yang disukainya ini. Kalau saja kemarin Luke tak membongkar rahasianya, mungkin ia dan Vally tak akan se-awkward ini, meskipun sebenarnya Mike yakin kalau Vally masih tak begitu yakin dengan pernyataan Luke kemarin.

"Tidak," jawabnya. "Aku kan sudah janji akan menjemputmu hari ini, silly girl."

Mereka berdua tertawa. Setidaknya suasana berubah sedikit lebih hangat saat ini. Dan seperti biasa, Mike selalu bisa membut Vally tertawa hanya dengan tingkah menyebalkan dan awkward nya.

***

Calum berusaha untuk menyibukkan dirinya dengan ponselnya yang sudah mulai memanas. Ia malas mendengar semua ocehan Ashton yang berlebihan. Ia yang sakit, tapi kenapa Ashton yang ribet? Pertanyaan dan kalimat umpatan, tak segan-segan Calum lantunkan dalam hati setiap kali Ashton memarahinya dan menyuruhnya ini dan itu. Bahkan Mr. Jackson tak pernah memarahi dan menasehatinya seperti ini.

"Aku mau kau melakukan kemo lagi, Calum. Setidaknya itu bisa membantu untuk menghilangkan kankermu."

Ashton yang mulai kesal dengan Calum yang sama sekali tak menanggapi omongannya sejak tadi, pun akhirnya ia menarik paksa ponsel hitam berlambang apel tergigit milik Calum dan mengantonginya. Kedua matanya langsung menangkap wajah kecewa sahabatnya itu.

"Kau mendengarkanku tidak sih?"

Calum mendesah panjang. Ia malas membalas semua omongan Ashton tadi. Pun ia lebih memilih untuk membalikkan badannya dan menarik selimut untuk membungkus tubuhnya.

CALUM //c.h [AU]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang