Suasana rumah Al mendadak sunyi begitu Ashton pamit pada Luke untuk berangkat sekolah. Yap, Ashton mengizinkan Luke untuk masuk dan menemui Al. Bahkan lelaki itu juga tak melarang Luke untuk membolos pada hari ini. Yang terpenting saat ini adalah, Al mau makan dan keluar dari kamar. Ashton juga tak begitu ambil pusing bagaiamana Luke akan membujuk Al dan memaksanya untuk makan, hanya dengan tak membiarkan Al sendirian di rumah, Ashton merasa lebih baik.
Luke sendiri sudah lebih dari setengah jam hanya bolak-balik di depan pintu kamar Al. Ia tak tau ingin memulai darimana karena ia sendiri tak tau apa yang sebenarnya terjadi dan kenapa Ashton tiba-tiba mengatakan kalau Al begini karenanya. Ia merasa tak melakukan apa-apa yang menyakiti hati gadis itu. Jangan-jangan gadis itu marah karena Luke meminta tolong padanya untuk ditemani ke Perpusatakaan? Oh Luke, kenapa otakmu dangkal sekali?
“Ketuk…. nggak? Ketuk…. nggak?”
Entah sudah berapa kali Luke berhenti bolak-balik dan menatap nanar pintu kamar Al. Ia ragu. Takut kalau perbuatannya nanti justru membuat mood gadis itu semakin buruk. Oh atau mungkin bukan hanya mood tapi hubungan mereka pun semakin rumit.
Hubungan? Bahkan sampai detik ini Luke masih belum mengerti apa yang membuatnya selalu merasa khawatir dan takut kalau Al sakit ataupun marah kepadanya, Apa yang menjadi alasannya saat tersenyum melihat Al begitu senang, dan Kenapa ia begitu kesal begitu melihat Al begitu dimanjakan oleh ketiga sahabatnya. Pengetahuan Luke masih terlalu dangkal untuk hal ini.
TOK TOK TOK
Pada akhirnya Luke mengetuk pintu coklat yang ada di hadapannya. Ia tak mendengar sahutan apa-apa dari dalam kamar Al. Benar-benar sunyi. Apa gadis itu tidur? Luke berniat untuk kembali mengetuk. Baru ia ingin mengetuk pintu di depannya, suara kaca pecah terdengar dari dalam kamar Al. Ia berubah menjadi lebih panic. Pasti ada hal yang tak beres di dalam.
“AL, INI AKU LUKE! BUKA PINTUNYA SEKARANG!!!!”
Luke berteriak sambil memutar knop pintu kamar Al beberapa kali. Pintunya masih terkunci dengan rapat. Beberapa kali Luke berusaha untuk mendorong pintu di depannya dengan berusaha untuk mendobraknya.
“Al! Astaga, bukalah cepat! Ada apa denganmu?”
Luke menyerah. Ia mundur beberapa langkah dari pintu kayu dihadapannya. Setelah beberapa kali menarik nafas dan menghembuskan kasar, ia merenggangkan tubuhnya beberapa kali. Sepertinya kalian tau apa yang akan ia lakukan.
BRUK
“Aw…”
Pintu itu terbuka. Bukan, ini bukan karena usaha dari Luke, melainkan Al sendiri yang membukakan pintu tersebut untuk Luke. Tapi karena Luke yang semula berniat untuk mendobrak pintu kamar Al sambil menutup mata, jadilah hasilnya saat ini sudah terkapar diatas lantai berlapis karpet di kamar milik Al.
“Astaga, Luke. Kau tak apa?”
Al mendekati Luke yang masih tersungkur di lantai. Ada rasa bersalah dalam dirinya karena membuat lelaki ini terluka. Tapi……… hanya sesaat. Ia masih marah pada Luke karena kejadian kemarin. Ia tak mau terlihat terlalu peduli pada Luke saat ini.
Luke berusaha bangun sambil menahan sakit pada sikutnya yang memerah. “Ya aku tak- Aw. Duh, please! Kau ini tak lihat kalau aku menahan sakit seperti ini karena pintu sialan itu?!” katanya sedikit mengumpat. Ia tak marah, hanya ingin mencairkan suasana yang menyelimuti mereka berdua.
“Siapa suruh kau melakukannya tadi?” tanya Al sambil melipat kedua lengannya di depan dada. Ia menatap Luke dengan malas. Haaah, bagaimana ingin berbaikan kalau baru bertemu seperti ini saja mereka sudah adu mulut?
KAMU SEDANG MEMBACA
CALUM //c.h [AU]
FanfictionAwalnya terlihat, ia bukanlah apa-apa dalam kisah ini. Ia lebih banyak diam dan tak mengambil banyak peran. Tapi dibalik semua itu, kalian akan tau bahwa ia memang pantas menjadi, peran utama.